PARBOABOA, Pematangsiantar - Owliyo Hassan Salaad telah melihat empat anaknya meninggal. Saat ini ia sedang melihat putranya, Ali Osman, yang kurus kering menangis tanpa henti.
Kekeringan yang melanda Semenanjung Afrika telah merenggut nyawa penduduk Somalia satu demi satu, terutama anak-anak.
Owliyo telah menempuh perjalanan sejauh 90 kilometer dengan berjalan kaki dari desanya menuju Mogadishu, ibu kota Somalia, sambil menggendong Ali agar putranya itu bisa mendapat perawatan.
Wanita malang itu tidak sendirian. Di rumah sakit banyak perempuan-perempuan lain yang senasib dengannya. Mereka semua menanti kabar tentang anak-anaknya dengan perasaan gelisah.
Kamp-kamp perawatan kelaparan di pinggiran Mogadishu penuh oleh orang seperti Owliyo. Ia pun sebelumnya ditolak masuk ke sebuah rumah sakit karena jumlah pasien yang membludak.
"Pusat penanganan malnutrisi sudah kewalahan," kata Dr Mustaf Yusuf. Jumlah keterisian pasien berlipat ganda hingga 122 orang pada Mei.
Kematian telah mulai melanda wilayah di somalia akibat kekeringan yang telah berlangsung selama empat dekade.
Dari data yang diperoleh Associated Press, terdapat sedikitnya 448 kematian di pusat perawatan malnutrisi Somalia saja untuk tahun 2022.
Otoritas Somalia, Ethiopia, dan Kenya saat ini bekerja keras mencegah kelaparan. Banyak penduduk yang meninggal luput dari perhatian pemerintah. Seperti keempat anak Owliyo, yang semuanya berusia di bawah 10 tahun.
Beberapa meninggal saat dalam perjalanan mencari pertolongan, beberapa lainnya bahkan meninggal sesaat setelah mencapai kamp pertolongan malnutrisi.
"Pasti ribuan telah mati," kata Adam Abdelmoula, koordinator kemanusiaan PBB untuk Somalia, kepada Associated Press Selasa waktu setempat.
Owliyo pergi meninggalkan empat anaknya yang masih hidup bersama suaminya. Mereka terlalu lemah untuk menempuh perjalanan ke Mogadishu.
Kekeringan memang kerap melanda Semenanjung Afrika, namun kali ini berbeda. Bantuan kemanusiaan yang sebelumnya terhambat karena pandemi Covid-19, kini mengalami hambatan lain akibat perang di Ukraina.
Harga gandum dan minyak goreng melejit hingga 100 persen. Jutaan ternak yang sedianya memberikan susu, daging, dan kemakmuran kini telah mati.
Bahkan makanan terapi yang digunakan untuk merawat orang-orang malnutrisi juga mengalami peningkatan harga dan menjadi sangat mahal. Di beberapa tempat malah tidak tersedia.
Dan untuk pertama kalinya, hujan tak kunjung turun lima kali berturut-turut dalam lima musim terakhir.
"Ledakan kematian anak-anak" telah mencengkram Tanduk Afrika jika dunia tidak bertindak dan hanya memusatkan perhatiannya pada perang di Ukraina, ujar UNICEF, dilansir AP Kamis (9/6/2022).