Tren Toko Online Belum Sebanding dengan Kelayakan Upah Kurir

Seorang kurir di Pematang Siantar sedang menunggu sortiran paket untuk diantar ke konsumen, Jumat (12/05/2023). (Foto: PARBOABOA/Halima Tusaddiah)

PARBOABOA - Maraknya toko online (e-commerce) telah memudahkan para pedagang memasarkan produknya. Dengan lapak digital tersebut mereka juga dapat menjangkau pasar yang lebih luas. Tetapi, kemudahan pemasaran itu sepertinya belum berpihak pada kurir. 

Para pedagang telah merasakan manfaat lapak online untuk memasarkan produknya. Dengan lapak online, mereka dapat memasarkan produknya lebih luas dan mendapatkan pembeli dan untung yang lebih banyak.

Darwin Jasmin, salah satu pengusaha asal Medan, mengakuinya. Pemilik usaha Awi Coffee itu memaparkan toko online telah memberi akses untuk memasarkan produknya tidak terbatas hanya di satu tempat saja, tetapi hingga pelosok daerah di seluruh provinsi. 

Pengusaha kopi yang akrab disapa Awi itu mulai berjualan di toko aplikasi online dengan menggunakan aplikasi Lazada sejak tahun 2014, setelah dulunya mengandalkan penjualan melalui website-nya kopisidikalang.com pada tahun 2009.

Dengan toko online dia tidak perlu menggunakan rekening bersama, sehingga memberikan kenyamanan baik dari sisi pelaku usaha dan pembeli. “Apalagi kita dalam jualan yang beli tidak tau pembeli orangnya seperti apa, dan tidak ribet posting -posting lagi produk kita, tahu produk tersebut di jual berapa, rating toko tersebut, serta testimoninya seperti apa,” ucapnya kepada Parboaboa, Rabu (17/5/2023) melalui sambungan telepon.

“Apalagi kalau komplain tidak tahu mau kemana saat barang itu kurang sesuai,” tambahnya. 

Namun menurut Awi, tidak semua model penjualan di toko online menguntungkan para pelapak. Misalnya, cash on delivery (COD), yang justru kadangkala membuat pelapak rugi karena produk tidak sampai dan tidak sesuai dengan pesanan pelanggan.

“Produk dikirimkan balik lagi ke pelaku usaha, jadinya kita sebagai pelaku usaha rugi di ongkos kirim,” ketusnya.

Skema penjualan lainnya, free ongkir, juga ternyata juga tidak selalu disukai pelapak.

Aminurasid salah satu pedagang sepatu bekas branded atau biasa disebut ‘sepatu monza’ di Medan mengatakan, dia lumayan sering menggunakan skema free ongkir ketika menjual produknya di Shopee. Tapi belakangan dia meninggalkan skema itu karena terlalu banyak potongan kepada pelapak dan lamanya pembayaran kepada pelapak.

“Kalau kerja sama ini kan kita terikat sama mereka, potongannya lebih besar,” kata penjual sepatu bekas branded “Almahira Brandes” itu kepada Parboaboa, Selasa (16/5/2023). Setelah meninggalkan toko online dia memilih berjualan di media sosial, tak lagi menggunakan toko online, karena dia bisa berinteraksi langsung dengan pembeli.

Tidak diupah layak, kurir kurangi kebutuhan nutrisi

Dalam industri e-commerce, pelapak, penyedia platform toko online dan jasa pengiriman, merupakan tiga pemegang kunci utama. Di tingkat pengiriman terdapat jasa kurir yang merupakan ujung tombak pengantaran produk agar sampai ke tangan pembeli.

Toko online bekerjasama dengan puluhan jasa pengiriman. Shopee misalnya, dalam halaman resminya menyebutkan, perusahaan e-commerce itu bekerjasama dengan beberapa perusahaan jasa pengiriman.

Seperti dilansir Sirclo, biaya pengiriman biasanya ditentukan jarak dan berat barang. Biaya pengiriman antar kota biasanya Rp6.000 – Rp9.000/km, sedangkan antar pulau mulai dari Rp20.000. Besaran biaya pengiriman juga ditentukan berdasarkan berat barang, dan biaya pengiriman merupakan hasil perkalian jarak dan berat barang. Jika misalnya ongkirRp9.000/km, maka biaya pengiriman 2kg adalah sebesar Rp18.000.

Parboaboa telah berusaha mengonfirmasi perusahaan jasa pengiriman dan toko online, antara lain Shopee dan Tokopedia, untuk mengetahui skema kerjasama antara toko online dengan perusahaan jasa pengiriman, namun keduanya tidak bersedia memberikan tanggapan.

Toko online Lazada, seperti dikutip dari Kumparan, mengupah kurirnya di Lazada Express sebesar Rp2.100 per paket. Semakin banyak paket yang diantar kurir, semakin banyak pula gaji yang didapat. Jika seorang kurir dapat mengantar 100 paket per hari, maka dia bisa mendapat upah sebesar Rp 210.00 per hari, atau Rp6,3 juta dalam sebulan.

Parboaboa juga telah mencoba mengonfirmasi JNE, salah satu perusahaan jasa pengiriman terbesar di Indonesia, untuk mengonfirmasi skema pengupahan kurirnya, namun tidak bersedia berkomentar hingga laporan ini dirilis.

“Mungkin bisa jadi sebagian ada beberapa pertanyaan yang belum bisa kami jawab mengingat perihal terlalu internal perusahaan,” kata Public Relation JNE Regional Sumatra, Khairul Amri Tanjung, menjawab upaya konfirmasi Parboaboa, Selasa (16/5/2023).

Berdasarkan reportase Parboaboa dengan mewawancarai kurir di Jakarta, Medan dan Pematang Siantar, rata-rata kurir mengaku diupah Rp1.200 – Rp1.800 dan tertinggi Rp 1.800 untuk kurir yang bekerja sebagai mitra pada perusahaan kurir. Kurir mitra tidak mendapatkan upah bulanan, tetapi mendapatkan upah per hari sesuai banyaknya paket yang mampu dia kirimkan.

Begitu juga hasil riset Peneliti di Institute of Governance and Public Affairs, Universitas Gadjah Mada, Arif Novianto,menemukan bahwa upah rata-rata kurir di Indonesia masuk kategori tidak layak. Upah kurir di wilayah Jabodetabek, misalnya hanya Rp1.000 – Rp1.800 per paket, bahkan ada yang diupah Rp1.000 – Rp1.200 per paket.

“Kenapa ada kata secara layak disini? Karena pendapatannya kecenderungannya kecil tidak sesuai dengan komponen hidup layak. Akhirnya kebutuhan akan nutrisi, kebutuhan akan rekreasi, kebutuhan akan sandang pangan, dan lain sebagainya juga dikurangi,” katanya kepada Parboaboa, pekan lalu.

Kelayakan upah kurir harus diperhatikan

Pelapak yang diwawancarai Parboaboa berpendapat bahwa upah yang diperoleh rata-rata kurir masuk kategori tidak layak.

“Tidak pantaslah, mana pulak pantas ongkos segitu, apalagi jaraknya, mungkin agak jauh, ya nggak cocoklah,” kata Aminurasid.

Menurutnya, upah kurir seharusnya disesuiakan dengan menghitung jarak tempuh pengiriman. Tidak hanya itu, perusahaan jasa pengiriman juga harus memikirkan pekerja maupun mitranya dengan memberikan upah yang lebih pantas.

Sementara menurut Awi, kelayakan upah yang diterima para kurir harus diperhatikan. Dia menilai jika para kurir melaksanakan tugas pengiriman paket secara efektif dengan rute yang cukup jauh dan jam kerja yang lama dengan upah sekitar Rp1.000 hingga Rp1.800, itu tidak layak. 

“Ada cost yang keluar di situ yang tidak sesuai saat kurir mendapatkan upah dengan besaran seperti itu. Perusahaan jasa pengiriman juga harus mengedukasi agar para kurir bisa menghemat waktu dan tenaga sehingga bisa mengerjakan banyak hal,” pungkasnya.[]

Reporter: Putra Purba, Ilham Fradila, Anshori, Kurnia Syahdan

Ini adalah laporan kedua seri khusus “Nasib kurir di tengah gegap gempita industri belanja online”. Baca juga laporan pertama: Dipaksa Kejar Target tapi Diupah Tak Layak: Nasib Kurir di Tengah Geliat Industri Belanja Online; dan kedua: Risiko Sakit hingga Mati demi Paket Sampai di Tangan Pembeli

Editor: Tonggo Simangunsong
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS