PARBOABOA, Jakarta – Utang pemerintah di era Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali malonjak. Dikutip dari laman APBN KiTa Kementerian Keuangan terbaru per 31 Oktober 2022, utang tersebut sudah tembus di angka Rp 7.496,7 triliun.
Utang pemerintah itu bertambah cukup signifikan. Terhitung sejak awal tahun 2022, utang pemerintah di era Presiden Jokowi terus mencatat rekor, dengan menembus Rp 7.000 triliun dan terus mengalami kenaikan dari waktu ke waktu.
Sebagai contoh, di akhir tahun 2014 silam atau saat transisi dari Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono ke Jokowi, utang pemerintah tercatat sebesar Rp 2.608,78 triliun.
Artinya, sejak Jokowi menjabat dari awal periode pertamanya hingga sekarang, utang pemerintah sudah mengalami kenaikan lebih dua kali lipatnya.
Sementara jika dibandingkan dengan posisi utang pemerintah di sebulan sebelumnya atau per 30 September 2022, utang pemerintah berada di level Rp 7.420,47 triliun.
Artinya, dalam jangka waktu sebulan, utang negara sudah mengalami peningkatan sebesar Rp 76,23 triliun. Selain itu, utang pemerintah ini juga terus mencatatkan rekor baru.
Dengan pertambahan tersebut, rasio utang terhadap produk domestic bruto (PDB) juga mengalami pasang surut. Pada akhir Oktober 2022, rasio utang terhadap PDB adalah 38,36 persen.
Berdasarkan Undang-undang Keuangan Negara, rasio utang terhadap PDB yang harus dijaga dan tidak boleh melebihi batas, yakni lebih dari 60 persen.
Saat ini, Rasio utang Indonesia terhadap PDB berada di kisaran 40 persen yang diklaim pemerintah masih dalam batas wajar dan aman.
"Terdapat peningkatan dalam jumlah nominal dan rasio utang pada akhir Oktober 2022 jika dibandingkan dengan bulan lalu. Meskipun demikian peningkatan tersebut masih dalam batas aman, wajar, serta terkendali diiringi dengan diversifikasi portofolio yang optimal," tulis Kemenkeu dalam buku APBN Kita, dikutip Senin (28/11/2022).
Adapun utang pemerintah Indonesia paling besar dikontribusi dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN), dengan rincian SBN domestic yakni sebesar Rp 5.271,95 triliun dan SBN dalam bentuk valutas asing (valas) Rp 1.398,28 triliun.
Baik SBN domestic ataupun valas, masing-masing terbagi menjadi dua, yakni dalam Surat Utang Negara (SUN) dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).
Meskipun mengalami peningkatan yang cukup siginifikan, namun pemerintah saat ini berupaya agar porsi utang dalam negeri terus diperbesar.
"Langkah ini menjadi salah satu tameng pemerintah dalam menghadapi volatilitas yang tinggi pada mata uang asing dan dampaknya terhadap pembayaran kewajiban utang luar negeri. Dengan strategi utang yang memprioritaskan penerbitan dalam mata uang rupiah, porsi utang dengan mata uang asing ke depan diperkirakan akan terus menurun dan risiko nilai tukar dapat makin terjaga," tulis Kemenkeu.
Utang pemerintah lainnya bersumber dari pinjaman yakni sebesar Rp 826,57 triliun meliputi pinjaman dalam negeri sebesar Rp 16,55 triliun dan pinjaman luar negeri sebesar Rp 810,02 triliun. Apabila dirinci lagi, pinjaman luar negeri itu terdiri dari pinjaman bilateral Rp 263,94 triliun, pinjaman multilateral Rp 499,84 triliun, dan commercial banks Rp 46,25 triliun.