Ada Perbedaan Pembinaan Pelatihan Atlet di Sumut Dengan Jawa

Irvan Situmorang saat Kedai Kopi Koktong Jalan Cipto Kota Pematang Siantar, pada Kamis 4 Mei 2023. (Foto: PARBOABOA/Patrick Damanik)

PARBOABOA-Irvan Situmorang pemilik sarjana Pendidikan Keolahragaan Universitas Negeri Medan. Juga mantan atlet futsal binaan Dispora dan KONI Sumut, pada PON Papua 2022.

Parboaboa menemui Irvan Situmorang di Kedai Kopi Koktong Jalan Cipto Kota Pematang Siantar, pada Kamis 6 April 2023. Ia bercerita, panjang lebar pengalaman suka duka menjadi atlet Dispora dan KONI Sumut.

Berikut petikannya:

Bagaimana caranya untuk terpilih menjadi salah satu atlet membawa nama daerah terkhusus Sumatra Utara pertandingan nasional atau PON?

Kalau untuk itu ya saya masih kurang paham. Karena kebetulan kemarin itu seleksi tertutup. Sepengetahuan saya, sebelum menjelang PON itu. Saya sudah banyak mengikuti pertandingan mulai dari pertandingan tingkat daerah hingga nasional juga. Namun, membawa nama klub bukan daerah.

Mungkin selama proses tersebut permainan saya sudah dipantau oleh Tim KONI dan Dispora Sumut. Sehingga saya diundang untuk latihan terbuka selama beberapa waktu. Latihan tersebut sekaligus penyeleksian orang-orang yang benar cocok sebagai perwakilan membawa nama Sumatra Utara.

Sebelumnya, kami yang diundang sebanyak 20 orang. Kemudian, selama pelatihan terbuka diseleksi sampai 14 orang.

Bagaimana tanggapan pembinaan atlet dan fasilitas dari pemerintah terkait kegiatan tersebut?

Menurut saya tidak ada masalah ya terkait pembinaan dan fasilitas. Kami atlet yang terpilih diberikan fasilitas seperti uang saku. Dan beberapa fasilitas olahraga menunjang keefektifitasan latihan.

Untuk uang saku yang diberikan selama Pra PON. Kami masing-masing diberikan sebanyak Rp2 juta. Itu saya dapatkan per bulan selama dua tahun. Untuk fasilitas yang menunjang Latihan, kami harus mengajukan dulu ke pihak pemerintah. Ada yang di setujui dan ada yang tidak disetujui.

Fasilitas seperti apa yang disetujui dan tidak disetujui oleh Pemerintah?

Fasilitas yang akan disetujui pemerintah ini lebih ke fasilitas umum mendukung keefektifitasan latihan. Seperti penambahan bola, kerucut, intinya untuk latihan.

Contoh untuk fasilitas yang tidak disetujui seperti fasilitas pribadi. Seperti sepatu kaus kaki dan lain-lain. Jadi meskipun sepatu kita rusak atau sudah tidak layak pakai harus pakai duit pribadi.

Bagaimana penanganan pemerintah sesudah Pra PON menuju PON?

Sama seperti sebelumnya tidak ada yang berbeda. Hanya setelah Pra PON, kami para atlet bertambah uang sakunya menjadi Rp3 juta.

Sebelum berangkat ke Papua, kami juga dilengkapi dengan beberapa atribut mewakili Sumatra Utara. Seperti jaket, baju, sepatu dan tambahan uang saku sebesar Rp10 juta per orangnya.

Apakah ada kendala ketika sebelum pertandingan?

Sempat ada kendala, dan ini harus jadi bahan koreksi untuk pihak KONI dan Dispora. Saya sudah mengalami cedera di bagian lutut akibat beberapa kali pertandingan pada saat Pra PON.

Jadi kendalanya jika ingin mengajukan keluhan sakit. Seperti itu harus melalui proses yang panjang dan ribet.

Sama seperti saya dua orang lain juga mengalami cedera. Namun, mereka cederanya pada saat babak penyisihan di PON kemarin. Sementara saya sudah cedera dari Pra PON.

Bagaimana penanganan pemerintah terkait cidera para pemain?

Tidak ada penanganan spesifik. Intinya untuk mengajukannya dibutuhkan proses yang lama. Harus surat dari KONIlah, dari Disporalah, kemudian harus ke rumah sakitlah, ribetlah intinya.

Jadi mau tidak mau harus menggunakan dana pribadi untuk berobat. Apalagi saya cedera di bagian lutut. Penanganannya harus di MRI agar ketahuan letak kesalahannya.

Beruntung kemarin sempat ditunda pertandingannya. Saya bisa memulihkan diri sendiri, mau tidak mau harus dipaksa bermain walaupun keadaan cedera.

Bagaimana penanganan KONI Siantar dan Pemerintah di Siantar terkait keberangkatan Anda saat PON Papua?

Sebenarnya hampir tidak ada ya. Namun berkat dukungan dari senior-senior atlet sudah lama terjun di dunia olahraga. Tergeraklah mereka untuk menyuarakan keberangkatan kami kemarin. Kebetulan pada saat itu atlet dari Siantar berangkat diberikan uang saku sebesar Rp8 juta per orang.

Menurut Anda apa yang perlu di koreksi terkait pembinaan atlet di Sumatra Utara?

Saya rasa ini perlu disampaikan ya. Ada perbedaan signifikan terkait pembinaan dan pelatihan atlet di Sumatra. Khususnya Sumut dengan atlet dari Jawa.

Contoh ini, dari teman-teman saya yang di Jawa untuk cabang olahraga futsal dan sejenisnya dalam bentuk TIM. Setiap pelatihnya itu berbeda.

Di Jawa sana, ada pelatih fisiknya, taktik, fisioterapi, massage, pelatih kiper dan lain sebagainya intinya lengkap. Sementara kita di Sumatra, hanya ada pelatih umum, kiper dan fisik saja. Terkadang satu pelatih ini bisa merangkap untuk melatih yang lain.

Itulah yang harus diperbaiki, saya akui kita orang Sumut apalagi Batak ya. Cuma bermodalkan kekuatan otot dan mentalnya dan sangat jarang taktik. Berbeda dengan orang di Jawa sana. Mereka dilatih fisiknya sambil digunakan otaknya untuk latihan dan tanding.

Apa keluh kesah Anda terkait pembinaan atlet di wilayah Sumatra Utara khususnya Siantar?

Satu ya, yang menjadi keluh kesah saya. Saya sudah bertanding ke mana-mana membawa nama daerah. Sementara untuk memijakkan kaki di GOR Pematang Siantar saja tidak pernah. Sekarang tidak tahu GORnya ke mana?

Mau di Apresiasi bagaimanapun, para atlet ini juga membutuhkan wadah dan tempat untuk berlatih, berkumpul, dan bertanding. Sambil menunjukkan atlet daerah lain bahwa ini kandangku.

Kemudian yang saya ingat betul adalah, berkat bantuan para senior yang sudah duluan merasakan sakitnya pergi kemana-mana tanpa bantuan pemerintah. Mungkin saya juga tidak bertahan pada saat PON kemarin.

Reporter: Patrick Damanik

Editor: Fery Sabsidi
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS