Anggaran Pendidikan untuk Sekolah Kedinasan, Melanggar UU?

Mahasiswa IPDN, sekolah kedinasan yang dikelola Kemendagri. (Foto: Instagram/@humasipdn.id)

PARBOABOA, Jakarta - Tata kelola Pendidikan Indonesia harus dibenahi dari sejumlah sektor termasuk dari sisi anggaran.

Paling tidak, anggaran yang dikucurkan harus berkecukupan dan didistribusikan secara merata ke sejumlah instansi dan satuan pendidikan - dari jenjang pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi.

Namun, dalam kenyataan, alokasi anggaran ini diklaim tidak adil. Sekolah atau universitas tertentu disinyalir mendapat anggaran lebih besar sedangkan yang lain tidak.

Hal itu diungkap dalam Rapat Dengar Pendapat (RPD) Panja Pembiayaan Pendidikan antara Komisi X DPR RI bersama Kemendikbud-Ristek dan Kemendagri, Rabu, (19/6/2024).

Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Dede Yusuf, misalnya, mengendus ada ketidakadilan alokasi anggaran antara sekolah kedinasan dengan sekolah atau perguruan tinggi non kedinasan.

Ia mencontohkan beberapa sekolah kedinasan di bawah Kementerian/Lembaga, salah satunya Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) yang dikelola oleh Kemendagri.

Kata Yusuf, sekolah-sekolah ini biasanya dibayar penuh oleh pemerintah, sampai seragam pun disiapkan. Akibatnya ada disparitas antara pengajar di Perguruan Tinggi Negeri Umum dengan mereka yang mengabdi di sekolah-sekolah kedinasan.

Di forum yang sama, Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi, Kiki Yuliati juga menyampaikan kesenjangan anggaran sekolah-sekolah kedinasan dengan sekolah umum.

Menurut data yang ia pegang, anggaran yang dikeluarkan oleh Kementerian/Lembaga di sekolah kedinasan adalah Rp67.000.000 per tahun untuk 1 orang mahasiswa.

"Kita lihat (angkanya) sangat tinggi padahal kita sama-sama warga negara Indonesia," kata Kiki.

Tak hanya itu, ia menerangkan, sebenarnya prodi-prodi di sekolah kedinasan tidak jauh berbeda dengan ada di sekolah-sekolah umum, sehingga tidak seharusnya diprioritaskan.

Lebih jauh, Suharti, Sekretaris Jenderal Kemendikbud Ristek mengatakan penggunaan anggaran fungsi pendidikan untuk sekolah kedinasan merupakan praktek yang melanggar UUD dan UU Sidiknas.

Adapun berdasarkan pasal 49 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sidiknas - mengatur bahwa 20 persen anggaran pendidikan adalah di luar kedinasan.

"Menurut ketentuan (UU) pendidikan kedinasan, itu justru tidak boleh masuk sebagai anggaran fungsi pendidikan," tegas Suharti.

Karena itu, demikian ia menegaskan praktek ini sebenarnya, "Melanggar UUD dan juga UU sisdiknas yang kemudian ada keputusan MK tahun 2007."

Lantas, tak seharusnya tambah dia, anggaran fungsi pendidikan dengan besaran 20 persen dari APBN turut digunakan untuk membiayai sekolah kedinasan.

Ia menyinggung sejumlah sekolah kedinasan dari institusi Polri dan BIN yang selama ini masih menggunakan anggaran fungsi pendidikan.

Harusnya lanjut Suharti, "yang seperti di BIN di Polri dan sebagainya tadi harusnya tidak masuk di 20 persen anggaran belanja pemerintah untuk fungsi pendidikan."

Dalam keterangan terpisah, Pemerhati dan Pengamat Pendidikan, Doni Koesoema A. mengatakan secara legal, kebijakan mengalokasikan APBN untuk sekolah kedinasan tidak melanggar UU.

Kata dia, aturan turunannya yang perlu dibehani, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) tentang pembagian anggaran.

"Secara legal tidak melanggar UU karena UU diturunkan dalam PP dan PPnya yang tidak sesuai roh dalam UU Sisdiknas," kata Doni kepada Parboaboa, Kamis (20/6/2024).

Ia menambahkan, UU mengamanatkan sekolah kedinasan merupakan bagian dari sistem pendidikan nasional, dan karena itu berhak atas anggaran pendidikan.

Hanya saja, porsinya perlu ditata berdasarkan asas keadilan dan persamaan. Inilah yang harus diperhatikan kedepan melalui evaluasi PP tentang pembagian anggaran pendidikan.

Intinya, kata Doni, "Pembagian harus adil dan merata sesuai jumlah penerima manfaatnya."

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sebelumnya, juga menyoroti  penggunaan anggaran fungsi pendidikan untuk kampus kementerian atau pendidikan kedinasan.

Pahala Nainggolan, Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK menyampaikan pihaknya menemukan anggaran fungsi pendidikan lebih banyak dialokasikan untuk sekolah kedinasan.

Berdasarkan temuan mereka, hanya Rp7 triliun anggaran pendidikan yang mengalir ke Perguruan Tinggi Negeri (PTN), sementara Rp32 triliun berada di Perguruan Tinggi yang diselenggarakan Kementerian/Lembaga.

Adapun pemerintah sendiri menyediakan anggaran pendidikan sebesar Rp660,8 triliun atau 20 persen pada APBN 2024.

Anggaran ini terbagi atas alokasi belanja pemerintah pusat sebesar Rp237,3 triliun, pembiayaan investasi Rp77,0 triliun dan transfer ke daerah Rp346,6 triliun.

Jumlah ini meningkat dibanding anggaran pendidikan tahun 2023 yang mencapai Rp612,2 triliun. Di tahun 2025, Kemendikbudristek mengusulkan tambahan anggaran sebesar Rp25 Triliun yang bersumber dari pagu indikatif sebesar Rp83,19 triliun.          

Editor: Gregorius Agung
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS