PARBOABOA - Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan tentunya akan membutuhkan bantuan orang lain.
Sebab itulah, sikap tolong menolong diperlukan untuk dapat membantu meringankan kesulitan beban manusia satu dengan yang lainnya.
Dalam Al-Quran, Allah SWT menyebutkan pentingnya tolong-menolong antara sesama manusia. Hal ini telah tertuang dalam surat Al-Maidah ayat 2, yaitu:
وَلَا تَعَاوَنÙوْا عَلَى الْاÙثْم٠وَالْعÙدْوَان٠ۖوَاتَّقÙوا اللّٰهَ ۗاÙنَّ اللّٰهَ شَدÙيْد٠الْعÙقَابÙ
Bacaan latin: “WalÄ ta'Äwanụ 'alal-birri wat-taqwÄ wa lÄ ta'Äwanụ 'alal-iṡmi wal-'udwÄni wattaqullÄh, innallÄha syadÄ«dul-'iqÄb.”
Artinya: “Saling Menolonglah kamu dalam melakukan kebajikan dan taqwa. Dan jangan saling menolong pada perbuatan yang dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah SWT. Sebenarnya siksaan Allh SWT sangatlah pedih.”
Salah satu sikap tolong menolong dalam Islam adalah ariyah. Ariyah memiliki kesamaan makna dengan 'pinjam meminjam'.
Ariyah adalah pengalihan kepemilikan dengan jaminan, yaitu yang mengeluarkan uang dari pemilik dan pihak lain menyatakan akan menjamin keutuhan bendanya, jika barang dan menjaga nilainya jika berubah. Hal ini merupakan kebiasaan dan perkara lazim dalam kehidupan bermasyarakat.
Lantas, apa hukum dan rukun ariyah dalam Islam? Berikut penjelasannya.
Pengertian Ariyah
Dikutip dari buku Fiqih Pinjam Meminjam (Ariyah) karya Ahmad Sarwat, Lc., MA (2018), ariyah berasal dari kata i'arah yang berarti meminjamkan. Sementara dalam ilmu fiqh, ulama Hanafiyyah dan Malikiyyah mendefinisikan ariyah adalah sebagai menyerahkan kepemilikan manfaat (suatu benda) dalam waktu tertentu tanpa imbalan.
Ulama Syafi'iyyah dan Hambalillah mengartikan ariyah sebagai izin menggunakan barang yang halal yang dimanfaatkan, di mana barang tersebut tetap dengan wuhudnya tanpa disertai imbalan. Selain itu, terdapat pengertian lain dari al ariyah adalah objek yang dipinjamkan.
Hukum Ariyah
Dasar hukum ariyah adalah mubah yang berarti boleh. Seperti yang terdapat dalam QS. Al-Maidah ayat 2 di atas bahwa sikap tolong menolong antar sesama manusia itu sangat dianjurkan untuk dilakukan. Bahkan, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombing dan enggan dalam tolong-menolong seperti dalam QS.Al-Maun ayat 4-7:
Ùَوَيْلٌ Ù„ÙلْمÙصَلÙّينَ . الَّذÙينَ Ù‡Ùمْ عَنْ صَلَاتÙÙ‡Ùمْ سَاهÙونَ . الَّذÙينَ Ù‡Ùمْ ÙŠÙرَاءÙونَ . وَيَمْنَعÙونَ الْمَاعÙونَ
Artinya : "Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya. Orang-orang yang berbuat riya. Dan enggan (menolong dengan) barang berguna".
Walaupun pinjam-meminjam diperbolehkan dalam Islam, hukumnya bisa berubah jika terjadi dalam keadaan tertentu, seperti pada beberapa ketentuan berikut ini:
Pinjam-meminjam disunahkan apabila tidak dalam keadaan darurat dan barang yang dipinjamkan memberi manfaat bagi yang meminjam. Contohnya adalah meminjamkan kendaraan pada orang lain untuk digunakan pergi ke pasar.
Pinjam-meminjam bisa berhukum wajib apabila orang yang meminjam sangat membutuhkan barang tersebut untuk hal darurat dan tidak melanggar syariat Islam. Jika tidak dipinjamkan, akan berakibat fatal. Contohnya adalah meminjamkan uang pada orang lain untuk biaya berobat.
Pinjam-meminjam juga bisa menjadi haram apabila barang yang dipinjamkan akan digunakan untuk keperluan maksiat atau kejahatan. Contohnya adalah meminjamkan mobil untuk mengangkut barang curian atau meminjamkan rumah sebagai tempat berjudi.
Rukun Ariyah
Para ulama Hanafiyyah, rukun ariyah adalah ijab dan qabul. Ijab qabul tidak diwajibkan untuk diucapkan, namun cukup dengan menyerahkan pemilik kepada peminjam barang yang dipinjam.
Menurut sebagian besar ulama berpendapat bahwa terdapat beberapa rukun ariyah, yakni:
1. Mu’ir atau orang yang memberikan pinjaman dengan syarat:
Inisiatif sendiri bukan paksaan
Dianggap sah amal baiknya, bukan dari golongan anak kecil, orang gila, budak mukatab tanpa ijin tuannya dan bukan dari orang yang mengalokasikannya terbatasi dengan sebab bangkrut atau tidak ada kecakapan dalam mengelola harta.
Memiliki manfaat barang yang dipinjamkan meskipun tidak mempunyai hak pada barang semisal dengan menyewanya bukan dengan hasil pinjaman dari orang lain karena manfaat barang yang di pinjam bukan menjadi haknya melainkan diperkenankan untuk memanfaatkannya.
2. Mutsa’ir atau orang yang mendapat pinjaman dengan syarat:
Telah ditentukan, maka tidak sah akad ‘ariyah pada salah satu dari dua musta’ir yang tidak ditentukan.
Bebas dalam mengalokasikan harta benda, maka tidak sah dari anak kecil, orang gila atau orang yang mengalokasikannya terbatasi dengan sebab tidak memiliki kecakapan dalam mengelola harta kecuali melalui sebab tidak memiliki kecakapan dalam mengelola harta kecuali melalui wali masing-masing.
3. Mu’ar atau barang yang dipinjamlan dengan syarat:
Manfaatnya sesuai dengan yang dimaksud dari benda tersebut. Maka tidak sah akad ariyah pada koin emas atau perak dengan maksud untuk dijadikan sebagai hiasan, karena pada dasarnya manfaat dari koin tersebut bukan untuk hiasan.
Musta’ir dapat mengambil kemanfaatan mu’ar atau sesuatu yang dihasilkan darinya seperti meminjam kambing untuk diambil susu dan anaknya atau meminjam pohon untuk diambil buahnya. Maka tidak sah akad ariyah pada barang yang tidak dapat dimanfaatkan seperti sapi yang lumpuh.
Mu’ar dimanfaatkan dengan membiarkannya tetap dalam kondisi utuh, Maka tidak sah akad ariyah pada makanan untuk dikonsumsi atau pada sabun untuk mandi karena pemanfaat tersebut dapat menghabiskan barang yang dipinjamkan.
Syarat dalam Melaksanakan Ariyah
Berikut ini syarat akad dalam ariyah adalah sebagai berikut:
- Dewasa
- Berakal
- Mampu memberi manfaat dan menerima manfaat dari barang yang dipinjamkan. Barang yang dipinjamkan harus mempunyai manfaat, baik sebelum, saat, maupun sesudah akad pinjam-meminjam dilaksanaka.
Hal yang Harus Diperhatikan dalam Menjalankan Ariyah
Meskipun Kedua pihak telah mematuhi hukum, rukun, dan syarat saat meminjam-meminjam, tetapi ada beberapa hal yang dapat membatalkan perjanjian mereka. Beberapa larangan dasar tetap dilanggar karena kurangnya kehati-hatian dari kedua belah pihak.
Misalnya, menggunakan barang pinjaman secara berlebihan tanpa izin atau tidak sesuai dengan perjanjian. Ini bisa menyebabkan konsekuensi seperti pemindahan barang kepada orang lain, kerusakan atau hilangnya barang yang dipinjam, dan mungkin timbul perselisihan antara pemberi pinjaman dan penerima pinjaman.
Jika situasi itu terjadi, penerima pinjaman harus mengembalikan barang dengan baik dan tepat waktu. Jika barang pinjaman mengalami kerusakan, mereka harus menggantinya sebaik mungkin. Namun, pemberi pinjaman tidak boleh menetapkan syarat pengembalian yang tidak adil. Penyelesaian masalah harus dilakukan dengan cara yang baik dan adil.
Hikmah dalam Melaksanakan Ariyah dalam Islam
Ariyah atau pinjam-meminjam memiliki beberapa manfaat bagi kedua belah pihak, yaitu sebagai berikut:
- Perwujudan rasa syukur kepada Allah Swt. atas kelimpahan rezeki yang diberikan;
- Melatih diri untuk tidak berbuat kikir dan yakin bahwa harta yang dimiliki adalah anugerah dari Allah Swt.;
- Sebagai latihan diri untuk selalu bersikap amanah pada harta yang dimiliki;
- Memiliki rasa kepedulian terhadap orang lain yang membutuhkan; dan
- Menimbulkan motivasi untuk berusaha mencukupi kebutuhan diri sendiri.
Secara dasar proses 'ariyah atau pinjam-meminjam sudah diajarkan kepada kita sejak masih kecil, kita juga perlu tahu dasar dan sebab-akibat kenapa 'ariyah atau pinjam-meminjam tidak boleh disepelekan. Selain bermanfaat bagi kehidupan orang lain, ternyata juga memberikan banyak dampak positif bagi diri sendiri.
Demikianlah penjelasan tentang pengertian ariyah adalah, hukum beserta rukunnya. Semoga informasi ini bermanfaat.