Bacaan Tawasul Lengkap: Pengertian, Hukum, Macam-macam, Tata Cara dan Contohnya

Tawasul adalah (Foto: Parboaboa/Ratni)

PARBOABOA – Sebagai umat muslim, kesadaran untuk selalu mendekatkan diri pada Allah SWT atau tawasul dan menjauhi larangan-Nya merupakan prinsip yang menjadi landasan dalam kehidupan spiritual.

Tawasul adalah sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, memperkuat hubungan batin dengan-Nya, melalui perantara atau wasilah yang telah diberikan-Nya.

Perintah untuk senantiasa mendekatkan diri pada Allah SWT telah tercantum dalam ayat Al-Quran, yaitu surat Al-Maidah ayat 35:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَٱبْتَغُوٓا۟ إِلَيْهِ ٱلْوَسِيلَةَ وَجَٰهِدُوا۟ فِى سَبِيلِهِۦ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan carilah wasilah (jalan) untuk mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah (berjuanglah) di jalan-Nya, agar kamu beruntung." (Q.S Al Maidah: 35).

Dalam Islam, tawasul adalah cara untuk mengabulkan doa, karena memiliki sejumlah keutamaan. Salah satu keutamaanya adalah untuk mendapatkan ridho Allah SWT.

Lalu, apa yang dimaksud dengan tawasul? Berikut Parboaboa akan menjelaskan secara rinci yang berkaitan dengan hal tersebut, serta hukum, macam-macam, dan contohnya.

Apa itu Tawasul?

Tawasul adalah (Foto: Parboaboa/Ratni)

Secara bahasa, arti tawasul adalah al-wasilah yang artinya segala sesuatu yang bisa menyampaikan dan mendekatkan diri kepada sesuatu hal.

Sementara menurut istilah, tawasul artinya hal yang dapat dilakukan untuk mendekatkan diri pada Allah, salah satunya dengan melakukan amalan-amalan baik yang telah disyariatkan.

Secara makna, hal ini merupakan aktivitas yang dilakukan supaya doa yang dipanjatkan dapat terkabul.

Dalam Islam, tawasul adalah dilakukan melalui beberapa cara. Salah satunya adalah melalui wasilah atau perantara yang dapat berupa orang yang hidup atau yang telah meninggal dunia.

Orang-orang yang dipandang sebagai perantara atau wasilah ini sering kali memiliki kedekatan atau hubungan khusus dengan Allah, seperti para nabi, rasul, atau orang-orang saleh.

Tawasul juga dapat dilakukan melalui amal ibadah atau amal shaleh yang dilakukan oleh seseorang, seperti sedekah, shalat, puasa, dan lain sebagainya.

Hukum Tawasul

Hukum tawasul (Foto: Parboaboa/Ratni)

Tawassul artinya dengan Nabi dan orang-orang shaleh kerap menjadi permasalahan. Contoh sederhana tawassul jenis ini adalah ketika seseorang mengharapkan ampunan Allah SWT.

Misalnya ia berdoa, "Ya Allah, aku memohon ampunanmu dengan perantara Nabi-Mu atau Syaikh Abdul Qadir al-Jailani."

Dalam tawassul, nabi atau orang shaleh hanyalah perantara, sedangkan yang dituju dengan doa hanyalah Allah SWT semata. Dengan tawassul, ia tidak menjadikan Nabi dan orang shaleh tersebut sebagai tuhan yang disembah.

Namun, sebagian orang yang mengaku mengikuti sunnah tidak memahami konsep sederhana ini. Mereka menganggap tawassul jenis ini sebagai bentuk menyekutukan Allah SWT.

Seorang Syaikh Wahabi Abu Bakar Al-Jaziri pernah mengatakan bahwa berdoa kepada orang-orang shaleh, meminta tolong kepada mereka, dan bertawassul dengan kedudukan mereka tidak ada dalam agama Allah ta'ala.

Dia menyatakan bahwa tawasul adalah semacam itu haram dan dapat menyebabkan seseorang keluar dari agama Islam serta berakhir di neraka Jahannam. Namun, fatwa ini sangat tendensius dan tidak memiliki dasar ilmiah yang kuat.

Macam-macam Tawasul

Macam-macam tawasul (Foto: Parboaboa/Ratni)

KH Wazir Ali, Wakil Rais Syuriyah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Jombang menyampaikan bahwa kunci kebahagiaan hidup di dunia ada empat, salah satunya adalah tawasul.

Beliau mengatakan pada beberapa kitab tafsir, "Ada yang mengartikan wasilah itu surga, ada yang mengartikan amalan-amalan yang bisa mendekatkan diri kepada Allah SWT, dan ada pula yang mengartikan bahwa seseorang bisa menjadi perantara, karena orang tersebut alim dan dekat kepada Allah, misalnya seorang wali."

Selanjutnya Kyai Wazir Ali menerangkan tentang macam-macam tawasul adalah sebagai berikut:

1. Tawasul dengan nama Allah (tawasul bi asmaillah)

Tawasul ini merupakan yang paling tinggi. Misalnya, dengan mengucapkan "a'udhu bi qudratillah", "a'udhu bi izzatillah", dan sebagainya, seseorang menggunakan tawassul kepada Allah agar disembuhkan dari sakit.

Tawassul artinya juga dapat dilakukan dengan menyebut asmaul husna, baik secara lengkap maupun sebagian. Selain itu, tawassul juga dapat dilakukan dengan menggunakan ismul a'dham. Ismul a'dham ini dianggap sebagai kata sandi dalam berdoa.

Meskipun ismul a'dham disamarkan, namun dapat dipelajari, contohnya dalam kitab Imam Nawawi, Fatawa Nawawi, dijelaskan tentang ismul a'dham.

2. Tawasul dengan amal baik (tawasul bi a'mal shalihat)

Kyai Wazir Ali menjelaskan, dalam kitab Riyadus Shalihin diceritakan tentang 3 orang sahabat yang dalam perjalanan mereka menemukan sebuah gua. Karena rasa penasaran, ketiganya memasuki gua tersebut.

Setelah mereka masuk, tiba-tiba angin kencang datang dan meruntuhkan sebuah batu besar yang menutupi pintu gua.

Mereka mengalami kesulitan dan tidak makan selama seminggu, serta berupaya memanggil bantuan tanpa mendapatkan respons. Pada akhirnya, ketiganya melakukan introspeksi diri (muhasabah).

Salah satu dari mereka berdoa dan menggunakan tawassul melalui amal birrul walidain (berbuat baik kepada orang tua).

Akhirnya, batu tersebut terdorong oleh angin besar, dan sinar matahari masuk ke dalam gua. Kemudian, yang lainnya berdoa dengan mengandalkan amal unggulan yang telah mereka lakukan, sehingga batu tergeser perlahan-lahan.

3. Tawasul dengan orang-orang soleh (tawasul bis shalihin)

Tawassul kepada orang-orang shalih, baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal. Dalam sebuah hadits, terdapat kisah seorang sahabat yang buta dan ingin mendapatkan penglihatan.

Dia melakukan tawassul dengan menghadap kepada Allah dan menggunakan wasilah Nabi, dengan doa "Allahumma inni as'aluka wa atawajjahu bi nabiyyika fi hajati hadzihi..."

Artinya: (Ya Allah, saya meminta dan menghadap kepada-Mu dengan perantara Nabi dalam memenuhi kebutuhan saya ini...). Akhirnya, sahabat tersebut diberikan penglihatan oleh Allah.

Tawasul kepada orang yang telah meninggal, dengan menghadap kepada Allah melalui perantaraan Nabi, juga dapat dilakukan.

Para Nabi masih hidup dalam kuburan mereka, dan apa yang mereka lakukan adalah mengerjakan shalat. Bahkan, orang-orang yang memiliki kemampuan khusus (khos) dapat berkomunikasi dan belajar dari mereka.

Contoh tawasul adalah Nabi Adam AS yang melakukan tawassul kepada Nabi Muhammad SAW, meskipun Nabi Muhammad belum lahir. Ketika Nabi Adam AS melakukan kesalahan, dia berdoa "Ya Rabbi, aku memohon kepada-Mu dengan hak Muhammad..."

Ini juga disebutkan dalam hadits yang shahih. Selanjutnya, Imam Syafii pernah mengatakan, "Saya memiliki masalah yang berat, saya melakukan tawassul dan mencari berkah kepada guru saya, yaitu Abu Hanifah. Saya pergi ke makam beliau setiap malam selama masalah berat masih menimpa saya, dan sebelum itu, saya melakukan shalat 2 rakaat."

4. Tawasul dengan dzat (tawasul bi dzat)

Cara melakukan tawassul seperti ini, misalnya dengan menggunakan tawassul bi jahi (dengan kedudukan), bi hurmati (dengan kemuliaan), bi karamati (dengan kemurahan).

Sholawat Nariyah merupakan contoh dari tawassul bi dzat. Namun, terdapat perbedaan pendapat di antara para ulama mengenai tawassul keempat ini.

"Sebagian besar ulama berpendapat bahwa tawassul dengan empat cara tersebut tidak ada masalah, namun menurut Ibn Taimiyah, semua jenis tawassul dapat diterima dalam syariat kecuali tawassul bi dzat," jelas Kyai Wazir Ali.

Bacaan Doa Tawasul Lengkap dengan Artinya

Umumnya dibaca sebelum tahlil dengan mengkhususkan Al-Fatihah bagi Rasulullah, para sahabat, dan orang-orang mukmin, serta para ahli kubur.

Berikut ini adalah susunan bacaan tawasul adalah atau tata caranya sebagai berikut:

1. Istigfar sebanyak 3 kali

اَسْتَغْفِرُاللهَ الْعَظِيْمَ

Bacaan Astagfirullahalazim (3x)

Artinya: "Aku mohon ampun kepada Allah Yang Maha Agung."

2. Kalimat Syahadat

أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ

Bacaan latin: Asyhadu an laa ilaha illallah, wa asyhadu anna muhammadar rasulullah.

Artinya: "Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah. Dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah."

3. Pengantar

سْمِ اللهِ الرَّ حْمَنِ الرَّ حِيْمِ

اِلَى حَضَرَةِ النَّبِيِّ الْمُصْطَفَى صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ وَاَلِهِ وَاَزْوَا جِهِ وَاَوْلاَ دِهِ وَذُرِّيَّا تِهِ الْفَتِحَةْ…

Bacaan latin: Bismillaahirrahmaanir rahiim

Bacaan latin: Ilaahadharatin nabiyyil musthofaa shollallahu ‘alaihi wa sallama, wa aahlihi wa azwajihii wa aulaadihi wa dzurriyyatihi. Al fatihah. (Dilanjutkan dengan Al-Fatihah)

Artinya :

"Dengan nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang, kepada yang terhormat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang terpilih, kepadanya segenap keluarga para istri dan anak cucu beliau, bacaan al fatihah kami tujukan untuk beliau…"

(Dilanjutkan dengan Al-Fatihah)

اِلَ حَضَرَاتِ اِخْوَا نِهِ مِنَ الْاَنْبِيَاءِ وَ الْمُرْسَلِيْنَ وَالْاَوْلِيَاءِ

وَاَلشَّهَدَاءِ وَاَلصَّا لِحِيْنَ وَاَلصَّحَا بَةِوَ التَّا بِعِيّنَ وَالْعُلَمَاءِ الْعَا

مِلِيْنَ وَالْمُصَنِّفِيْنَ الْمُخْلِصِيْنَ وَ جَمِيْعِ الْمَلَئِكَةِ الْمُقَرَّ بِيْنَ خُصُوْصًا سَيِّدِنَا الشَّيْخِ عَيْدِ الْقَادِرِا لْجَيْلَا نِى

. الْفَاتِحَةْ

Bacaan latin: Ilaa hadhorooti ikhwaanihi minal anbiyaa’I wal mursaliina wal auliyaa’I wash syuhadaa’I wash shoolihiina wash shohaabati wat taabi’iina wal ulamaa’il aamiliina walmushonni final mukh’lishina wa jamii’il malaa ikatil muqorrobiina khusuushon sayyidinaa asy syaikhi’abdil qoodiril jailaani. Al Fatihah. (Dilanjutkan dengan Al-Fatihah)

Artinya :"Kepada yang terhormat para handai taulan dari para nabi dan rasul, para wali, para syuhada’, orang orang saleh, para sahabat, para ulama yang mengamalkan ilmunya, para pengarang yang ikhlas dan kepada segenap malaikat yang mendekatkan diri kepada Allah, terutama kepada penghulu kita syaikh Abdul Qadir Jailani".

(Dilanjutkan dengan Al-Fatihah)

ثُمَّ اِلَي حَضَرَاتِ اِخْوَا نِهِ مِنَ الْاَنْبِيَاءِ وَ الْمُرْسَلِيْنَ وَالْاَوْلِيَاءِ وَاَلشَّهَدَاءِ وَاَلصَّا لِحِيْنَ وَاَلصَّحَا بَةِوَ التَّا بِعِيّنَ وَالْعُلَمَاءِ الْعَا مِلِيْنَ وَالْمُصَنِّفِيْنَ الْمُخْلِصِيْنَ وَ جَمِيْعِ الْمَلَئِكَةِ الْمُقَرَّ بِيْنَ خُصُوْصًا سَيِّدِنَا الشَّيْخِ عَيْدِ الْقَادِرِا لْجَيْلَا نِى . الْفَاتِحَةْ

Bacaan latin: Tsumma ilaa hadhorooti ikhwaanihi minal anbiyaa’I wal mursaliina wal auliyaa’I wash syuhadaa’I wash shoolihiina wash shohaabati wat taabi’iina wal ulamaa’il aamiliina walmushonni final mukh’lishina wa jamii’il malaa ikatil muqorrobiina khusuushon sayyidinaa asy syaikhi’abdil qoodiril jailaani. Al Fatihah.

(Dilanjutkan dengan al-Fatihah)

Artinya: “Kemudian kepada yang terhormat para handai taulan dari para nabi dan rasul, para wali, para syuhada’, orang-orang saleh, para sahabat, para ulama yang mengamalkan ilmunya, para pengarang yang ikhlas dan kepada segenap malaikat yang mendekatkan diri kepada Allah, terutama kepada penghulu kita syaikh Abdul Qadir Jailani.”

اِلَى جَمِيْعِ اَهْلِ الْقُبُوْرِ مِنَا لْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْ مِنَاتِ مِنْ مَشَارِ قِالْاَرْضِ وَمَغَا رِبِهَا بَرِّهَا وَبَحْرِ هَا خُصُوصًا اَبَاءَ نَاوَ اُمَّهَا تِنَا وَاَجْدَا دَنَاوَ جَدَّا تِنَا وَمَشَا يِخَنَا وَمَشَا يِخَ مَشَا يِخِنَا وَاَسَا تَذَةِ اِسَاتِذَ تِنَ (وَحُصُوْصًا اِلَى الرُّحِ …) وَلَمِنِ اجْتَمَعْنَا هَهُنَا بِسَبَبِهِ . الْفَتِحَةْ

Bacaan latin: Ilaa jamii’ii ahlil qubuuri minal muslimiina wal muslimaati walmu’miniina walmu’minaati min masyaariqil ardhi wa maghooribihaa barrihaa wa bahrihaa khususon aabaa anaa wa umma haatinaa wa ajdaadanaa wa jaddaatinaa wa masyaayikhonaa wa masyaayikho masyaayikhinaa wa asaatidzatinaa wa khushuushoon ilarruhi (…) wa limini ijtama’naa haa hunaa bi sababihi. Al-Fatihah. (dilanjutkan dengan al-Fatihah)

Artinya: “Kepada segenap ahli kubur kaum muslimin laki laki dan perempuan, kaum mukminin laki laki dan perempuan dari timur dan barat, baik yang ada di darat maupun di laut, terutama kepada para bapak dan ibu kami, para nenek laki laki dan perempuan kami, kepada syaikh kami dan syaikhnya syaikh kami, kepada gurunya guru kami, dan kepada orang yang menyebabkan kami sekalian berkumpul di sini.”

Contoh Tawasul

Mengutip dari buku Doa Sahabat Nabi oleh Umar Syarifuddin, bertawasul kepada Allah dengan asma dan sifat-Nya, dengan amal shalih atau bertawasul dengan doa orang shalih yang masih hidup.

Ibnu Katsir berkata, tawasul adalah perantara yang bisa menghantarkan seseorang pada maksud yang dituju.

Salah satu contoh tawasil adalah dengan menyerukan asma dan sifat Allah. Sebagai contoh “Ra Razak (wahai pemberi rezeki)… Ya Mughits (Wahai sang penolong)..dan lain-lain. Dalam hal ini orang yang berdoa memilih asma dan sifat Allah sesuai dengan kandungan doa yang akan dilakukan.

Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Surat Al-A’raf ayat 180, yang berbunyi:

وَلِلّٰهِ الْاَسْمَاۤءُ الْحُسْنٰى فَادْعُوْهُ بِهَاۖ وَذَرُوا الَّذِيْنَ يُلْحِدُوْنَ فِيْٓ اَسْمَاۤىِٕهٖۗ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ ۖ

Artinya: Dan Allah memiliki Asma'ul-husna (nama-nama yang terbaik), maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebutnya Asma'ul-husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyalahartikan nama-nama-Nya. Mereka kelak akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.

Contoh tawasul dengan asma dan sifat Allah adalah seperti riwayat HR. Tirmidzi, No.3446, berikut artinya:

“Wahai Dzat yang Maha Hidup, Wahai Dzat yang terus menerus mengurus makhluk-Nya, dengan rahmat-mu aku meminta pertolongan.”

Contoh tawasul dengan doa orang shalih adalah disebutkan dalam sebuha hadits, bahwa seorang laki-laki buta datang kepada Nabi minta didoakan, lalu Nabi mendoakannya sampai sembuh.

Demikianlah penjelasan arti tawasul beserta dengan bacaan tawasul lengkap dengan artinya. Semoga bermanfaat.

Editor: Lamsari Gulo
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS