311 Beban Perkara di PN Tebing Tinggi Selesai 2022, Pengamat: Penuhi Rasa Keadilan?

Pengadilan Negeri Kota Tebing Tinggi, Sumatra Utara mencatat ada 274 kasus perkara pidana, 46 kasus perdata dan 5 perkara pra peradilan yang masuk selama 2022. (Foto: PARBOABOA/Ansori)

PARBOABOA, Tebing Tinggi - Pengadilan Negeri Kota Tebing Tinggi, Sumatra Utara mencatat ada 274 kasus perkara pidana, 46 kasus perdata dan 5 perkara pra peradilan yang masuk selama 2022.

Menurut Sekretaris Pengadilan Negeri Kota Tebing Tinggi, Tegen Maharaja, juga masih ada 41 sisa kasus perkara pidana yang belum diselesaikan di 2021.

“Sehingga jumlah beban perkara di tahun 2022 ada 315 perkara. Nah, yang selesai diputus itu ada sebanyak 311 perkara. Jadi, ada sisa perkara pidana di 2022 yang akan diselesaikan pada tahun ini sebanyak 4 perkara,” katanya kepada Parboaboa, Selasa (02/05/2023).

Tegen menjelaskan, sisa jumlah kasus perkara perdata sebanyak 13 perkara yang belum diselesaikan di 2021.

“Dan jumlah bebannya itu ada 59 perkara selama 2022. Sedangkan yang selesai diputus ada 53 perkara, sehingga ada sisa 6 perkara yang akan diselesaikan di tahun ini,” katanya.

Sementara untuk perkara pra peradilan, lanjut Tegen, yang masuk di 2022 sebanyak 5 perkara.

“Tidak ada sisa di 2021, bebannya itu sebanyak 5 perkara, dan sudah diselesaikan di tahun itu juga,” katanya.

Ditambahkannya, kasus perkara pidana didominasi perkara narkotika sebanyak 162 perkara.

“Lalu ada perkara penggelapan sebanyak 10 perkara, perlindungan anak 17 perkara, penganiayaan ada 8 perkara, perjudian dan penipuan sebanyak 2 perkara, pemalsuan surat 1 perkara, dan pencurian sebanyak 61 perkara,” kata Tegen.

Sedangkan untuk perkara perdata, didominasi kasus perceraian sebanyak 29 perkara.

“Wan prestasi sebanyak 8 perkara, perbuatan melawan hukum 7 perkara, harta bersama 1 perkara, dan objek sengketa tanah sebanyak 1 perkara,” pungkas Tegen Maharaja.

Sementara Pengamat Hukum Siantar-Simalungun, Daulat Sihombing menilai keadilan diukur bukan dari berapa kasus yang berhasil diselesaikan, tapi apakah putusan tersebut memberi rasa adil atau tidak bagi masyarakat.

“Salah satu yang menjadi fundamental bagi pencari keadilan itu apakah putusan tersebut memberikan rasa keadilan atau tidak kepada masyarakat,” katanya.

Selain itu, penyelesaian perkara harus memenuhi asas sederhana, tepat, dan murah.

“Kalau ternyata pengambilan putusan atau proses peradilan itu tidak tepat, tidak murah, dan juga tidak sederhana, maka hitung-hitungan kuantitas tadi itu tidak akan berpengaruh terhadap pencari keadilan,” ungkap Daulat.

Ditambahkannya, konsekuensi penanganan perkara yang tidak sederhana atau bertele-tele akan menjadi tidak efesien.

“Karena setiap persidangan kan dibayar. Setiap sidang memanggil para pihak, baik memanggil berdasarkan penetepan persidangan yang mempunyai konsekuensi untuk penggugat. Jadi uang pendaftaran perkara itu bisa habis hanya untuk memanggil-manggil,” ungkapnya.

Maka tolak ukur yang bisa kita jadikan keberhasilan dari pengadilan yakni bukan karena lebih banyak menyelesaikan perkara itu daripada tertunggak, tetapi seberapa besar dia memberikan rasa keadilan bagi para pencari keadilan, imbuh Daulat. 

Editor: Kurnia Ismain
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS