PARBOABOA, Pematang Siantar - Pengamat Klimatologi dan Geofisika dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Erma Yulihastin mengingatkan masyarakat di Kota Pematang Siantar, Sumatra Utara, terutama petani agar waspada akan perubahan iklim terutama untuk sektor pertanian dan perkebunan.
Apalagi musim hujan di Pematang Siantar diprediksi masih berlangsung hingga hari ini, Sabtu 9 September 2023 mendatang.
"Sebab kelembaban tanah yang tinggi membuat penyakit mudah menyebar ke tanaman," ungkapnya saat dikonfirmasi PARBOABOA lewat sambungan telepon, Sabtu (9/9/2023)
Erma menjelaskan, kandungan asam di air hujan bisa menyebabkan lapisan lilin pada daun tanaman rusak, sehingga nutrisi menghilang dan tanaman tidak tahan terhadap keadaan dingin, jamur dan serangga.
Kondisi tersebut, lanjut dia, membuat pertumbuhan akar tanaman menjadi lambat sehingga nutrisi yang bisa diambil menjadi lebih sedikit dan mineral-mineral penting menjadi hilang.
"Serangan jamur dan bakteri yang bisa memicu penyakit pada tanaman seperti cacar daun serta karat daun berpotensi pun meningkat," jelas Erma.
Tidak hanya itu, tingginya curah hujan bisa memicu pergerakan tanah longsor atau banjir yang bisa berpengaruh bagi petani. Meminimalisir dampak buruk musim hujan, lanjut Erma, petani harus memiliki bekal ilmu pengetahuan untuk memahami fenomena cuaca dan iklim serta perubahannya.
“Petani perlu mengetahui lebih dini dengan melakukan perencanaan mulai dari penyesuaian waktu tanam, penggunaan varietas unggul tahap cuaca, serta pengelolaan air," imbuhnya.
BPBD Kota Pematang Siantar Siaga Bencana Longsor dan Banjir
Menyikapi perubahan iklim dan hujan yang masih akan terjadi di Pematang Siantar, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pematang Siantar, Agustina Sihombing mengaku ada 12 titik yang rawan tanah longsor dan banjir di kota itu.
"Kita memiliki 12 titik daerah rawan dalam pantauan saat musim hujan seperti ini," ungkapnya.
Sementara kriteria daerah pemantauan penanggulangan tanah longsor dan banjir, lanjut Agustina, disesuaikan dengan topografi Pematang Siantar, seperti tanah yang bertebing atau datar, hingga wilayah sungai yang berpotensi mengancam bangunan atau perumahan di sekitar daerah aliran sungai (DAS).
"Upaya penanggulangan tanah longsor dan banjir, harus terintegrasi antara tindakan masyarakat yang bermukim di area rawan longsor dengan pemerintah setempat," timpalnya.
Masalah lain, kata Agustina, yaitu drainase yang kurang layak dan tidak mampu menampung debit air saat musim hujan dan sampah yang terkadang memenuhi drainase.
"Warga idealnya memiliki kesadaran terhadap lingkungan sekitarnya. Sederhananya membersihkan saluran air dari drainase rumah dan tidak buang sampah sembarangan," imbuh dia.
Editor: Kurniati