Curhat Anies yang Kerap Dianggap Dekat dengan Habib Rizieq dan FPI

Anies kerap dianggap dekat dengan Habib Rizieq dan FPI. (Foto: Arsip FPI)

PARBOABOA, Jakarta - Bakal calon presiden (capres) Anies Baswedan buka suara terkait anggapan bahwa dirinya dekat dengan Habib Riziq Shihab dan ormas Front Pembela Islam (FPI).

Anggapan tersebut kembali dihembuskan ke publik jelang Pilpres 2024. Mengingat, pada Pilkada DKI 2017, Anies kerap dituding mengkapitalisasi kekuatan massa Islam radikal untuk merebut kursi gubernur DKI.

Melalui akun X pribadinya @aniesbaswedan, Kamis (7/9/2023), mantan Gubernur DKI Jakarta itu menepis anggapan tersebut. Anies merasa hanya kunjungan terhadap FPI yang kerap menjadi sorotan, padahal ia mengaku mengunjungi semua tokoh agama.

Menurutnya, pada Pilkada DKI 2017 lalu, ia berkeliling mengunjungi semua tokoh lintas agama saat kampanye, baik dari Islam, Kristen, Hindu, Budha, dan yang lainnya.

Tak hanya itu, selama menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, Anies mengaku mendukung penuh semua organisasi yang mempunyai legalitas dari Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta.

Bagi Anies, prinsip kesetaraan menjadi hal utama di tengah fakta pluralisme yang ada di Indonesia. Ia juga berkewajiban untuk memfasilitasi semua ormas tanpa pandang bulu.

Kedekatan Anies dan imam besar FPI Habib Rizieq Shihab memang mulai terbaca ketika Pilkada DKI pada 2017 lalu. Kedekatan keduanya semakin menjadi sorotan ketika Anies hadir di markas FPI sebagai pembicara dalam sebuah seminar di Petamburan pada 1 Januari 2017.

Seminar tersebut sekaligus menjadi ruang klarifikasi Anies yang mengaku kerap difitnah terkait hubungannya dengan FPI.

Anies saat itu menyinggung soal tudingan Syiah dan Jaringan Islam Liberal yang kerap dialamatkan kepadanya. Bahkan, ada yang menyebut dirinya berpaham Wahabi. Ia kemudian membantah semua tudingan tersebut.

Pilkada 2017 memang diwarnai ketegangan dan unjuk rasa ormas Islam. Hal tersebut menyusul pernyataan calon petahana, Basuki Tjahja Purnama alias Ahok yang dianggap menistakan Islam.

Ahok kala itu mengutip surat Al Maidah ayat 51 yang kemudian viral di media sosial. Pernyataan Ahok memantik beragam kecaman dan kemarahan umat Islam.

Mereka kemudian menggelar aksi demonstrasi besar-besaran dan mendesak Ahok dipenjarakan. Aksi bertajuk 'Bela Islam' itu digawangi ratusan anggota FPI dengan pemimpin utama Habib Rizieq Shihab.

Aksi demonstrasi ini dilakukan berjilid-jilid, mulai 14 Oktober, 4 November 206 atau yang dikenal dengan aksi 411, hingga 2 Desember 2016 atau yang dikenal dengan Aksi 212.

Ahok kemudian dihukum 2 tahun penjara setelah dinyatakan terbukti bersalah melakukan penodaan agama karena pernyataan terkait Surat Al-Maidah 51 saat berkunjung ke Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu.

Vonis hukuman 2 tahun penjara yang diterima Ahok memantik reaksi dan kecaman, tak hanya dari  dalam negeri, tetapi juga orang-orang Indonesia di luar negeri. Ribuan warga Indonesia di Amsterdam, Belanda menggelar aksi unjuk rasa atas vonis kasus penistaan yang menimpa Ahok.

Dalam aksi bertajuk "Malam Solidaritas untuk Keadilan Indonesia" itu, para demonstran mengaku menaruh simpati kepada Ahok. Mereka menilai, kasus tersebut hanya rekayasa politik dan tidak tidak adil.

FPI Dibubarkan

Pada 30 Desember 2020 lalu, Pemerintah memutuskan untuk membubarkan FPI. Segala aktivitas dan penggunaan simbol-simbol FPI dilarang.

Pembubaran tersebut tertuang dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Komunikasi dan Informatika, Jaksa Agung, Kapolri, serta Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

Dalam SKB tersebut, aparat hukum berwenang mengambil tindakan jika terdapat aktivitas atau kegiatan yang menggunakan simbol FPI.

Selain itu, Pemerintah menilai, FPI tidak terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan seperti diatur dalam peraturan perundang-undangan. Karena itu, secara de jure FPI telah bubar sebagai ormas.

Setidaknya, ada enam hal yang menjadi pertimbangan pemerintah membubarkan FPI kala itu.

Pertama, adanya Undang-undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) yang dimaksudkan untuk menjaga eksistensi ideologi dan konsensus dasar negara, yakni Pancasila, UUD 1945, keutuhan NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. 

Kedua, isi anggaran dasar FPI disebut bertentangan dengan Pasal 2 Undang-undang Ormas. 

Ketiga, Keputusan Mendagri Nomor 01-00-00/010/D.III.4/VI/2014 tanggal 20 Juni 2014 tentang Surat Keterangan Terdaftar (SKT) FPI sebagai ormas berlaku sampai 20 Juni 2019 dan belum memenuhi syarat untuk memperpanjang SKT.

Keempat, bahwa ormas tidak boleh bertentangan dengan Pasal 5 huruf g, Pasal 6 huruf f, Pasal 21 huruf b dan d, Pasal 59 Ayat (3) huruf a, c, dan d, Pasal 59 Ayat (4) huruf c, dan Pasal 82A UU Ormas. 

Kelima, bahwa pengurus dan/atau anggota FPI, maupun yang pernah bergabung dengan FPI, berdasarkan data, sebanyak 35 orang dinyatakan terlibat tindak pidana terorisme. Dari angka tersebut, 29 orang di antaranya telah dijatuhi pidana.

Keenam, telah terjadi pelanggaran ketentuan hukum oleh pengurus dan atau anggota FPI yang sering melakukan berbagai razia atau sweeping di tengah masyarakat. Padahal, kegiatan tersebut menjadi tugas dan wewenang aparat penegak hukum.
 

Editor: Andy Tandang
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS