PARBOABOA, Pematang Siantar - Larangan membawa gawai masih diberlakukan di sejumlah sekolah di Indonesia, termasuk di Kota Pematang Siantar, Sumatra Utara.
Di kota itu, larangan penggunaan gawai cukup tegas diberlakukan.
Seperti yang terjadi di SMK Negeri 1 Pematang Siantar yang memuat larangan membawa gawai di tata tertib sekolah.
"Karena dikhawatirkan siswa menggunakan ponsel saat jam belajar dan dapat mengganggu konsentrasi mereka," kata Mart Julisma Siregar, salah seorang guru SMKN 1 Pematang Siantar kepada PARBOABOA.
"Jika terdapat siswa yang membawa ponsel ke sekolah tanpa izin guru, tindakan yang akan diambil adalah menasehati siswa tersebut," sambungnya.
Namun, lanjutnya, kebijakan tersebut bisa saja berubah, apalagi era digital saat ini sangat erat kaitannya dengan penggunaan gawai.
"Perkembangan teknologi juga memungkinkan siswa memerlukan gawai dalam setiap mata pelajaran," kata Mart Julisma.
Tak hanya di sekolah negeri, sekolah swasta di Pematang Siantar pun turut menerapkan larangan membawa gawai saat aktivitas belajar mengajar.
Salah satu sekolah swasta di Pematang Siantar, Yayasan Pendidikan Teladan juga membuat kebijakan tegas soal penggunaan ponsel di sekolah demi ketertiban belajar.
Seorang guru di Yayasan Pendidikan Teladan, Sarmauli Manurung, menegaskan, sekolah tidak membebaskan murid, baik di tingkat SMP maupun SMA, membawa gawai.
"Jika ketahuan membawa ponsel, itu akan ditahan dan orang tua akan dipanggil untuk mengambil ponsel tersebut," ujarnya.
Ia mengatakan, siswa diperbolehkan membawa gawai dengan persetujuan khusus dan dititipkan kepada guru saat jam pelajaran.
"Jika siswa ingin menghubungi orang tua, mereka bisa minta tolong ke guru untuk menghubungi orang tua mereka," jelas Sarmauli.
Sarmauli menambahkan, ia belum dapat memastikan larangan membawa gawai ini ke depan, mengingat era digital semakin berkembang.
Sementara itu, seorang murid SMKN 1 Pematang Siantar, juga membenarkan sekolah melarangnya membawa ponsel tanpa izin guru.
Leo, mengaku ada razia terkait larangan membawa gawai di sekolah. Hanya saja, razia gawai siswa tidak memiliki jadwal yang pasti.
"Kalau ketahuan, handphone akan ditahan dulu sebelum kami dinasehati," katanya.
Konsekuensi itu yang membuat Leo tidak berani membawa gawai ke sekolah.
Hal yang sama juga disampaikan Sanjung Sinaga, murid Yayasan Pendidikan Teladan yang mengaku sekolah tidak mengizinkan mereka membawa gawai.
"Saya baru saja ketahuan membawa ponsel dan harus memanggil orang tua supaya ponsel saya kembali", ungkapnya.
Sanjung mengakui, penggunaan gawai selama jam pelajaran dapat mengurangi konsentrasi dan interaksi sosial antara siswa.
"Meski terkadang penting untuk keperluan pelajaran," imbuhnya.
Pendapat Pengamat Pendidikan
Pengamat Pendidikan, Ari S. Widodo Poespodihardjo menilai, larangan membawa gawai biasanya tergantung sekolah masing-masing.
Ia mencontohkan sekolah di Jakarta dan sekitarnya yang membolehkan siswa membawa dan menggunakan gawai.
"Tentunya di luar jam pelajaran," katanya kepada PARBOABOA.
Ari juga menyerahkan larangan membawa gawai kepada sekolah masing-masing, termasuk di Pematang Siantar.
"Misalnya apakah harus ditaruh di loker saat jam pelajaran atau ada aturan-aturan khusus tentang jenis informasi yang boleh diakses siswa," katanya.
Ari menjelaskan sisi positif penggunaan gawai, salah satunya memudahkan diseminasi informasi dari pihak sekolah, memudahkan pemantauan antar jemput siswa dan memudahkan siswa mengerjakan tugas bersama.
"Resiko negatifnya jelas ada. Namun bagi saya pencegahan penyebaran informasi negatif dan efek negatif internet itu sudah diatur bersama oleh pemerintah," jelasnya.
Sisi negatif lain, tambah Ari, guru tidak mungkin memantau terus-menerus apa yang dilakukan siswanya.
"Saya lihat seringkali sekolah masih tertatih-tatih saat berhadapan dengan dunia baru ini. Untuk awalnya mungkin bisa mengadaptasi dari apa yang sudah dilakukan oleh sekolah lainnya termasuk di luar negeri," tutupnya.
Editor: Kurniati