PARBOABOA, Pematang Siantar - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Pematang Siantar, Netty Sianturi menegaskan, tidak ada praktik jual beli salinan dokumen APBD.
"Tidak ada itu yang namanya jual beli salinan (APBD) itu, karena ketika tutup tahun itu sudah terbuka untuk publik dan sudah masuk dalam pengawasan DPRD. Jika benar ada (jual-beli), berarti ada oknum yang bermain, tapi sampai saat ini tidak ada laporan," katanya kepada PARBOABOA, Selasa (29/8/2023).
Netty lantas meminta masyarakat Pematang Siantar segera melaporkan ke Kejaksaan setempat jika menemukan praktik jual beli salinan dokumen Anggaran Pendapatan Belanja dan Daerah (APBD).
"Kalau pun masyarakat mempunyai data dan temuan yang lengkap terkait praktik jual beli berkas, segera laporkan ke Kejaksaan, lalu dari mereka juga panggil kami (DPRD)," ujarnya.
Sebelumnya praktik jual beli salinan APBD marak terjadi, tidak hanya di Pematang Siantar, tapi juga Simalungun. Bahkan, salinan dokumen APBD dua kabupaten/kota itu dijual hingga jutaan rupiah. Selain berkas APBD, oknum juga menjualbelikan berbagai dokumen lain seperti bukti elektronik beberapa perkara dugaan suap pengelolaan dana dan hibah di Pematang Siantar dan Simalungun sejak 2010.
Netty menjelaskan, pengawasan penganggaran dalam sebuah proyek di Kota Pematang Siantar dilakukan terbuka kepada publik, baik saat sidang paripurna, maupun rapat dengar pendapat di DPRD.
"Kita harus pahami yang namanya terbuka untuk publik itu, masyarakat untuk mengetahui anggaran dalam tahun yang berjalan, contohnya di tahun 2023 ini, harusnya mengikuti melalui sidang paripurna dan RDP supaya mengetahui pendapat kota bagaimana, penganggaran bagaimana, tugas wartawan juga memberitakan ke masyarakat," timpalnya.
Sementara itu, Sekretaris DPRD Pematang Siantar, Eka Hendra mengingatkan masyarakat mengikuti regulasi yang ada jika memerlukan salinan dokumen APBD.
"Jika memang pada akhirnya masyarakat membutuhkan salinan tersebut, berikan surat permohonan, lalu akan dikoordinasikan ke pimpinan (Ketua DPRD Kota Pematang Siantar)," ujarnya kepada PARBOABOA, Selasa (29/8/2023).
Masyarakat yang memerlukan, lanjut Eka, hanya perlu menyediakan uang fotokopi, karena dokumen APBD sangat tebal.
"Terkait ini, masyarakat yang membutuhkan cuman menyediakan uang fotokopinya saja kepada staf kami (DPRD), soalnya APBD itu kan tebal dan itu mungkin yang dianggap penyelewengan, tapi nyatanya tidak seperti itu," jelasnya.
Eka kemudian mengimbau masyarakat menghubungi Sekretariat DPRD Pematang Siantar, terutama mereka yang memerlukan dokumen salinan APBD baik APBD induk maupun Perubahan APBD.
"Jika benar dibutuhkan langsung ke Ketua DPRD melalui surat biar mengetahui tujuannya apa, tahun apa saja, lalu akan dikoordinasikan. Takutnya juga nanti disalahgunakan, untuk pemerasan contohnya, ke dinas-dinas terkait," imbuh dia.
Respons Pengamat Kebijakan Publik
Menanggapi praktik jual beli salinan dokumen APBD, pengamat kebijakan publik, Lisman Manurung meminta Pemko Pematang Siantar memberikan akses kepada publik mendapatkan informasi yang diinginkan, sekaligus menjamin keterbukaan badan publik bagi masyarakat.
"Pemerintah daerah dalam hal ini Kota Pematang Siantar seharusnya sudah mulai memperbaiki keterbukaan publik sesuai pada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008, dimana masyarakat juga sudah diajak mengawasi dalam sebuah proyek, sebab masyarakat berhak tahu bagaimana penggunaan anggaran APBN dari pusat maupun APBD yang dialokasikan, kinerja pemerintah maupun dokumen-dokumen termasuk kontrak kerja sama maupun perjanjian," ujarnya kepada PARBOABOA, Selasa (29/8/2023).
Akademisi Universitas Indonesia ini juga mewanti-wanti agar keterbukaan informasi APBD diawasi setiap lintas sektor hingga ke masyarakat, terutama yang berpengaruh pada kualitas fasilitas publik.
"Jika pada akhirnya sebuah proyek dilakukan penganggaran oleh pemerintah dengan benar dan tepat sasaran yang diawasi oleh setiap lintas sektor hingga ke masyarakat, pastinya akan meningkatkan kualitas fasilitas publik ke masyarakat, bukan menjadikan fasilitas tersebut asal-asalan, yang berpengaruh negatif ke masyarakat juga," ungkap Lisman.
Ia menjelaskan, pengeluaran pemerintah dalam penggunaan APBD berkontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi regional dan berdampak pada fluktuasi dari indeks pertumbuhan manusia (IPM).
"Kita tidak bisa dipungkiri setiap daerah di Indonesia juga harus mengacu pada pemerintahan yang ada di Pulau Jawa yang begitu pesat, setiap daerah juga sudah berpaku kepada itu, sebab pengeluaran pemerintah dalam penggunaan APBD berkontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi regional yang pada akhirnya berdampak pada peningkatan maupun penurunan IPM," ungkapnya.
Lisman menambahkan Pemko Pematang Siantar sudah bisa meninggalkan cara-cara kuno mendistribusikan dan mengawasi pelaksanaan anggaran.
"Setidaknya sudah bisa ditinggalkan, seperti harus melalui RDP biar tau ada penyelewengan anggaran, jangan menggunakan dengan cara-cara kuno lagi, bisa saja dibuat format PDF-nya, agar masyarakat juga mendapatkan pelayanan publik yang optimal," imbuhnya.