El Nino di Papua Tengah, SYL: Sudah Terbiasa Cuaca Ekstrem

Warga di di Distrik Agandugume dan Lambewi, Kabupaten Puncak, Papua Tengah terdampak fenomena cuaca El Nino sejak bulan Juni 2023. (Foto: Pexels)

PARBOABOA, Jakarta - Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) mengatakan bahwa warga di Distrik Agandugume dan Lambewi, Kabupaten Puncak, Papua Tengah sudah terbiasa mengalami cuaca ekstrem.

Pernyataan ini disampaikan oleh Syahrul Yasin Limpo kepada awak media pada Rabu, 2 Agustus 2023 di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta Pusat.

Dia mengatakan, jika dilihat dari lokasi wilayahnya yang berada di puncak gunung dengan ketinggian kurang lebih 2.000 meter di atas permukaan kaki, maka warga di Papua Tengah sudah terbiasa dengan cuaca ekstrem.

Bahkan, sambungnya, meskipun tidak ada fenomena El Nino, wilayah tersebut kerap diterjang hujan es dan yang lainnya.

Kendati demikian, kata dia, pihaknya akan tetap melakukan pengecekan dan upaya intervensi terhadap warga di Distrik Agandugume dan Lambewi, Kabupaten Puncak, Papua Tengah.

Di samping itu, lanjutnya, Kementerian Pertanian juga akan melakukan upaya guna mengatasi kondisi di wilayah tersebut, mulai dari memberi bantuan pangan selama 3 bulan ke depan hingga menyalurkan 10.000 tanaman polybag yang bisa ditanam di pekarangan rumah.

Menurutnya, meski terbiasa dengan cuaca esktrem, tetapi tetap tidak boleh gegabah hingga salah mengambil langkah karena posisi wilayahnya berada di puncak gunung.

Prediksi BMKG

Sebelumnya, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi jika puncak fenomena iklim El Nino akan terjadi pada bulan Agustus-September 2023.

Prediksi ini disampaikan oleh Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati dalam rapat terbatas (ratas) di Istana Merdeka, Jakarta, pada Selasa, 18 Juli 2023 membahas soal antisipasi dan kesiapan dalam menghadapi ancaman El Nino.

Dia mengatakan bahwa BMKG memperkirakan jika El Nino kali ini intensitasnya lemah sampai dengan moderat. Sehingga dikhawatirkan bakal berdampak pada ketersediaan air atau terjadinya kekeringan dan ketahanan pangan.

Dwikorita menuturkan, meski kini Indonesia telah memasuki musim kemarau, tapi potensi terjadinya bencana hidrometeorologi seperti banjir itu masih tetap ada.

Tambahan informasi, dilansir dari laman Presiden RI, El Nino sendiri adalah fenomena pemanasan suhu muka laut (SML) di atas kondisi normalnya yang terjadi di Samudera Pasifik bagian tengah.

Di mana, pemanasan SML ini dapat meningkatkan potensi pertumbuhan awan di Samudera Pasifik tengah serta mengurangi curah hujan di wilayah Indonesia.

Karenanya, fenomena El Nino dikatakan dapat memicu terjadinya kekeringan untuk wilayah Indonesia secara umum.

Editor: Maesa
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS