Evaluasi PSN untuk Cegah Pelanggaran HAM

Evaluasi PSN untuk cegah pelanggaran HAM. (Foto: PARBOABOA/Patrick)

PARBABOA, Jakarta - Pemerintah saat ini tengah fokus pada pembangunan sejumlah infrastruktur strategis atau yang lebih dikenal sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN).

Hingga Oktober 2023, tercatat 170 PSN telah selesai dikerjakan dengan nilai investasi sebesar Rp1.299,41 triliun.

Pemerintah mengklaim, PSN bertujuan memperbaiki kualitas dan ketersediaan infrastruktur Indonesia secara cepat, sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas perekonomian nasional.

Namun dibalik klaim tersebut di atas, PSN dalam realisasinya menyisakan sejumlah persoalan. Salah satu yang paling disorot adalah masalah pelanggaran HAM.

KontraS setidaknya mencatat 79 pelanggaran HAM terkait PSN dari November 2019 hingga Oktober 2023, yang mengorbankan masyarakat adat dan warga pemilik lahan. 

Di sana Warga mengalami pembatasan informasi, serangan digital seperti doxing dan peretasan, kekerasan fisik, intimidasi, penangkapan sewenang-wenang, pengrusakan, hingga penembakan peluru karet. 

Selain itu, ada juga masalah lingkungan seperti penggusuran paksa, pengrusakan dan pendudukan lahan, serta kekerasan psikologis.

"Kekerasan psikologis dan simbolik juga kerap dirasakan warga contoh kecilnya yakni kriminalisasi," kata Koordinator KontraS, Dimas Bagus Arya dalam sebuah keterangan tertulis belum lama ini.

Dimas merinci, ada 27 kasus kriminalisasi, 18 kasus intimidasi, dan 18 kasus okupasi dan penangkapan sewenang-wenang. Pihak yang paling banyak melakukan intimidasi adalah aparat keamanan dengan 39 kejadian, diikuti oleh pemerintah dengan 30 kasus, serta pihak swasta atau perusahaan dengan 29 kasus.

Menurut Dimas, tingginya pelanggaran HAM di tengah pembangunan PSN menunjukkan bahwa strategi pembangunan saat ini hanya berfokus pada pemenuhan kebutuhan saja tanpa memperhatikan perlindungan HAM.

Pendekatan model ini, lanjutnya, "hanya akan dapat menimbulkan berbagai bentuk permasalahan baru di kemudian hari."

Sementara itu, Walhi (2023) mengungkapkan, proyek ambisius pemerintahan Jokowi menjadi sumber tiga jenis kekerasan, yaitu kekerasan fisik, kekerasan kultural dan kekerasan struktural.

Kata mereka, hal ini terjadi karena pemerintah lebih dominan mengerahkan pihak keamanan dalam PSN, seperti kepolisian, tentara, BIN, komponen cadangan dan Polisi Pamong Praja.

Pelibatan tersebut menerangkan bahwa "desain PSN lebih dititik beratkan pada pendekatan keamanan" ketimbang "dialog partisipatif."

Walhi memotret kasus proyek Rempang Eco-City di Batam, Kepulauan Riau. Semenjak warga menolak proyek tersebut, lebih dari dari 1.000 personel aparat gabungan dikerahkan ke daerah itu sejak 7 Desember 2023.

Kedatangan mereka berujung pada penangkapan, penahanan dan pemidanaan terhadap setidaknya 30 orang warga lokal. Bentrok antara warga dan aparat juga tidak bisa dihindarkan, sehingga menyebabkan korban luka psikis dan fisik.

Walhi Riau dan LBH Pekanbaru mencatat, pasca insiden itu kondisi Pulau Rempang tidak baik-baik saja. Pos-pos milik aparat didirikan dekat pemukiman warga yang sewaktu-waktu bisa digerakkan untuk melakukan penggusuran.

Warga akhirnya beraktivitas di tengah ketakutan dan kecemasan. Sementara itu, kelompok rentan seperti anak-anak, perempuan dan para lansia tidak luput dari sasaran kekerasan.

UU tentang Pengadilan HAM juncto Rome Statute Of International Criminal Court menggarisbawahi, kekerasan terhadap penduduk sipil yang menolak PSN mengarah pada kejahatan kemanusiaan.

Mengapa? karena pelanggaran ini terjadi secara sistematis, meluas dan mengakibatkan hilangnya kebebasan fisik atau menyebabkan penderitaan besar terhadap tubuh dan mental.

Ihwal kondisi tersebut di atas, Dimas dari kontras mengusulkan agar Presiden segera menghentikan dan melakukan evaluasi total PSN yang dinilai merugikan rakyat. 

Menurutnya, proyek ini telah memicu berbagai bentuk kekerasan dan pelanggaran HAM, baik yang dilakukan oleh negara melalui aparat keamanan maupun oleh perusahaan kepada masyarakat di berbagai daerah di Indonesia.

KontraS juga mengingatkan Kementerian Koordinator Perekonomian, Kementerian Investasi, serta semua lembaga terkait untuk memastikan bahwa pelaksanaan pembangunan dalam PSN harus menjunjung tinggi nilai-nilai HAM. 

Selain itu, penting agar masyarakat dilibatkan secara aktif dalam setiap tahap pembangunan, sehingga partisipasi mereka benar-benar diperhatikan.

Sementara itu, Walhi mengingatkan Komnas HAM menggunakan kewenangannya melakukan penyelidikan terhadap sejumlah kasus pelanggaran Ham dalam PSN.

Lembaga ini, kata mereka, harus mengambil terobosan progresif dengan membentuk tim ad hoc yang melibatkan praktisi yang mumpuni dan ahli guna menyelidiki secara teliti, cermat dan penuh kehati-hatian sejumlah potensi pelanggaran.

Hal ini dilakukan guna memastikan tidak terulangnya kejahatan kemanusiaan akibat kebijakan PSN. Namun, jika itu tidak dilakukan, Komnas HAM "akan menjadi bagian dari infrastruktur impunitas pelanggaran HAM."

Editor: Gregorius Agung
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS