PARBOABOA, Siantar - 10 September dinobatkan menjadi Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia atau World Suicide Prevention Day sejak 2003 lalu. Peringatan ini menitikberatkan perhatian pada permasalahan bunuh diri yang kerap terjadi di seluruh dunia.
Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia diselenggarakan oleh Asosiasi Internasional untuk Pencegahan Bunuh Diri (IASP) dan didukung oleh Federasi Dunia untuk Kesehatan Mental dan WHO.
Biasanya Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia diperingati dengan berbagai kegiatan, seperti konferensi, seminar, dan forum diskusi guna merumuskan kebijakan baru untuk pencegahan bunuh diri.
Pada 2014 lalu, WHO juga menerbitkan laporan yang berjudul "Pencegahan Bunuh diri: Keharusan Global" dengan tujuan meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan masyarakat dari upaya bunuh diri dan menjadikan pencegahan bunuh diri sebagai prioritas utama dalam agenda kesehatan masyarakat global. Laporan ini juga ditujukan untuk mendorong negara-negara di seluruh dunia untuk mengembangkan atau memperkuat strategi pencegahan bunuh diri yang komprehensif dalam pendekatan kesehatan masyarakat multisektoral.
Isu bunuh diri juga jadi salah satu prioritas dalam Program Aksi Celah Kesehatan Mental WHO (mhGAP) yang diluncurkan pada 2008, yang memberikan panduan teknis berbasis bukti untuk meningkatkan penyediaan layanan dan perawatan di negara-negara untuk gangguan mental, neurologis, dan penyalahgunaan zat tertentu. Dalam Rencana Aksi Kesehatan Mental WHO 2013-2030, Negara-negara anggota WHO telah berkomitmen untuk mengurangi tingkat bunuh diri hingga sepertiga kematian pada tahun 2030.
Di tahun 2021 ini, IASP memperingati Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia dengan tema khusus yaitu 'Menciptakan Harapan Melalui Tindakan' (Creating Hope Through Action). Tema ini diangkat sebagai bentuk pengingat bahwa ada alternatif lain selain bunuh diri dan memberikan harapan bagi mereka yang sedang berjuang.
Bunuh diri sangat mungkin dicegah dengan dukungan dari orang-orang sekitar. Melalui sikap dan perhatian terhadap isu ini, seseorang bisa berpeluang menyelamatkan mereka yang hampir putus asa dan hendak bunuh diri.
Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO mengkategorikan isu bunuh diri sebagai masalah kesehatan prioritas di dunia. Mengutip laman resmi WHO, setiap tahun ada 703.000 orang yang telah bunuh diri dan masih banyak orang yang melakukan percobaan serupa. Pada 2019, bunuh diri merupakan penyebab kematian keempat di antara usia 15-29 tahun secara global.
Tindakan bunuh diri banyak dijumpai di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Menurut data pada 2019, lebih dari 77% kasus bunuh diri global berasal dari sana.
Di Indonesia sendiri, pada 2010 angka bunuh diri mencapai 1,6 hingga 1,8 per 100,000 jiwa. Jika tidak ada upaya bersama, maka ada kemungkinan angka tersebut meningkat setiap tahunnya.
Untuk mencegahnya, ada baiknya memperhatikan sejumlah gejala dini, seperti: kesedihan, kecemasan, perubahan suasana perasaan, keresahan (kebingungan), cepat marah, penurunan minat terhadap aktivitas sehari-hari seperti kebersihan, penampilan, makan, sulit tidur, sulit untuk mengambil keputusan, perilaku menyakiti diri sendiri seperti tidak mau makan, melukai diri dan mengisolasi diri.
“Jika kamu punya masalah, carilah bantuan. Menyakiti diri sendiri tak akan membuat masalahmu selesai. Semangat!”