Hadits dan Hukum Menyebarkan Aib Orang Lain Menurut Islam

Hadits dan Hukum Menyebarkan Aib Orang Lain (Foto: Pexels/Keira Burton)

PARBOABOA – Menyebarkan aib orang lain adalah perbuatan yang dapat menimbulkan perselisihan dan permusuhan dalam masyarakat.

Islam sebagai agama yang sempurna, mengajarkan umatnya untuk bersikap amanah dan tidak membuka aib seseorang, agar orang tersebut tidak terhina.

Sebagaimana telah diatur dalam sebuah hadits, dan hukum menutup aib orang lain, Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ سَتَرَ عَوْرَةَ أَخِيهِ الْمُسْلِمِ سَتَرَ اللَّهُ عَوْرَتَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَمَنْ كَشَفَ عَوْرَةَ أَخِيهِ الْمُسْلِمِ كَشَفَ اللَّهُ عَوْرَتَهُ حَتَّى يَفْضَحَهُ بِهَا فِي بَيْتِهِ

Artinya: “Barang siapa yang menutupi aib saudaranya muslim, Allah akan menutupi aibnya pada hari kiamat, dan barang siapa mengumbar aib saudaranya muslim, maka Allah akan mengumbar aibnya hingga terbukalah kejelekannya di dalam rumahnya.” (HR. Ibnu Majah)

Artikel ini akan membahas lebih lanjut tentang hukum menyebarkan aib orang lain menurut Islam, serta mengeksplorasi hadits-hadits yang memberikan pedoman dalam menghadapi situasi semacam ini.

Dengan memahami landasan hukum dan ajaran agama terkait, Anda dapat lebih memahami betapa pentingnya menjaga etika dan moralitas dalam interaksi sosial, sekaligus meresapi nilai-nilai kemanusiaan yang tercermin dalam Islam.

Simak penjelasan lengkapnya berikut!

Apa Itu Aib?

hukum menyebar aib orang

Ilustrasi menyebar aib orang lain (Foto: Pexels/Keira Burton)

Melansir buku Sahabatmu, Kekuatan Jiwamu: Sahabat Sejati Terhitung Jari oleh Rizem Aizid (2015), aib adalah suatu cacat-cela atau kondisi yang tidak baik tentang seseorang, yang apabila kondisi itu diketahui oleh orang lain, maka akan membuat si empunya menjadi malu.

Nah, tahukah Anda bahwa Islam melarang keras umatnya untuk menceritakan aib, baik aib sendiri, lebih-lebih aib orang lain? Dosa menyebarkan aib orang lain sangat berat hukumnya, lho.

Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah SAW, "Semua umatku akan ditutupi segala kesalahannya, kecuali orang-orang yang berbuat maksiat dengan terang-terangan. Berbuat maksiat terang-terangan adalah apabila seseorang berbuat dosa di malam hari padahal sesungguhnya Allah telah menutupinya, tetapi ia berkata (kepada temannya), 'Hai Fulan, tadi malam aku telah berbuat ini dan itu.' Sesungguhnya, Allah telah menutupi dosanya di malam hari sehingga ia semalam dalam keadaan ditutupi aibnya, tetapi kemudian di pagi hari ia sendiri menyingkap tirai penutup Allah dari dirinya." (HR. Muslim)

Logikanya, jika menyebarkan aib sendiri saja dilarang, apalagi hukum menyebarkan aib orang lain? Sebaliknya, Islam mengajarkan untuk menutupinya. Hal ini telah disinggung firman Allah dalam Surat Al-Hujurat Ayat 12:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱجْتَنِبُوا۟ كَثِيرًا مِّنَ ٱلظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ ٱلظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا۟ وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.

Hukum Menyebarkan Aib Orang Lain

hukum menyebar aib orang dalam islam

Ilustrasi menyebar aib orang lain (Foto: Pexels/Yan Krukau)

Melansir buku Para Musuh Allah: Golongan Manusia yang Menjadi Musuh Allah di Akhirat oleh Rizem Aizid (2017), betapa menjijikkannya perbuatan menyebarkan aib orang lain.

Allah SWT sampai mengibaratkan perbuatan menggunjing seperti memakan bangkai saudaranya sendiri.

Firman Allah SWT tersebut memang secara khusus diturunkan sebagai peringatan bagi orang yang senang menyebarkan aib orang lain.

Di sebuah riwayat disebutkan, ada sebagian orang yang menggunjingkan sahabat Rasulullah SAW dari Persia, yaitu Salman al-Farisi.

Mereka membicarakan kebiasaan unik Salman, yaitu tidur dan mendengkur setelah makan. Akibat dari perilaku sebagian orang yang senang menyebarkan aib orang lain termasuk sahabat Rasulullah SAW tersebut, turunlah Surat Al-Hujurat Ayat 12.

Ibnu Mas'ud pernah berkata, "Kami pernah berada di tempat Nabi SAW, tiba-tiba ada seorang laki-laki berdiri meninggalkan majelis, kemudian seorang laki-laki lain menggunjingnya sesudah dia tidak ada, Nabi SAW pun berkata kepada laki-laki itu, 'Bersihkanlah gigimu!' Orang itu bertanya, 'Mengapa harus membersihkan gigi, sedangkan saya tidak makan daging?' Maka, kata Nabi, 'Sesungguhnya engkau telah makan daging saudaramu'." (HR. Thabrani).

Hukum menyebarkan aib orang lain menurut Islam lebih berat dari perumpamaan memakan daging saudara sendiri. Orang yang gemar menggunjing dosanya lebih berat daripada tiga puluh orang pezina.

Dari Anas bin Malik RA, Rasulullah SAW bersabda, "Ketika saya dimi'rajkan, saya melewati suatu kaum yang memiliki kuku dari tembaga sedang mencakar wajah dan dada mereka. Saya bertanya, 'Siapakah mereka ini, wahai Jibril?' Jibril menjawab, 'Mereka adalah orang-orang yang memakan daging manusia (menggunjing) dan melecehkan kehormatan mereka." (HR. Abu Dawud).

Allah SWT juga menerangkan hukuman bagi orang yang gemar menggunjing dalam firman-Nya:

إِنَّ الَّذِينَ تُحِبُّونَ أَن تَشِيعَ الْفَاحِشَةُ فِي الَّذِينَ ءَامَنُوا لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ فِي الدُّنْيَا ج وَالْآخِرَةِ وَاللهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

Artinya: "Sesungguhnya, orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang- orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan akhirat. Dan, Allah mengetahui, sedang, kamu tidak mengetahui." (QS. An-Nuur [24]: 19).

Dosa menyebarkan aib orang lain atau saudara sesama muslim sama dengan berkhianat terhadap saudara seiman. Berkhianat terhadap saudara seiman berarti berkhianat terhadap Allah SWT. Tidak ada balasan bagi orang yang berkhianat terhadap-Nya, kecuali pedihnya siksaan. Na'udzubillah!

Hadits Tentang Menyebarkan Aib

apa hukum menyebar aib orang lain

Ilustrasi menyebar aib orang lain (Foto: Pexels/Ron Lach)

Mengutip buku Para Musuh Allah: Golongan Manusia yang Menjadi Musuh Allah di Akhirat oleh Rizem Aizid (2017), menutup aib merupakan sifat mulia yang sangat dicintai oleh Allah SWT.

Hal ini sebagaimana diterangkan oleh sabda Rasulullah SAW, “Sesungguhnya, Allah SWT bersifat Maha Penyantun, Maha Pemalu, dan Maha Menutupi. Dia menyukai sifat malu dan sifat suka menutupi aib." (HR. An-Nasa'i).

Terkait dengan hadits tersebut, Imam As-Sindi berpendapat, "Allah menjadikannya segala yang buruk, menutupi segala aib, menjadikannya menyukai sifat malu dan sifat suka menutupi aib dari hamba-Nya, agar ia menyandang akhlak-akhlak yang dimiliki Allah SWT."

Dari sini, dapat diketahui bahwa menutupi aib orang lain merupakan suatu perbuatan mulia yang sangat dicintai oleh Allah SWT. Bahkan, Allah SWT. pun menutupi aib orang yang suka menutupi aib orang lain di dunia maupun di akhirat. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah SAW, "Barang siapa menutupi aib seorang muslim, Allah akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat." (HR. Muslim).

Dalam hadits lain yang senada disebutkan, “Wahai orang yang beriman dengan lisannya, tetapi tidak beriman dengan hatinya. Janganlah kamu mengumpat kaum muslimin dan janganlah mengintip aib mereka. Barang siapa yang mengintip aib saudaranya, niscaya Allah akan mengintip aibnya dan siapa yang diintip Allah akan aibnya, maka Allah akan membuka aibnya meskipun dirahasiakan di lubang kendaraannya." (HR. Tirmidzi).

Islam tidak hanya mengajarkan tentang kewajiban menjauhi perilaku merugikan, tetapi juga menggarisbawahi pentingnya berlaku adil, penuh kasih, dan menghormati hak privasi sesama manusia.

Semoga artikel tentang hukum menyebarkan aib orang lain ini dapat menjadi pijakan bagi pembaca untuk lebih menginternalisasi ajaran agama Islam dalam kehidupan sehari-hari.

Sehingga, Anda dapat menjalani interaksi sosial dengan penuh kesadaran etika dan moralitas, serta menghormati martabat setiap individu sebagai bagian dari nilai-nilai universal yang dianut oleh umat Islam.

Editor: Sari
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS