PARBOABOA, Jakarta – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta melaporkan adanya sejumlah ancaman terhadap kebebasan pers saat penutupan patung Bunda Maria di Rumah Doa Sasana Adhi Rasa Santo Yakobus di Padukuhan Degolan, Bumirejo, Lendah, Kulon Progo.
Ketua AJI Yogyakarta, Januardi Husin mengatakan, para jurnalis mendapat intervensi Kepolisian Resor (Polres) Kulonprogo terhadap konten jurnalistik yang memberitakan kasus penutupan patung Bunda Maria.
Dalam acara jumpa pers, Humas Polres Kulon Progo meminta jurnalis untuk membuat berita sesuai narasi yang telah disampaikan Kapolres Kulonprogo AKBP Muharomah Fajarini agar tidak memperkeruh suasana.
“Humas Polres Kulonprogo juga mengatakan tidak semua warga Kulon Progo mempunyai tingkat literasi yang baik sehingga ia khawatir berita yang sebelumnya beredar bisa memengaruhi persepsi masyarakat di Kulon Progo,” ujar Januardi dalam keterangan resmi yang diterima Parboaboa.com, Jumat (24/3/2023).
Selain itu, terdapat juga kasus pelebelan berita hoaks oleh netizen di Twitter, di mana sebuah produk jurnalistik dilabeli dengan stempel hoaks dan narasi yang memprovokasi.
"betapa ngerinya berita ‪@Harian_Jogja .... semua orang sudah menjustifikasi Islam, tak tahunya inisiatif Sendiri...," tulis akun @Jogja_Menyapa.
Menurut AJI Yogyakarta, ancaman-ancaman tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Pers No. 40 Tahun 1999 Pasal 4 ayat (1) yang menyatakan bahwa kebebasan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara. Kemudian Ayat (2) yang menegaskan bahwa pers nasional tidak boleh disensor, dibredel, atau dilarang.
Oleh karena itu, AJI Yogyakarta mengecam intimidasi dan intervensi terhadap proses jurnalistik oleh Humas Polres Kulon Progo dalam peliputan penutupan patung Bunda Maria di Kulon Progo, dan meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk memerintahkan jajarannya untuk menjamin kebebasan pers dan tidak menghambat jurnalis dalam mencari informasi sesuai dengan Pasal 4 UU Pers Nomor 40/1999 tentang Pers.
“Penghalang-halangan kerja jurnalistik diancam pidana penjara 2 tahun dan denda Rp 500.000.000, sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (1) UU Pers,” ujar Januardi.
AJI Yogyakarta juga mengimbau kepada semua pihak untuk menghargai kerja-kerja jurnalistik dan menghormati kebebasan pers di Indonesia. Masyarakat diingatkan untuk tidak melabeli produk jurnalistik dengan stempel hoaks, meneror, mengintimidasi atau melakukan tindakan kekerasan terhadap jurnalis.
“Jika terjadi sengketa pemberitaan, mekanisme penyelesaiannya sudah diatur sesuai Pasal 5 ayat (2) UU Pers Nomor 40/1999, yaitu melalui hak jawab. Pers wajib melayani hak jawab/koreksi,” tegas Januardi.
Terakhir, AJI Yogyakarta meminta kepada jurnalis dan media massa untuk patuh terhadap Kode Etik Jurnalistik dan mengedapankan perspektif HAM dalam pemberitaan kelompok minoritas.
Editor: Sondang