PARBOABOA, Simalungun- Kepolisian Resor (Polres) Simalungun masih memiliki 63 kasus agraria yang menjadi pekerjaan rumah belum terselesaikan. Sepanjang 2022 ada 325 konflik tanah terjadi dan sudah rampung baru 262 perkara.
Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Simalungun, AKBP Ronald F C Sipayung mengatakan, penyelesaikan kasus tersebut berasal dari hasil pemetaan konflik lahan di Wilayah Kabupaten Simalungun.
"Sengketa seperti ini terjadi karena proses sertifikat luas hak guna usaha (HGU) di Indonesia, khususnya di lingkup Pemkab masih banyak yang belum terpetakan," katanya kepada Parboaboa. Sabtu (11/3/2023).
Ronald merinci, dari kasus yang ada saat ini ada lima permasalahan sengketa lahan berpotensi menimbulkan konflik. Sementara yang sudah menjadi konflik ada tiga, yakni di Nagori Bakisat Pandawa lima tanah seluas 105,27 hektare (ha), kemudian HGU PTPN IV Bah Jambi seluas 200 hektare.
"Dan di wilayah konsesi PT Toba Pulp Lestari Tbk seluas 2.050 hektare, yang mana di wilayah-wilayah tersebut masih menjadi permasalahan atau konflik lahan," jelasnya.
Ronald melanjutkan, untuk menyelesaikan konflik lahan dan agraria, pihaknya mencoba dengan melakukan terobosan politik dan hukum, tujuannya agar masyarakat tidak selalu dibenturkan oleh keterbatasan hukum yang seringnya dipaksa melepas hak atas tanah dan wilayahnya. Faktor ekonomi juga ikut mempengaruhi.
"Memang dalam menangani laporan seperti ini kami harus mempertimbangkan beberapa hal, agar tidak terjadi gesekan antar instrumen hukum dijadikan alat untuk membuat gerakan warga tertekan, kemudian warga takut," tuturnya.
Ia menambahkan seluruh pihak, khususnya pemerintah, harus menunjukkan sikap atau kemauan politik yang kuat untuk benar-benar menyelesaikan konflik lahan dan agraria yang telah mengakar selama puluhan tahun ini.
"Kita upayakan sisa konflik pasti diselesaikan dalam waktu dekat," pungkasnya.