PARBOABOA, Jakarta - Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri dan Analisis Transaksi Keungan (PPATK) bekerja sama mengungkap perkara dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari peredaran obat ilegal.
Pengungkapan kasus ini bermula dari penyelidikan kasus seorang perempuan yang meninggal dunia akibat mengonsumsi obat aborsi pada Maret 2021.
Tersangka DP kemudian diamankan karena penjualan obat secara ilegal. Yang lebih mengejutkan kepolisian menemukan 9 rekening bank tersangka dengan jumlah dana yang fantastis, padahal tersangka tidak mempunyai pekerjaan tetap.
"Dari hasil penelusuran terhadap rekening-rekening yang bersangkutan ada 9 bank. Kita telusuri Rp 531 miliar yang dapat kami sita," kata Kabareskrim Komjen Agus Andrianto, Kamis (16/9).
Obat-obat yang dijual tersangka ternyata didatangkan dari luar negeri tanpa Izin Edar dari BPOM. Kemudian ditawarkan kepada pembeli perorangan atau Apotik atau Toko Obat di Jakarta maupun di kota lainnya, menggunakan handphone dan aplikasi Whatsapp.
"Dia juga tidak memiliki keahlian di bidang farmasi. Dia juga tidak memiliki perusahaan yang bergerak di bidang farmasi namun dia menjalankan, mendatangkan obat-obat dari luar tanpa izin edar dari BPOM," ujar Agus.
Selain uang, sejumlah barang bukti juga disita dalam kasus ini antara lain sisa obat yang diedarkan berupa Favipiravir/Favimex jumlah 200 tablet, Crestor 20 mg jumlah 6 pak, Crestor 10 mg jumlah 5 pak, hingga Voltaren Gel 50 mg jumlah 4 pak.
Atas perbuatannya tersangka dijerat Pasal 196 Jo Pasal 98 Ayat (2) dan Ayat (3) dengan Pidana Penjara Paling Lama 10 Tahun dan denda paling banyak RP 1 miliar.