Kediaman Jokowi di Solo Jadi “Tempat Wisata” Sebagian Menteri Kabinet Merah Putih

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menjadi salah satu menteri di Kabinet Merah Putih yang bersilaturahmi ke kediaman Jokowi di Solo. (Foto: Instagram/@bahlillahadalia)

PARBOABOA, Jakarta - Di tengah euforia Lebaran dan semangat rekonsiliasi nasional pasca pemilu, sebuah peristiwa politik kembali menyulut perbincangan publik. 

Sejumlah menteri Kabinet Merah Putih diketahui menyambangi Presiden RI ke-7, Joko Widodo di Solo. 

Kunjungan dimulai oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono pada Jumat (11/04/2025).

Trenggono menyebut kunjungan itu sebagai bentuk penghormatan kepada sosok yang dianggap sebagai atasannya, baik saat menjabat di bawah kepemimpinan Jokowi maupun nantinya di era Prabowo.

Ia mengakui bahwa Jokowi yang pernah menjabat sebagai mantan Presiden itu tetap dianggap "sebagai bos".

Tak lama setelah Trenggono meninggalkan lokasi, giliran Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin yang datang bersama sang istri. Mereka juga menyampaikan ucapan Idulfitri kepada Jokowi dan Iriana.

"Kami datang untuk bersilaturahmi. Pak Jokowi adalah atasan saya, jadi saya dan istri ingin mengucapkan mohon maaf lahir dan batin, sekaligus mendoakan agar beliau dan Ibu Iriana senantiasa diberi kesehatan," tutur Budi dalam sebuah keterangan.

Sebelumnya, pada Kamis (10/04/2025), Menteri Koordinator Bidang Perekonomian sekaligus Ketua Umum PAN, Zulkifli Hasan, lebih dulu mengunjungi kediaman Jokowi di Solo. 

Sementara itu, pada Rabu (09/04/2025) malam, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia bersama keluarganya serta Menteri Kependudukan dan Kepala BKKBN Wihaji juga tampak hadir menyambangi Jokowi.

Bahlil dalam sebuah keterangan menekankan pentingnya merawat keharmonisan dan menciptakan iklim yang kondusif di tengah situasi politik nasional yang terus berkembang. 

Menurutnya, dialog dan pertemuan antar pemimpin bangsa memainkan peran vital dalam menjaga kestabilan tersebut.

Kunjungan-kunjungan tersebut, nyatanya berlangsung saat Presiden Prabowo Subianto tengah melakukan lawatan ke Turki dan negara-negara Timur Tengah pada 9-15 April 2025.

Bagi sebagian kalangan, kunjungan yang diklaim sebagai silaturahmi biasa itu tak sesederhana yang tampak di permukaan. Ia mengandung pesan politik tertentu. 

Politikus PKS, Mardani Ali Sera, bahkan melontarkan peringatan keras agar jangan sampai ada “matahari kembar” dalam tubuh Kabinet Merah Putih.

Istilah “matahari kembar” bukan sekadar retorika politik. Ia adalah metafora dari kekacauan arah, dominasi ganda, dan kekaburan kepemimpinan. 

Dalam konteks negara, dua matahari berarti dua poros kekuasaan yang saling tarik menarik pengaruh dan itu berbahaya. 

Bukan hanya bagi stabilitas pemerintahan, tapi juga bagi kepercayaan publik terhadap siapa yang sebenarnya memegang kendali arah bangsa.

Tentu saja, Partai Golkar buru-buru menepis kekhawatiran tersebut. Mereka menyebut kunjungan itu murni dalam semangat Lebaran, sebuah tradisi mengunjungi tokoh yang dituakan. 

Namun pernyataan ini dinilai terlalu naif jika tidak diiringi refleksi atas konteks waktu, aktor, dan dinamika kekuasaan hari ini.

Sejarah Indonesia tak kekurangan kisah di mana bayang-bayang kekuasaan lama terus mengintai pemerintahan baru, sehingga menciptakan friksi internal dan keputusan yang tidak seragam. 

Menurut Mardani, jika para menteri masih merasa punya “dua bos,” maka loyalitas menjadi kabur, dan efektivitas pemerintahan akan terancam.

Lebih ironis lagi, pungkasnya, kejadian tersebut berlangsung ketika pemerintahan Prabowo belum benar-benar berjalan. Belum ada kebijakan konkret yang dijalankan, namun gejala tarik-menarik kepentingan sudah mulai terlihat.

Mardani memaklumi bahwa silaturahmi memang bagian dari budaya masyarakat Indonesia. Tapi ketika silaturahmi melibatkan aktor kekuasaan, ia tak lagi steril dari tafsir politik. 

Apalagi jika dilakukan berjamaah oleh para menteri, tanpa kejelasan mandat, dan terjadi dalam masa transisi yang belum stabil. Sinyal politik bisa jadi tak diucapkan, tapi cukup jelas terbaca.

Tak Lazim

Pengamat politik Ray Rangkuti menyoroti kunjungan sejumlah menteri ke kediaman Presiden Joko Widodo sebagai sesuatu yang tak biasa. 

Ia menyebutkan, sejumlah menteri yang berkunjung ke kediaman Jokowi tampak memanfaatkan momen ketika Prabowo Subianto sedang berada di luar negeri untuk menemui Jokowi dengan lebih leluasa.

"Kunjungan beberapa menteri Pak Prabowo ke rumah Pak Jokowi saat kunjungan Pak Prabowo ke luar negeri tak dapat dilihat hanya sebagai kunjungan biasa," ujar Ray dalam sebuah keterangan, Minggu (13/04/2025) malam.

Menurut Ray, waktu pertemuan itu terkesan strategis, mengingat dilakukan ketika Prabowo tengah melakukan lawatan internasional. 

"Hal ini seperti memanfaatkan peluang ketidakberadaan Pak Prabowo di dalam negeri untuk berkunjung ke Solo. Tanpa bayang-bayang keberadaan Pak Prabowo, maka pertemuan itu akan terasa lebih bebas," jelasnya.

Ray juga menilai bahwa hubungan personal antara Jokowi dan para menteri tersebut cukup erat, mengingat mereka pernah menjadi bagian dari kabinet pada periode kedua pemerintahan Jokowi. 

Bahkan, dalam pertemuan itu, Trenggono dan Budi Gunadi secara langsung menyebut Jokowi sebagai “bos”.

"Pernyataan mantan bos dan menyampaikan hasil-hasil kerja menunjukan ikatan yang masih dekat antara para menteri itu dengan Pak Jokowi. Bahkan pernyataan menyampaikan hasil-hasil kerja seperti membuat laporan tentang kinerja mereka kepada Pak Jokowi," ungkap Ray.

Ia pun menilai, dalam konteks pemerintahan saat ini, hal tersebut cukup janggal. Hal yang semula tidak jarang dilakukan menteri di kabinet Jokowi ke presiden terdahulu, Susilo Bambang Yudhoyono. 

"Dalam hal apapun, laporan kinerja sudah sepatutnya disampaikan ke Pak Prabowo dan ke rakyat. Maka menjadi aneh, menteri dengan sengaja datang ke Solo untuk menjabarkan langkah-langkah yang sudah dan tengah mereka lakukan. Tentu, hal ini, tidak lazim," pungkasnya.

Editor: Defri Ngo
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS