PARBOABOA, Jakarta – Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan enam korporasi sebagai tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi besi atau baja, baja paduan, dan produk turunannya tahun 2016-2021.
Keenam tersangka korporasi itu adalah PT Bangun Era Sejahtera, PT Duta Sari Sejahtera, PT Inti Sumber Bajasakti, PT Jaya Arya Kemuning, PT Perwira Aditama Sejati, dan PT Prasasti Metal Utama.
"Sebagai tersangka tindak pidana korupsi impor besi atau besi dan produk turunannya 2016 -2021," kata Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda bidang Pidana Khusus Supardi kepada wartawan, Selasa (31/5).
Supardi mengatakan dalam kurun waktu tahun 2016-2021, masing-masing dari keenam tersangka korupsi tersebut mengajukan importasi besi atau baja paduan melalui Perusahaan Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK) Meraseti Logistik Indonesia milik BHL.
Untuk meloloskan proses impor tersebut, tutur Supardi melanjutkan, tersangka BHL dan T mengurus Surat Penjelasan (Sujel) di Direktorat Impor pada Dirjen Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan melalui tersangka Tahan Banurea atau TB yang menjabat sebagai Kasubag TU Direktorat Impor Periode 2017-2018.
Hal tersebut dilakukan oleh BHL dan T untuk mengeluarkan besi atau baja dan baja paduan dari Pelabuhan/ dari Wilayah Pabean, seolah-olah impor tersebut untuk kepentingan proyek Strategis Nasional yang dikerjakan oleh perusahaan BUMN.
Adapun beberapa perusahaan BUMN yang disebutkan oleh Supardi adalah
PT Waskita Karya (Persero) Tbk, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, PT Nindya Karya (Persero), dan PT. Pertamina Gas (Pertagas).
"Dengan Sujel tersebut maka pihak Bea dan Cukai mengeluarkan besi atau baja dan baja paduan yang diimpor oleh keenam Tersangka Korporasi," kata Supardi.
Berdasarkan Surat Penjelasan yang diterbitkan Direktorat Impor pada Ditjen Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan maka importasi besi atau baja dan baja paduan dari China yang dilakukan oleh keenam tersangka korporasi dapat masuk ke Indonesia melebihi dari kuota impor dalam PI (Persetujuan Impor) yang dimiliki oleh keenam tersangka korporasi.
"Setelah besi atau baja dan baja paduan masuk ke wilayah Indonesia, keenam tersangka korporasi menjual ke pasaran dengan harga yang lebih murah daripada produk lokal sehingga produk lokal tidak mampu bersaing," tuturnya.
Oleh karena itu, Kejagung menilai perbuatan keenam tersangka itu menimbulkan kerugian Sistem Produksi dan Industri Besi Baja Dalam Negeri, atau kerugian perekonomian negara.
Dalam kasus ini, keenam tersangka tersebut telah melanggar ketentuan UU Pasal 54 ayat 3 UU nomor 7 tahun 2014 tentang perdagangan dan salah satunya dengan perizinan impor dari menteri perdagangan.
Atas perbuatannya, para tersangka diduga melanggar ketentuan asal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selain itu, Pasal 3 atau Pasal 4 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.