Kasus Kematian Akibat Covid-19 di Shanghai Terus Naik, Warga Beijing Panic Buying

Seorang petugas keamanan di pintu masuk gedung perkantoran di Beijing, China, berjaga sambil memperhatikan sejumlah pegawai memindai status kesehatan mereka melalui ponsel. AP

PARBOABOA, Pematangsiantar - Kasus Covid-19 di China terus bertambah, terutama di  dua kota terbesar, Shanghai dan Beijing, yang memaksa pemerintah memberlakukan lockdown ketat bagi warganya. 

Di Shanghai, berdasarkan data yang dirilis Senin (25/4/2022), kasus kematian akibat Covid-19 ada penambahan 51 korban meninggal sepanjang hari Minggu. Angka kasus kematian tersebut naik dibandingkan laporan Sabtu, yakni 39 orang. 

Dengan demikian kasus kematian akibat Covid-19 di Shanghai telah mencapai 138 orang sejak 8 hari terakhir. 

Lonjakan kasus kematian ini cukup mengejutkan, padahal pada 3 pekan pertama wabah di kota pusat keuangan China tersebut tak ada laporan korban meninggal.

Komisi Kesehatan Kota Shanghai pada Senin juga melaporkan penambahan kasus infeksi virus corona tak bergejala sebanyak 16.983 orang, turun dibandingkan data pada Minggu yakni 19.657.

Sementara itu penambahan kasus infeksi bergejala mencapai 2.472 orang, naik signifikan dibandingkan hari sebelumnya 1.401 penderita.

Shanghai merupakan kota terpadat di China dan pusat ekonomi paling penting. Kota ini sedang memerangi wabah terbesar di negara itu sejak virus corona pertama kali ditemukan di Kota Wuhan pada akhir 2019.

Warga Shanghai hidup dalam lockdown ketat selama sebulan terakhir, memicu frustrasi karena wabah tak kunjung membaik. 

Akses untuk mendapatkan makanan dan obat-obatan semakin sulit. Tenaga yang dimiliki supermarket terbatas untuk mengantar pesakan bahan makanan ke jutaan penduduk.

Lockdown di Shanghai juga memperburuk perekonomian China di mana industri terganggu oleh rantai pasokan yang kacau serta kesulitan yang dihadapi penduduk untuk kembali bekerja.

Otoritas Shanghai memberlakukan tes Covid-19 setiap hari serta mempercepat transfer kasus positif ke fasilitas terpusat guna mencegah penularan di luar area karantina. Meski demikian langkah-langkah itu belum bisa menekan kasus kematian.

Dalam sepekan terakhir, pihak berwenang mengevakuasi seluruh warga, termasuk mereka yang tidak terinfeksi, dengan alasan disinfeksi tempat tinggal.

Sementara itu otoritas kesehatan Beijing memberlakukan lockdown terhadap belasan gedung tempat tinggal di Chaoyang, distrik terbesar ibu kota China. Langkah ini diambil setelah temuan 22 kasus infeksi Covid-19 pada Sabtu lalu. 

Distrik berpenduduk 3,45 juta jiwa itu juga akan mewajibkan semua warganya serta penduduk lain yang bekerja di daerah tersebut untuk menjalani tiga kali tes Covid-19 dalam sepekan.

Mereka yang dinyatakan terpapar virus corona adalah pelajar, kelompok turis berusia lanjut, dan pekerja dekorasi interior. Semuanya diketahui sempat mengunjungi beberapa tempat sebelum dinyatakan positif Covid-19.

Wakil Direktur Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kota Beijing Pang Xinghuo mengatakan, risiko penyebaran virus menjadi sangat tinggi. Jumlah kasus infeksi diperkirakan akan meningkat dalam beberapa hari mendatang.

Terkait pengumuman ini terjadi panic buying. Warga berburu bahan makanan pada Minggu malam untuk menimbunnya karena khawatir lockdown ketat benar-benar diterapkan seperti terjadi di Shanghai.

Seorang warga yang enggan menyebutkan identitasnya membawa lima karung beras dan tiga botol minyak goreng beserta bahan pokok lainnya di troli belanja.

“Lockdown bisa terjadi dalam beberapa hari. Begitu kata orang-orang. Tapi pastinya kami belum tahu,” ujarnya.

Editor: -
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS