Komnas PA Pertanyakan Mengapa Terdakwa Julianto Eka Putra Tak Ditahan

Julianto Eka Putra, Terdakwa Pelecehan Seksual (bewarajabar.com)

PARBOABOA – Nama Julianto Eka Putra ramai diperbincangkan sejak korban pelecehan seksual angkat suara di podcast Close The Door milik Deddy Corbuzier pada Rabu (6/7/2022).

Julianto dikenal sebagai seorang pendiri SMA Selamat Pagi Indonesia (SPI) Kota Batu, Malang, seorang motivator, serta pebisnis. Namanya pernah di atas angin, saat kisah hidup inspiratifnya diangkat dalam sebuah film layar lebar berjudul “Say I Love You”.

Dalam kanal YouTube Deddy Corbuzier tersebut, korban mengaku telah diperkosa Julianto sebanyak 15 kali. Sayangnya, saat itu korban enggan melaporkan aksi bejatnya karena takut dengan sosok Julianto yang merupakan orang terpandang.

“Saya takut, tidak bisa melawan. JE selalu mengatakan jika saya melawan saya tidak akan jadi orang. Hanya dia yang bisa membuat saya jadi orang, bisa jadi pengusaha,” kata korban, Rabu (6/7/2022).

Pada tahun 2021, akhirnya bersama dengan 40 korban lainnya, mereka melaporkan Julianto ke Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) dengan membawa bukti rekaman CCTV.

“Jadi suatu hari ada rekaman CCTV di hotel milik JE yang memperlihatkan JE masuk ke salah satu kamar. Di kamar tersebut ada kakak kelas kami, dan dia mengaku diperkosa. Dari rekaman itu akhirnya kami memberanikan melapor ke Komnas PA,” jelas korban.

Komnas PA kemudian melaporkan Julianto Eka Putra ke Polda Jatim pada 29 Mei 2021. Sejak laporan tersebut dibuat, mantan siswi SPI angkat suara dan mengaku pernah menjadi korban dari Julianto.

Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait, Mempertanyakan Keputusan Hakim tak menahan terdakwa kekerasakan seksual tersebut.

“Nah lagi-lagi setelah terdakwa, ternyata Julianto tidak ditahan. Padahal wajib untuk ditahan hukumnya. Supaya apa? Supaya tidak menghilangkan barang bukti, tidak melarikan diri, kemudian tidak mempengaruhi saksi," ujar Arist.

Saat Arist mempertanyakan kepada Polda Jatim terkait alasan mengapa Julianto tidak ditahan, Polda Jatim mengatakan yang bersangkutan dianggap kooperatif.

"Tidak ditahan dan tidak ditangkap oleh Polda Jatim karena dianggap kooperatif. Kooperatif yang bagaimana? Mau kooperatif, mau apapun itu karena ancamannya di atas 5 tahun harus ditahan," kata Arist.

Arist juga membeberkan bahwa korban tidak hanya dilecehkan di lingkungan sekolah. Melainkan juga dilecehkan di luar negeri. Julianto membawa para korbannya ke luar negeri dengan dalih mendapatkan penghargaan prestasi.

"Mereka itu dibuat kamuflase lah seperti itu. Hadiah kepada anak-anak yang dianggap prestasi oleh Julianto. Dibawalah jalan-jalan ke Singapore, dibawalah jalan-jalan ke Malaysia, dibawalah jalan-jalan naik kapal pesiar, dibawa ke Eropa dan sebagainya. Tetapi terjadilah peristiwa di sana di luar negeri juga. Bahkan di rumah pribadi pelaku," kata Arist.

Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Kota Batu menjerat Julianto dengan pasal alternatif. Julianto terancam hukuman penjara minimal 3 tahun dan maksimal 15 tahun.

Julianto didakwa dengan sejumlah pasal yaitu, Pasal 81 ayat 1 jo Pasal 76 D Undang-Undang tentang Perlindungan Anak, juncto Pasal 64 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Kemudian, Pasal 81 ayat 2 UU tentang Perlindungan Anak, juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP, Pasal 82 ayat 1, juncto Pasal 76e UU Perlindungan Anak, juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP dan Pasal 294 ayat 2 ke-2 KUHP, juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Editor: -
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS