Cegah Hoax Saat Kampanye, KPU Pematang Siantar Wajibkan Peserta Pemilu Mendaftarkan Akun Medsos

KPU Pematang Siantar wajibkan peserta pemilu mendaftarkan akun medsosnya untuk mencegah hoax. (Foto: PARBOABOA/ Rizal Tanjung)

PARBOABOA, Pematang Siantar – Saat ini, media sosial (medsos) tengah digandrungi sebagai alat kampanye yang efektif untuk menyampaikan pesan, memobilisasi massa, dan berinteraksi dengan pemilih.

Namun, hal ini dikhawatirkan dapat memicu penyebaran informasi hoax, merusak integritas dalam pemilihan, dan menciptakan ketidakadilan dalam kompetisi politik.

Untuk itu, para peserta pemilihan umum (Pemilu) diminta untuk mendaftarkan akun media sosial resmi yang digunakan untuk kampanye ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Divisi Perencanaan Data dan Informasi KPU Pematang Siantar, Dedi Rahman Harahap, menjelaskan bahwa hanya akun terdaftar yang dianggap resmi melakukan kampanye.

Setelah masa kampanye berakhir, akun tersebut tidak boleh digunakan untuk berkampanye lagi.

Kendati demikian, kata Dedi, hingga Rabu (8/11/2023), belum satu pun peserta pemilu yang mendaftarkan akun media sosialnya.

"Kami menunggu paling lama seminggu sebelum masa kampanye," tegasnya kepada PARBOABOA, Rabu (8/11/2023).

Sementara itu, Koordinator Divisi Humas Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Pematang Siantar, Frenki Dermanto Sinaga, menyatakan bahwa pihaknya akan mengawasi akun media sosial yang terdaftar dan resmi sesuai dengan surat yang diterima dari KPU.

Jika terdapat akun kampanye tak resmi, Bawaslu akan meminta Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Pematang Siantar untuk menonaktifkannya.

Medsos Jadi Alat Kampanye Alternatif

Aisah Putri, Pengamat Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), menyatakan bahwa media sosial bisa menjadi alternatif baru untuk kampanye di luar media mainstream.

"Kelebihannya mencakup penyebaran yang masif dalam waktu singkat, memudahkan pemilih untuk mendapatkan informasi tentang kandidat, dan mempercepat akses informasi publik," katanya pada PARBOABOA Kamis (9/11/2023).

Namun, Aisah menilai bahwa media sosial juga dapat membawa dampak negatif berupa penyebaran kampanye hitam dan hoaks yang dapat merugikan banyak pihak.

"Hal ini tidak hanya merugikan citra kandidat, tetapi juga menyesatkan pemilih dengan misinformasi," tambahnya.

Aisah menuturkan, terdapat dua cara untuk mencegah dampak negatif dari media sosial sebagai alat kampanye.

Pertama, perlunya klarifikasi atas berita bohong dan kampanye hitam oleh berbagai pihak, termasuk peserta pemilu, media dan masyarakat sipil.

Kedua, adanya pengawasan menyeluruh terhadap berita dan materi kampanye di media sosial, dengan tindak lanjut serius pada jalur hukum jika melanggar aturan.

"Upaya pencegahan ini membutuhkan sinergi dari seluruh elemen masyarakat, peserta pemilu, penyelenggara pemilu, aparat hukum dan media," ujarnya.

Menurut Aisah, dengan adanya langkah tersebut, media sosial dapat menjadi alat kampanye yang efektif tanpa mengorbankan integritas dan keadilan dalam kompetisi politik.

Editor: Atikah Nurul Ummah
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS