PARBOABOA – Kutek atau nail polish adalah salah satu produk kecantikan yang telah menjadi bagian penting dalam rutinitas perawatan tangan dan kuku bagi banyak wanita.
Namun, bagi umat Islam yang wajib melaksanakan sholat 5 waktu, muncul pertanyaan yang relevan, yaitu apakah kutek halal untuk sholat menurut Islam?
Masalah ini mengundang perdebatan dalam masyarakat Muslim, dengan berbagai pandangan yang berbeda.
Merujuk pada sabda Nabi Muhammad SAW yang berbunyi:
الْÙÙطْرَة٠خَمْسٌ الْخÙتَان٠وَالÙاسْتÙØْدَاد٠وَقَصّ٠الشَّارÙب٠وَتَقْلÙيم٠الْأَظْÙَار٠وَنَتْÙ٠الْآبَاطÙ
Artinya: "(Sunnah) fitrah ada lima, yaitu: khitan, mencukur bulu kemaluan, mencukur bulu ketiak, memendekkan kumis, dan memotong kuku." (HR Bukhari dan Muslim).
Dalam hadis ini, Nabi Muhammad SAW menegaskan merawat kuku termasuk dalam lima sunnah fitrah yang dianjurkan untuk dilakukan.
Namun, masalah timbul ketika kuku diberi lapisan kutek. Beberapa pandangan menganggap kutek sebagai hambatan dalam menjalani ibadah shalat, terutama saat mengambil air wudhu. Lapisan kutek yang tebal dapat menghalangi air wudhu.
Lalu, bagaimana caranya bagi kaum muslimah yang ingin merawat dan menghias kukunya? Dan bagaimana hukum yang mengaturnya? Penjelasan selengkapnya dapat dibaca pada ulasan di bawah ini.
Hukum Memakai Kutek dalam Islam
Hukum memakai kutek dalam Islam adalah suatu masalah yang memicu perbedaan pendapat di antara para ulama.
Pandangan berkaitan dengan penggunaan kutek halal atau tidaknya pada saat melaksanakan ibadah shalat, yang merupakan kewajiban dalam agama Islam, sangat bervariasi.
Melansir buku Fikih untuk Milenial oleh Moh. Mufid (2021), salah satu dalil yang paling sering digunakan untuk menjelaskan hal tersebut adalah riwayat yang diungkap oleh Aisyah RA tentang pertemuan Nabi Muhammad SAW dengan wanita di balik layar.
Kali ini, Nabi berhenti sejenak sebelum menerima surat wanita tersebut. Ia pun menanyakan apakah tangan itu milik perempuan atau laki-laki. Ketika dia menjawab bahwa itu adalah tangan seorang wanita, Nabi berkata:
“Seandainya tangan wanita, niscaya dia akan menghiasi kukunya (mewarnai) dengan pewarna (hena).”
Sekilas kisah di atas, menunjukkan bahwa Nabi seakan kaget melihat tangan wanita yang kukunya tidak di warnai. Dari situ, dapat dipahami, bisa jadi tradisi saat itu kuku wanita kebanyakan dihias dengan pewarna.
Oleh sebab itu, hukum mewarnai kuku sejatinya mubah (boleh), bahkan jika itu dibutuhkan untuk memperindah tangan dan menyenangkan suaminya bisa sangat dianjurkan.
Hanya saja, yang perlu digaris bawahi adalah material pewarnanya. Kutek yang digunakan harus dari bahan yang tidak Najis (kutek halal) dan jangan sampai cat warnanya tidak tembus air, sehingga menghalangi anggota wudhu terbasuh oleh air.
Karena jika air wudhu tidak tembus sampai kuku, maka wudhunya tidak dianggap sah secara fikih. Dalam konteks ini, perlu berhati-hati dalam menggunakan kutek yang bersifat permanen dan menghalangi tembusnya air.
Banyak umat Islam lebih memilih untuk tidak menggunakan kutek selama shalat untuk menghindari keraguan dan untuk memastikan bahwa ibadah mereka dilaksanakan sesuai dengan tuntunan agama.
Hukum Memakai Kutek saat Shalat
Masalah apakah kutek halal diperbolehkan atau tidak dipakai saat shalat dalam Islam juga dapat bervariasi tergantung pada jenis kutek yang digunakan dan pendapat ulama.
Melansir buku M. Quraish Shihab Menjawab 1001 soal Keislaman yang Patut Anda Ketahui, dijelaskan bahwa menurut berbagai ulama, bila pewarna kuku atau kuteks yang digunakan menghalangi air dari kuku, maka wudhunya tidak dianggap sah.
Namun, pandangan yang berbeda ditemukan dari pandangan ulama mazhab Maliki mengenai pernyataan M. Quraish Shihab barusan tentang kutek halal atau tidak.
Mengutip buku Al-Din al-Khâlis oleh Syaikh Muhammad Khattab, disebutkan bahwa dalam pandangan ulama mazhab Maliki, jika seandainya yang berwudhu itu memakai cincin yang sempit, sehingga air tidak dapat menyentuh kulit yang dilingkari cincin itu, maka dia tidak wajib menggerakkannya agar air menyentuhnya.
Demikian pula, dengan hiasan-hiasan lain, seperti gelang dan sebagainya. Pandangan ini mengantarkan ahli hukum Islam untuk menganalogikan kuteks yang menghalangi tersentuhnya air ke kuku, dengan cincin yang sempit. Jika cincin yang sempit dibenarkan untuk tidak tersentuh air, maka kuteks pun demikian.
Hal itu memiliki arti bahwa itu semua tergantung bahan yang digunakan dari pembuatan kutek tersebut. Berikut beberapa hal yang perlu dipertimbangkan:
1. Bahan-bahan Kutek
Ciri-ciri kutek halal untuk sholat ialah kutek tidak mengandung bahan-bahan yang diharamkan dalam Islam, seperti alkohol atau bahan-bahan hewan yang tidak halal, maka penggunaannya akan dianggap tidak halal.
2. Wudhu (Ablusi) dan Shalat
Kutek yang menghalangi air saat melakukan wudhu sebelum shalat dapat menjadi masalah. Jika kutek menghalangi air mencapai kulit, terutama kuku, maka ini dapat mempengaruhi sahnya wudhu dan shalat.
3. Kemampuan Melakukan Wudhu dengan Baik
Dalam beberapa pandangan, jika seseorang dapat melakukan wudhu dengan baik dan memastikan bahwa air mencapai semua bagian yang diperlukan, penggunaan kutek halal mungkin diizinkan.
4. Perbedaan Pendapat Ulama
Seperti banyak masalah dalam Islam, terdapat perbedaan pendapat di antara ulama mengenai hukum kutek. Beberapa ulama mungkin lebih ketat dalam menilai penggunaan kutek, sedangkan yang lain mungkin lebih longgar.
Selain itu, penting untuk memahami bahwa ibadah shalat dalam Islam adalah salah satu ibadah yang paling penting, dan menjalankannya dengan benar adalah kewajiban.
Oleh karena itu, banyak umat Islam yang lebih memilih untuk tidak menggunakan kutek halal untuk sholat agar tidak ada keraguan atau gangguan dalam ibadah mereka.
Keputusan akhir tentang penggunaan kutek saat shalat akan tergantung pada interpretasi dan keyakinan individu. Jika seseorang merasa bahwa penggunaan kutek tidak akan menghalangi pelaksanaan wudhu dan shalat dengan benar, maka itu mungkin dapat diterima.
Namun, untuk pertanyaan yang lebih rinci atau untuk mencari pandangan yang lebih akurat, sebaiknya berkonsultasi dengan seorang ulama yang dipercayai atau otoritas agama setempat.
Beberapa berpendapat bahwa penggunaan kutek halal tidak membatalkan shalat jika dihindari kontak dengan air, sementara yang lain mungkin lebih konservatif dalam menilai hal ini.
Oleh karena itu, keputusan akhir tentang apakah penggunaan kutek dianggap sah atau tidak selama shalat akan tergantung pada interpretasi dan keyakinan individu. Hal terpenting adalah menjalankan ibadah dengan kesungguhan hati dan menjaga kualitas spiritualitas selama shalat.
Dengan begitu, setiap individu dapat merasa lebih dekat dengan Allah, meskipun dalam perbedaan pendapat yang mungkin muncul dalam masalah kecil seperti penggunaan kutek.
Editor: Sari