Masyarakat Pertanyakan Kepastian Pembangunan Pabrik Pengolahan Sampah di Pematang Siantar, Pengamat: Jangan yang Banyak Mudaratnya

Sejumlah warga memilah-milah sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Tanjung Pinggir, Siantar Martoba, Kota Pematang Siantar. (Foto: PARBOABOA/ Putra Purba)

PARBOABOA, Pematang Siantar - Masyarakat mempertanyakan kepastian Pemerintah Kota (Pemko) Pematang Siantar, Sumatra Utara yang disebut akan mendirikan pabrik pengolahan sampah yang rencananya akan dibangun berdekatan dengan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Tanjung Pinggir yang sudah kelebihan kapasitas menampung sampah-sampah masyarakat.

Salah seorang warga dari Kelurahan Tanjung Pinggir, Kecamatan Siantar Martoba, E. Panjaitan (40) bahkan mempertanyakan kontribusi masyarakat dari pendirian pabrik pengolahan sampah tersebut.

"Jika pada akhirnya pendirian terealisasi, kontribusi apa yang bisa diperoleh masyarakat dari pendirian pabrik ini? Jika output-nya untuk meningkatkan PAD (pendapatan asli daerah) dan lapangan kerja itu harus jelas menguntungkan masyarakat," ujarnya kepada PARBOABOA, Sabtu (22/7/2023).

Panjaitan juga mengingatkan pemerintah untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat terkait rencana pembangunan pabrik pengolahan sampah tersebut.

"Harusnya disosialisasikan. Pembebasan lahannya seperti apa dan lain sebagainya. Masyarakat dikumpulkan dan diberikan edukasi, agar masyarakat tahu apa yang mereka dapat setelah pabrik itu dibangun," ucapnya.

Panjaitan khawatir, kelestarian lingkungan di sekitar Tanjung Pinggir rusak imbas pendirian pabrik pengolahan sampah. Apalagi pabrik pengolahan sampah biasanya lebih fokus pada keuntungan finansial, bukan keadilan lingkungan. Masyarakat juga ingin ada ganti rugi yang sepadan jika nantinya pabrik jadi dibangun.

"Bagi kami (masyarakat) pastinya ada keuntungan atau ganti rugi yang sepadan, jangan hanya imbas kerusakan lingkungan dilimpahkan ke masyarakat. Sementara keuntungan dinikmati kelompok-kelompok tertentu saja," tegasnya.

Sementara itu Pengamat Sosial Sumatra Utara (Sumut), Kristian Redison Simarmata mengatakan, program penanganan sampah yang dilakukan dengan cara mendirikan pabrik pengolahan sampah harus memperhatikan keuntungan yang berbasis bagi masyarakat Pematang Siantar, khususnya yang bertempat tinggal di sekitar TPA Tanjung Pinggir.

"Jangan banyak kali mudaratnya bagi masyarakat, karena jika lokasi dan analisis dampak lingkungan terjadi penyimpangan justru akan melahirkan masalah baru bagi penduduk di sekitar yang bisa berujung pada keresahan masyarakat akibat bau sampah dan gangguan lingkungan lainnya," ujarnya, Sabtu (22/7/2023).

Tumpukan sampah di TPA Tanjung Pinggir sudah kelebihan kapasitas. (Foto: PARBOABOA/Putra Purba) 


Kristian mengatakan, program pendirian pabrik sampah atau secara langsung mengarah pada pengolahan limbah sampah sesuai dengan ketentuan peraturan Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Dalam aturan itu, pemerintah kabupaten/kota harus mengedepankan keterlibatan masyarakat dan unsur lain dalam proses pembangunan, pengolahan dan penanganan yang keberlanjutan.

"Namun, jika menginginkan persoalan sampah seharusnya diselesaikan dari hulu, yaitu sampah rumah tangga dan pemukiman warga, untuk memaksimalkan fungsi TPSS (tempat pembuangan sampah sementara) di setiap lingkungan dan kelurahan beserta perangkat aparatur yang bersentuhan langsung dengan masyarakat untuk benar-benar bekerja maksimal mendukung program ini," tegasnya.

Selain itu, Kristian mengingatkan pemerintah untuk memastikan persiapan berbagai dokumen dan koordinasi lintas dinas, sehingga administrasi agar tidak bermasalah dengan hukum.

"Persoalan sertifikasi gedung, dokumen AMDAL dan standarisasi mutu pengolahan sampah adalah persyaratan dan dokumen utama yang harus teraktualisasi dengan baik," katanya.

Pemko Pematang Siantar, lanjut dia, harus melakukan sosialisasi secara konsisten hingga ke level pemerintahan terdekat dengan masyarakat, sekaligus memberikan edukasi dan sosialisasi secara berkelanjutan untuk mendorong perubahan mindset masyarakat yang sering membuang sampahnya secara sembarangan dan pembentukan kesadaran hidup yang bersih sejak usia dini.

"Sehingga pengelolaan sampah yang minimal memiliki skema pengolahan sampah dengan pola 3R (reduce, reuse, recycle) atau disebut TPS- 3R, dimana upaya tersebut membangun infrastruktur sampah harus lebih didasarkan pada berbasis masyarakat," tutupnya.

Sampah Plastik di Pematang Siantar Capai 8.812 Ton di 2022

Jumlah sampah plastik di Pematang Siantar pada 2022 mencapai 8.812 ton. (Foto: PARBOABOA/Putra Purba) 


Kepala Bidang (Kabid) Pengelolaan Sampah dan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (LB3) Kota Pematang Siantar, Manotar Ambarita mengaku rencana pendirian pabrik pengolahan sampah akan fokus pada penggunaan sampah plastik dan elektronik.

"Apalagi saat ini, jumlah sampah plastik hingga akhir 2022 mencapai 8.812 ton, dan estimasi peningkatan hingga saat ini (periode  Januari-Juli tahun 2023) sampai 5 persen atau tambahan sekitar 4.200 ton," jelasnya.

Manotar mengungkapkan, pendirian pabrik pengolahan sampah merupakan tindak lanjut pertemuan dengan pengusaha dari Perhimpunan Indonesia Tionghoa (INTI) dalam pengembangan dan penyusunan masterplan smart city (kota cerdas) Kota Pematang Siantar pada tanggal 3 Juli 2023.

"Pabrik rencana akan berada di sekitar TPA (Tanjung Pinggir) yang saat ini sudah overload kapasitasnya. Tujuannya bagaimana sampah dapat dipergunakan dan dapat diolah menjadi komoditas yang dapat digunakan kembali sebagai sumber daya bernilai ekonomi termasuk untuk kemasan botol plastik PET dan paving block," tuturnya.

Editor: Kurniati
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS