Mengenal Sejarah Perekonomian Kota Medan Lewat Warenhuis

Gedung Warenhuis bangunan tua peninggalan Belanda yang menjadi penggerak roda perekonomian masyarakat Medan di awal abad ke-20. (Foto: PARBOABOA/Ilham Pradilla)

PARBOABOA, Medan - Kota Medan di Sumatra Utara memiliki banyak bangunan tua peninggalan Belanda yang menjadi penggerak roda perekonomian masyarakat di awal abad ke-20.

Salah satu yang terkenal yaitu Gedung Warenhuis yang terletak di persimpangan Jalan Hü'tenbach (sekarang bernama Jalan Ahmad Yani) dan Jalan Hindu Straat (Jalan Hindu) di Kelurahan Kesawan, Kecamatan Medan Barat, Kota Medan.

Gedung yang sudah berusia 103 tahun ini berbentuk huruf L, yang dibangun dengan desain klasik Eropa.

Banyak pilar kokoh dengan jendela dengan berteknik patri di dalamnya, ciri khas bangunan Eropa di masa itu.

Warenhuis sendiri berasal dari bahasa Belanda yang artinya "toko serba ada". Sesuai namanya, Warenhuis layaknya supermarket yang menjual segala jenis bahan kebutuhan sehari-hari.

Sejarawan Muda Kota Medan, M Azis Risky Lubis lantas menceritakan sejarah pembangunan Gedung Warenhuis tersebut.

Warenhuis dibangun pada tahun 1916 oleh perusahaan dari Belanda bernama N. V. Hü'tenbach.

Perusahaan ini sebelumnya berdiri di Belanda yang kemudian berkembang di berbagai negara jajahannya termasuk Indonesia.

"N. V. Hü'tenbach merupakan perusahaan terbatas yang didirikan sejak tahun 1875 di Negeri Belanda,” kata Azis kepada Parboaboa.

Pada 1916, pusat perusahaan N. V. Hü'tenbach di Belanda menunjuk langsung G. BOS sebagai arsitektur pembangunan supermarket Warenhuis di Sumatra Timur yang saat ini bernama Sumatra Utara, Kota Medan.

"N. V. Hü'tenbach  menunjuk G.BOS sebagai Kepala Bagian Teknik sebagai arsitek pembangunan Warenhuis yang dilakukan pada tahun 1916," ungkap Azis.

G. BOS merupakan arsitektur berkebangsaan Jerman yang ternama pada eranya. Apalagi saat itu Jerman sudah lebih maju dalam bidang infrastruktur.

Kedua negara saat itu sepakat menjalin kerja sama dalam bidang infrastruktur untuk perkembangan pembangunan yang ada di Hindia Belanda yang sekarang bernama Indonesia.
 
"Negara Jerman dan Belanda juga menjalin hubungan yang sangat baik, terutama dalam perkembangan pembangunan Hindia Belanda,” katanya.

Pembangunan Warenhuis berlangsung selama tiga tahun, hingga akhirnya diresmikan pada tahun 1919.

"Diresmikan oleh Wali Kota Medan pertama, Baron Mc Kaay pada tahun 1919," ucapnya.

Setelah Warenhuis diresmikan, perekonomian Kota Medan pun berkembang pesat. Bahkan sejarah mencatat, puncak perekonomian pernah terjadi di 1919, saat Warenhuis yang juga pusat pertokoan pertama di Medan mulai beroperasi.

Tidak hanya itu, dengan berdirinya Warenhuis, warga negara dari berbagai penjuru dunia seperti Timur Tengah, Asia dan Eropa akhirnya mengenal dan menginjakkan kaki mereka di Kota Medan untuk menjual barang dagangan. Mulai dari makanan, pakaian, perabot rumah tangga, elektronik dan lain.

Tak hanya sebagai pusat perdagangan, Warenhuis turut menyumbang pemasukan terhadap pendapatan daerah saat itu. Apalagi di masa itu, hanya orang-orang bangsawan maupun orang kaya Pribumi yang mampu membeli produk dari supermarket tersebut.

"Perkembangannya  memiliki dampak positif bagi Kota Medan, khususnya pada pemungutan pajak, maupun salah satu fasilitas kota sebagai daya tarik wisatawan saat itu untuk datang ke sini,” ungkap Azis.

Hanya saja, saat itu hanya sedikit warga pribumi yang terlibat dalam menggerakkan perekonomian Kota Medan lewat Warenhuis.  

"Kalau dilihat dari beberapa literatur yang ada dan terbatas, keterlibatan pribumi di Warenhuis bisa dikatakan nihil,” kata Azis.

Tak Lagi Berjaya Imbas Pendudukan Jepang  

Setelah 23 tahun, kejayaan toko serba ada Warenhuis mulai menurun. Bahkan bisa dikatakan bangkrut karena ditinggal pemiliknya saat Jepang mulai masuk ke utara Sumatra pada 1942.

"Ketika masuk Jepang tahun 1942, Warenhuis Medan kemudian berhenti beroperasi sebagai dampak dari menyerahnya Belanda tanpa syarat kepada Jepang," katanya.

Saat itu, semua perusahaan milik Belanda yang ada di Kota Medan tutup mendadak dan pemiliknya kembali ke negara asalnya Belanda, karena kondisi yang tidak memungkinkan dan membahayakan nyawanya.

"Perusahaan swasta milik orang-orang Belanda pulang kampung, karena khawatir akan terkena dampak yang dapat membahayakan keselamatan mereka, dari masuknya Jepang,“ kata Azis.

Setelah ditinggalkan Belanda, gedung dengan luas 600 meter persegi itu berubah menjadi gedung opera dan saat Indonesia merdeka, Warenhuis berubah menjadi perkantoran.

Puluhan tahun berlalu, gedung tua peninggalan Belanda tersebut semakin tak terurus, hingga terbakar di 2013.

Pasca kebakaran itu gedung tersebut kemudian dimanfaatkan beberapa masyarakat sebagai tempat tinggal dan dijadikan sebagai kantor atau markas  organisasi kepemudaan (OKP).

Di era kepemimpinan Bobby Afif Nasution sebagai Wali Kota Medan, revitalisasi Gedung Warenhuis kembali digaungkan untuk menjadi ikon sejarah dan juga cagar budaya Kota Medan.

Saat ini Pemko Medan disebut tengah menyiapkan rencana besar revitalisasi Gedung Warenhuis. Agar generasi muda Sumatra Utara juga mengetahui sejarah pendudukan Belanda dan Jepang di Medan lewat Warenhuis.

Editor: Kurnia Ismain
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS