Menyingkap Sejarah Panjang Aksi Unjuk Rasa di Indonesia

Aksi unjuk Rasa Mahasiswa di Indonesia. (Foto: Parboboa/Bina Karos)

PARBOABOA, Jakarta - Sejarah panjang aksi unjuk rasa di Indonesia seolah menjadi bagian tak terpisahkan dari gejolak politik dan sosial di tanah air.

Dengan berbagai motif dan tuntutan yang beragam, setiap unjuk rasa memiliki cerita dan pesan tersendiri.

Dari tuntutan kesejahteraan buruh hingga penolakan terhadap kebijakan pemerintah, unjuk rasa menjadi di wahana bagi rakyat untuk bersuara dan mengekspresikan aspirasi mereka.

Sudah sejak zaman penjajahan Belanda, aksi unjuk rasa telah menjadi bagian dari perjuangan rakyat Indonesia.

Pada masa itu, para pergerakan nasionalis seperti Budi Utomo dan Sarekat Islam seringkali menggunakan unjuk rasa sebagai sarana untuk menuntut kemerdekaan dan hak-hak rakyat.

Meskipun saat itu belum ada UU yang secara khusus mengatur tentang unjuk rasa, semangat untuk mengekspresikan pendapat tetap menggelora di kalangan aktivis dan rakyat jelata.

Seiring dengan berjalannya waktu, aksi unjuk rasa di Indonesia semakin berkembang dan melibatkan berbagai elemen masyarakat.

Salah satu momentum penting dalam sejarah aksi unjuk rasa di Indonesia adalah Tragedi 10 November 1945 di Surabaya.

Pada peristiwa itu, rakyat Surabaya berani melawan tentara Sekutu yang mencoba menguasai kota mereka, dan hal ini menjadi salah satu contoh nyata keberanian rakyat dalam menyuarakan aspirasi mereka melalui unjuk rasa.

Dalam perkembangannya, aksi unjuk rasa di Indonesia mulai diatur secara lebih formal melalui beberapa undang-undang.

Salah satunya adalah Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyatakan Pendapat di Muka Umum, yang memberikan jaminan kebebasan berserikat dan menyampaikan pendapat secara terbuka.

Undang-undang ini menjadi payung hukum bagi masyarakat untuk mengorganisir unjuk rasa dengan tertib dan damai.

Namun, meskipun telah ada regulasi yang mengatur tentang unjuk rasa, implementasinya seringkali menuai kontroversi.

Banyaknya kasus kekerasan atau tindakan anarkis yang terjadi selama aksi unjuk rasa menunjukkan bahwa masih diperlukan upaya lebih lanjut dalam mengedukasi dan mengawasi para peserta unjuk rasa agar tetap menjaga ketertiban dan keamanan.

Di era digital seperti sekarang ini, aksi unjuk rasa juga semakin terbuka dan mudah terdokumentasi.

Media sosial dan platform daring memungkinkan para peserta unjuk rasa untuk menyebarkan pesan mereka secara luas dan cepat.

Namun, hal ini juga membawa dampak negatif jika tidak diimbangi dengan kesadaran akan dampak dari setiap tindakan yang dilakukan selama aksi unjuk rasa.

Sebagai sebuah negara demokratis, Indonesia harus mampu mengelola aksi unjuk rasa dengan bijak dan proporsional.

Memberikan ruang bagi rakyat untuk menyuarakan pendapatnya adalah tanda kedewasaan sebuah negara dalam menjalankan prinsip demokrasi.

Namun, kebebasan tersebut juga harus diimbangi dengan tanggung jawab dan kewajiban untuk menjaga ketertiban dan keamanan bersama.

Dalam menghadapi tantangan dan dinamika yang terus berkembang, penting bagi semua pihak untuk bersama-sama mencari solusi terbaik dalam menangani aksi unjuk rasa di Indonesia.

Dengan memahami sejarah dan evolusi aksi unjuk rasa, kita dapat belajar dari pengalaman masa lalu untuk menciptakan masa depan yang lebih baik dan harmonis bagi bangsa dan negara kita.

Semoga aksi unjuk rasa di Indonesia selalu menjadi sarana yang positif dan konstruktif bagi perubahan tanah air yang lebih baik.

Editor: Norben Syukur
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS