Najis Mutawasitah Adalah: Pengertian, Jenis, Dalil, Contoh, dan Cara Membersihkannya

Najis Mutawasitah (Foto: Parboaboa/Ratni)

PARBOABOA - Dalam Islam, menjaga kebersihan dan kesucian diri adalah bagian penting dalam kehidupan seorang muslim.

Hal ini bukan sekadar tuntutan fisik semata, tetapi juga menjadi salah satu syarat sah shalat.

Sejak zaman Rasulullah SAW telah tercantum dalam Al-Quran dan hadist sebagai sumber hukum Islam, bahwa umat muslim wajib menghindari najis, terutama najis mutawasitah.

Dikutip dari Buku Tuntunan lengkap Salat Wajib, Sunnah, Doa, dan Zikir oleh Zakaria R. Rachman (2020), najis mutawasitah adalah najis yang termasuk dalam kategori najis sedang.

Adapun tata cara menghilangkan najis mutawasitah adalah dengan menyiram atau membasuh dengan air sampai hilang bau, warna, dan bentuk najisnya. Biasanya, dicuci dengan air tiga kali atau lebih.

Nah, agar kamu memahami lebih mendalam  mengenai apa yang dimaksud najis mutawasitah, berikut Parboaboa sajikan secara lengkap informasinya mulai dari pengertian, dalil, contoh dan cara membersihkannya. Yuk, simak ulasannya hingga akhir.

Pengertian Najis Mutawasitah

Pengertian Najis Mutawasitah (Foto: Parboaboa/Ratni) 

Dalam bahasa Arab, istilah najis memiliki arti kotoran atau al-qadzarah (القذارة) yang dianggap sebagai halangan dalam menjalankan sahnya shalat, tanpa ada alasan apapun.

Mengutip dari buku berjudul Tata Cara Shalat Lengkap yang Dicintai Allah dan Rasulullah karya Yoli Hemdi (2018), najis mutawasitah adalah jenis najis yang bersifat sedang.

Najis ini dapat dilihat dari segala sesuatu yang dikeluarkan.

Mulai dari dubur dan kubul (kecuali air mani), bangkai termasuk tulang dan bulunya (kecuali bangkai hewan laut, belalang, dan manusia), segala zat yang bersifat memabukkan, dan susu dari hewan yang diharamkan.

Adapun jenis najis mutawasitah ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

  • Najis 'Ainiyah atau najis yang berwujud, yaitu najis yang terlihat jelas.
  • Najis Hukmiyah atau najis yang tidak berwujud, yaitu najis yang tidak terlihat jelas, seperti bekas kencing yang sudah mengering.

Dalil Tentang Najis Mutawasitah

Dalil tentang Najis Mutawasitah (Foto: Parboaboa/Ratni) 

Mengutip dari Jurnal MUI Jatim, terdapat dalil yang membahas tentang najis mutawassithah atau najis sedang, seperti:

1. Cairan

وَعَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ – رضي الله عنه – قَالَ: – جَاءَ أَعْرَابِيٌّ فَبَالَ فِي طَائِفَةِ اَلْمَسْجِدِ, فَزَجَرَهُ اَلنَّاسُ, فَنَهَاهُمْ اَلنَّبِيُّ – صلى الله عليه وسلم – فَلَمَّا قَضَى بَوْلَهُ أَمَرَ اَلنَّبِيُّ – صلى الله عليه وسلم – بِذَنُوبٍ مِنْ مَاءٍ; فَأُهْرِيقَ عَلَيْهِ. – مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Anas Ibnu Malik Radliyallaahu ‘anhu berkata "Ada seorang Badui yang datang ke masjid dan buang air kecil di salah satu sudutnya. Orang di masjid marah kepadanya, namun Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam melarang mereka. Setelah Badui itu selesai, Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam memerintahkan membawa timba air dan menuangkannya ke tempat bekas buang air kecil tersebut."

2. Darah

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ – رضي الله عنه – قَالَ: قَالَتْ خَوْلَةُ: – يَا رَسُولَ اَللَّهِ, فَإِنْ لَمْ يَذْهَبْ اَلدَّمُ؟ قَالَ: “يَكْفِيكِ اَلْمَاءُ, وَلَا يَضُرُّكِ أَثَرُهُ” – أَخْرَجَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ, وَسَنَدُهُ ضَعِيف

Abu Hurairah Radliyallaahu ‘an bertanya kepada Rasulullah, "Wahai Rasulullah, bagaimana jika darah haid itu tidak hilang?" Beliau menjawab, "Darah haid yang telah kering termasuk jenis najis mutawasitah sedang dan cukup bersihkan dengan air, dan bekas darahnya tidak masalah bagimu." (Diriwayatkan oleh Tirmidzi dengan sanad yang lemah)

Contoh Najis Mutawasitah

Contoh Najis Mutawasitah (Foto: Parboaboa/Ratni) 

Dikutip dari Buku Tuntunan lengkap Salat Wajib, Sunnah, Doa, dan Zikir oleh Zakaria R. Rachman (2020),berikut contoh-contoh dari najis mutawasitah, di antaranya:

1. Madzi (مَذِيْ)

Cairan yang tidak kental, berwarna putih atau kuning, keluar saat syahwat bergejolak gairah sex. Baik laki-laki maupun perempuan bisa mengeluarkannya, tetapi lebih umum ditemukan pada perempuan.

2. Wadi (وَدِيْ)

Cairan kental, berwarna putih, kotor, biasanya keluar setelah kencing atau saat membawa beban berat. Ibnu Abbas RA menyatakan, "Mani memerlukan mandi, sedangkan madzi dan wadi harus dibersihkan sepenuhnya." Ia juga menekankan bahwa membersihkan zakar dan kedua buah zakar, serta berwudhu seperti ketika akan sholat, diperlukan.

3. Bangkai

Firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 3 menghalalkan bangkai ikan dan belalang. Rasulullah SAW menjelaskan bahwa dari dua bangkai dan dua darah, hanya ikan, belalang, hati, dan jantung yang halal. Potongan tubuh binatang yang masih hidup juga dianggap bangkai. Nabi bersabda, "Sesuatu yang dipotong dari tubuh binatang yang masih hidup adalah bangkai" (HR. Abu Daud).

4. Darah

Berdasarkan firman Allah dalam Al-An`am ayat 145 dan hadits Nabi SAW. Wanita yang pakaiannya terkena darah haid disarankan untuk mengeringkan dan membersihkannya dengan air.

5. Nanah

Sebagai darah yang berubah warna menjadi putih, dan air luka atau bisul yang berubah, dianggap najis. Jika tidak berubah, air tersebut dianggap suci.

6. Tinja dan Air Kencing

Baik manusia maupun hewan, dianggap najis. Nabi perintahkan untuk membersihkan pakaian dari kotoran dan air kencing.

7. Muntah

Nabi memerintahkan untuk membersihkan pakaian dari muntah, darah, dan najis lainnya. Meskipun dahak yang keluar dari perut dianggap najis, dahak dari kepala, tenggorokan, atau dada dianggap suci.

Cara Membersihkan Najis Mutawasitah

Cara Membersihkan Najis Mutawasitah (Foto: Parboaboa/Ratni) 

Melansir dari laman resmi NU Online, terdapat sejumlah tata cara membersihkan najis mutawassitah, yaitu:

1. Perhatikan dengan Teliti

Cermati lokasi tempat ditemukannya najis mutawassitah. Pastikan bahwa kamu dapat mengidentifikasi dengan tepat area yang terkena najis tersebut.

Ini melibatkan pengamatan yang seksama untuk memastikan bahwa tidak ada bagian yang terlewat atau keliru dalam menentukan letak najis.

2. Membersihkan dengan Teliti

Setelah barang najis diangkat, bersihkan dengan cermat. Gunakan alat atau bahan yang sesuai untuk membersihkan barang tersebut.

Bersihkan najis tersebut hingga tidak ada lagi tanda warna, bau, atau rasa najis.

Seperti  panduan para ulama, yang menekankan bahwa suatu benda dianggap sudah bersih jika tidak lagi menunjukkan gejala najis, baik dari segi warna, bau, atau rasa.

3. Penyiraman dengan Air

Setelah langkah sebelumnya dilakukan, lanjutkan dengan proses penyiraman menggunakan air. Siram area yang terkena najis dengan cukup air untuk memastikan kesucian yang diinginkan tercapai. Proses ini bertujuan untuk membersihkan sisa-sisa najis yang mungkin masih melekat dan memastikan bahwa area tersebut sudah kembali bersih dan suci.

Itulah informasi seputar najis mutawasitah yang mencakup berbagai jenisnya. Untuk menjaga kesucian diri dan memastikan sahnya shalat, penting untuk memahami dan menghindari najis tersebut dengan teliti, Semoga bermanfaat, ya!

Editor: Ratni Dewi Sawitri
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS