PARBOABOA – Novel Entrok karya Okky Madasari adalah sebuah kisah berlatar era Orde Baru yang menawarkan sudut pandang menarik tentang perjuangan perempuan menghadapi ketidakadilan.
Tokoh utama dalam cerita ini adalah Sumarni, seorang perempuan Jawa yang buta huruf namun penuh keberanian melawan diskriminasi gender.
Bersama dengan anaknya, Rahayu, yang memiliki pemikiran cerdas dan berpendidikan, novel ini menghadirkan dinamika yang mencerminkan pergolakan dalam keluarga serta masyarakat pada saat itu.
Melalui ceritanya, Okky Madasari sukses menyentuh perasaan pembaca, khususnya para perempuan, dengan menggambarkan ketangguhan Sumarni, atau yang biasa disapa Marni, dalam menghadapi norma-norma yang membatasi perempuan pada zamannya.
Marni: Melawan Stereotip dan Diskriminasi Gender
Marni digambarkan sebagai sosok yang bekerja keras dan memegang teguh kepercayaan terhadap leluhur.
Ia berani menentang pandangan masyarakat yang menganggap perempuan hanya pantas di dapur dan tidak mampu melakukan pekerjaan yang lebih berat, seperti yang dilakukan laki-laki.
Cerita dimulai dengan keresahan Marni saat remaja, ketika tubuhnya mulai berubah dan ia merasa tidak bebas bergerak.
Hal ini memicu keinginannya untuk memiliki entrok (bra), yang pada masa itu hanya dimiliki oleh orang-orang kaya.
Marni pun rela bekerja sebagai pengupas singkong demi mewujudkan keinginannya ini, meskipun pekerjaan tersebut dianggap rendah dan hanya layak bagi laki-laki.
Di sini, diskriminasi gender tampak jelas. Keinginan Marni untuk bekerja dihalangi oleh ibunya sendiri, yang berpikir bahwa pekerjaan mengupas singkong tidak cocok untuk perempuan.
Masyarakat juga menganggap bahwa perempuan tidak seharusnya bekerja keras seperti laki-laki.
Ketika Marni menyatakan ingin menjadi kuli seperti Teja, seorang laki-laki yang ia temui di pasar, Teja justru menertawakannya, menganggap pekerjaan itu terlalu berat untuk seorang perempuan.
Namun, Marni tidak menyerah. Dengan setiap langkahnya, ia terus berjuang melawan batasan yang dikenakan pada perempuan, berusaha untuk menentukan jalan hidupnya sendiri.
Konflik Batin
Selain menggambarkan perjuangan Marni melawan diskriminasi, Entrok juga menyajikan konflik batin antara Marni dan Rahayu, anaknya.
Marni, yang masih memegang kepercayaan animisme dan dinamisme, sering kali bertentangan dengan Rahayu yang taat beragama dan lebih modern dalam pandangan hidupnya.
Konflik ini memperlihatkan bagaimana perbedaan keyakinan dapat menciptakan jarak antara generasi.
Rahayu tidak menyukai kebiasaan Marni yang masih memuja leluhur dan memohon pertolongan pada kekuatan-kekuatan selain Tuhan.
Di sisi lain, Marni yang bekerja sebagai rentenir juga sering menjadi sasaran kritik dari masyarakat dan dicap sebagai pendosa.
Melalui hubungan antara Marni dan Rahayu, Okky Madasari menggambarkan ketegangan antara tradisi dan modernitas, serta tantangan yang dihadapi oleh perempuan yang ingin mengambil kendali atas hidup mereka dalam lingkungan yang penuh batasan.
Kancah Internasional
Novel Entrok tidak hanya menarik perhatian pembaca di Indonesia, tetapi juga di kancah internasional.
Pada tahun 2013, novel ini diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan judul The Years of the Voiceless oleh Nurhayat Indriyatno Mohammed.
Meski diterjemahkan, kekuatan cerita tetap terjaga, termasuk penggunaan bahasa Jawa yang dipertahankan dalam terjemahannya, memberikan rasa autentik bagi pembaca global.
Banyak pembaca internasional yang terpukau oleh cara Okky Madasari menggambarkan realitas sosial-politik Indonesia pada masa Orde Baru.
Karakter Marni dan Rahayu yang kuat dan kompleks membuat novel ini bukan hanya sekadar fiksi, melainkan refleksi mendalam tentang keadaan perempuan pada masa itu.
Secara keseluruhan, Entrok bukan sekadar sebuah kisah tentang perempuan yang melawan diskriminasi gender. Ia adalah cermin dari kondisi bangsa pada era Orde Baru, di mana perempuan sering kali harus berjuang untuk mendapatkan hak-haknya di tengah kuatnya sistem patriarki.
Bagi pembaca, novel ini mengajak untuk merenungkan, sejauh mana peran perempuan telah berkembang dan apa yang masih perlu diperjuangkan.
Penulis: Surya