PARBOABOA, Pematang Siantar- Pedagang minyak goreng di pasar tradisional tekor miliaran rupiah karena mengikuti instruksi pemerintah menurunkan harga keekonomian menjadi Rp14 ribu perliter. Pemerintah berjanji akan membayar subsidi selisih besaran tersebut, namun sejak 2022 diterapkan hingga sekarang belum terealisasi.
Salah satu distributor minyak goreng kemasan PT Sinar Bintang Perkasa di Jalan Bandung Kota Pematang Siantar, Hadi mengatakan pemerintah sampai saat ini belum membayar subsidi selisih harga keekonomian minyak goreng, saat negara meminta peritel menjual murah pada awal 2022 lalu.
Hadi mengaku kesal, di satu sisi pedagang patuh mengikuti imbauan pemerintah menjual minyak goreng sesuai harga eceran tertinggi (HET), tapi hak mereka tidak juga diberikan.
"Pemerintah bilang akan membayar selisih harga modal minyak goreng kemasan, namun sampai saat ini belum ada kepastian kapan akan dibayar. Pihak distributor dikasih surat untuk menunggu pencairan dana rafaksi tersebut," katanya, Rabu (15/02/2023).
Pedagang minyak goreng di Pasar Dwikora Pematang Siantar, Tambunan juga merasakan kerugian yang sama. Dia mengikuti instruksi pemerintah untuk menjual segala jenis minyak goreng mulai dari merk Sovia, Sania dan Wilmar dengan harga subsidi Rp14 ribu perliter dan Rp28 ribu untuk dua liter, padahal modal yang dikeluarkannya melebihi besaran tersebut.
Tambunan menyebut, modal yang dikeluarkan untuk minyak goreng perliter sebesar Rp17 ribu, sementara instruksi pemerintah harus menjual Rp14 ribu. "Sehingga selisih harga modal dan harga jual sekitar Rp3 ribu. Pedagang mengalami kerugian yang cukup banyak," ucapnya.
Tambunan mengatakan, rata-rata dia membeli minyak goreng kemasan dengan merk Sovia, Sania, Fortune dan Wilmar masing sekitar enam dus dengan harga modal Rp17 ribu per liter.
"Iya pemerintah mengimbau harga minyak goreng semua jenis harus Rp14 ribu, tapi modal yang kita keluarkan Rp17 ribu. Kata pemerintah selisih harga modal minyak goreng semua jenis akan diganti. Sampai kini belum ada kabar," katanya.
Tambunan yang merasa kecewa mencoba menanyakan perihal itu ke distributor minyak goreng tempatnya membeli. Dia hanya ditunjukkan surat yang berisi pemberitahuan untuk menunggu pencairan dana selisih rafaksi.
"Tapikan namanya pedagang diminta untuk menunggu, pasti kita kan ragu, karena kita kan butuh kepastian dan tidak akan sabar menunggu," keluhnya.
Hal serupa juga dialami pedagang lain di Pasar Horas Jaya, Lina. Dia menceritakan kerugian yang dialaminya karena mengikuti imbauan pemerintah sejak Februari 2022 untuk menjual minyak goreng kemasan seharga Rp14 ribu perliter dan dua liter Rp28 ribu.
Dia menyebut, untuk minyak goreng merk Sania dan Fortune harga modal belinya Rp18 ribu perliter, sedangkan imbauan pemerintah harus di level Rp14 ribu perliter, artinya ada selisih Rp4 ribu yang ditanggungnya. Pemerintah janji akan membayar selisih harga modal minyak goreng kemasan tersebut, tapi belum terealisasi.
"Pihak distributor menunjukkan surat imbauan agar pihak distributor dan pedagang menunggu pencairan dana rafaksi. Tapi tidak jelas kapan pastinya," ucapnya