Pejuang Kemerdekaan yang Menjadi Tahanan VOC, Berebut Nafas di Ruang Bawah Tanah Fatahila

Susana Ruang bawah tanah museum Fatahilah merupakan penjara bawah tanah peninggalan VOC. (PARBOABOA/Adinda Dewi)

PARBOABOA Jakarta - Kondisi ruangan penjara bawah tanah berukuran 2X2 meter di musium Fatahila Jakarta terasa lembab dan pengap. Semilir angin masih menghantarkan bau anyir darah, pekat tercium.

Menurut guide museum, Maya mengatakan penjara ini dibangun pada tahun 1500- an masehi oleh Gunernur Djendral Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) Jan Pieterszoon Coen. Tujuannya untuk menampung para pemberontak pribumi yang melawan hukum perdagangan VOC.

"Sebelum dialihkan sebagai penjara dulunya ruangan gudang.

Kapasitas normal hanya 15 orang namun dipaksa hampir 100 orang tahanan dalam satu ruangan," terang Maya kepada tim Parboaboa Sabtu (11/02/2023).

Di ruang sempit tersebut, tahanan melakukan beragam aktivitas sehari-hari. Mulai dari makan hingga buang hajat. Dapat dibayangkan sirkulasi kapasitas udara sangat minim.

"Bagi para tahanan mereka berebut nafas sampai banyak tahanan yang meninggal di ruangan penjara ini," tuturnya

Dengan kondisi ruangan pengap dan minim udara, banyak dari mereka para tahanan meninggal karena menderita kolera, tifus, dan kekurangan oksigen.

Selain penjara laki-laki, di museum Fatahila ada juga penjara bawah tanah wanita. Kondisinya lebih parah lagi selain tinggi ruangannya kurang dari 1 meter, ruang tersebut juga dibanjiri air seukuran selutut orang dewasa.

"Di ruangan penjara wanita ini bisa dibayangkan para tahanan wanita bertahan dengan berjongkok di tengah genangan air dan mereka sama seperti penjara laki-laki berjuang bertahan hidup berebut nafas dari balik jeruji VOC," pungkas Maya.

Editor: Betty Herlina
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS