PARBOABOA, Jakarta – Peneliti Pusat Riset Politik (PRP) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Aisah Putri Budiatri buka suara soal adanya pembahasan di Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dengan pemilihan umum (Pemilu) 2024 berkemungkinan menggunakan sistem proporsional tertutup.
Menurut Aisah, MK harusnya konsisten atas putusan judicial review pada 2009 yang menetapkan sistem pemilu pada tahun tersebut menggunakan proporsional terbuka.
“MK sendiri saya pikir seharusnya konsisten pada keputusannya sendiri yang menetapkan judicial review pada 2009 dan gugatan-gugatan setelahnya bahwa sistem proporsional terbuka sesuai dengan konstitusi,” kata Aisah dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (04/01/2023).
Aisah kemudian meminta agar MK menolak gugatan pergantian sistem proporsional itu, sebab bisa berdampak pada kericuhan di ruang publik yang menyebabkan kegagalan pelaksanaan Pemilu 2024 mendatang.
“Dengan demikian, menurut saya, menolak gagasan kembali ke sistem pemilu tertutup merupakan langkah yang tepat,” ujar Aisah.
Sebelumnya, sistem proporsional tertutup belakangan ini menjadi perbincangan menjelang pesta demokrasi 2024. Terlebih, ada dua kader partai politik (parpol) yang tengah mengajukan uji materi ke MK mengenai pergantian dari sistem proporsional terbuka menjadi sistem proporsional tertutup.
Pro dan Kontra Pergantian Sistem Proporsional
Terkait dengan pergantian sistem proporsional ini menuai pro dan kontra terutama dikalangan elit politik. Salah satunya adalah Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai NasDem Johnny G Plate yang menolak dengan tegas usulan tersebut.
“DPP Partai NasDem dengan sangat tegas menolak gagasan sistem proporsional tertutup pada pemilu legislatif,” kata Johnny dalam keterangannya kepada wartawan, Jumat (30/12/2022).
Kemudian, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) juga menolak terhadap wacana tersebut karena dinilai sistem proporsional tertutup itu merupakan bentuk dari penghianatan bagi demokrasi.
“PSI berpendapat bahwa sistem proporsional terbuka adalah kemajuan dalam demokrasi kita. Kerugian konstitusional yang dikeluhkan justru lebih besar apabila diterapkan sistem proporsional tertutup,” kata Juru Bicara DPP PSI Ariyo Bimmo dalam keterangannya, Jumat (30/12/2022).
Sementara itu, Muhammadiyah mendukung terhadap pergantian sistem proporsional ini. Muhammadiyah juga tengah mengusulkan agar sistem proporsional terbuka yang tengah diterapkan sejak 2009 itu dievaluasi kembali.
“Muhammadiyah mengusulkan agar sistem pemilu proporsional terbuka dievaluasi, bahkan jika dimungkinkan diubah dengan sistem proporsional terbuka terbatas atau tertutup,” Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti dalam keterangannya, Jumat (30/12/2022).
Menurutnya, sistem yang tengah dijalani saat ini sangat rentan dengan praktek politik uang. Selain itu, sistem proporsional terbuka ini dapat melahirkan populisme politik yang kurang akan kualitas.
“Sehingga mereka yang duduk menjadi anggota legislatif mayoritas figur bermodal popularitas dan kekuatan kapital,” tutur Abdul.
Serupa dengan pihak Muhammadiyah, Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menyambut baik rencana penerapan kembali sistem proporsional tertutup.
“Sesuai dengan keputusan Kongres ke-5, sistem pemilu dengan proporsional tertutup sesuai dengan perintah konstitusi, karena peserta pemilu legislatif adalah partai politik,” kata Hasto dalam sesi tanya jawab di kegiatan refleksi akhir tahun 2022 PDIP secara daring, Jumat (30/12/2022).
Hasto menilai, jika sistem itu kembali diterapkan, maka akan banyak dampak positif yang dihasilkan seperti, mendorong proses kaderisasi di partai politik. Selain itu, sistem proporsional tertutup juga dapat mencegah berbagai bentuk liberalisasi politik. Dengan demikian, mampu memberikan insentif bagi peningkatan kinerja di DPR.