Pengacara SYL Ungkap Proyek Misterius di Kepulauan Seribu, KPK Diminta Bertindak

Syahrul Yasin Limpo (SYL) terpidana korupsi oleh KPK (Foto: Instagram/@syasinlimpo)

PARBOABOA, Jakarta - Kasus korupsi Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL) belum benar-benar berakhir.

Putusan Jaksa Penuntut Umum KPK pada Jumat (28/06/2024) kemarin membuka babak persoalan baru.

Penasehat hukum mantan SYL, Djamaludin Koedoeboen, tiba-tiba meminta KPK untuk menyelidiki pembangunan rumah kaca yang dimiliki oleh pimpinan partai tertentu di Kepulauan Seribu.

Permintaan ini disampaikan Koedoeboen saat diberikan kesempatan oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta untuk menanggapi tuntutan pidana yang diajukan oleh tim jaksa KPK.

Koedoeboen menduga bahwa pembangunan rumah kaca tersebut juga menggunakan dana dari Kementerian Pertanian (Kementan) RI.

"Di Kementerian Pertanian RI bukan cuma soal ini (dugaan pemerasan), ada impor yang nilainya triliunan rupiah," ujar Koedoeboen.

"Ada pembangunan rumah kaca di Kepulauan Seribu milik pimpinan partai tertentu yang diduga menggunakan uang dari Kementan, dan masih banyak lagi hal lainnya," lanjutnya.

Ia juga meminta KPK untuk mendalami keterlibatan seorang pengusaha bernama Hanan Supangkat. 

Dalam penyidikan kasus dugaan pencucian uang SYL, Hanan Supangkat sudah diperiksa oleh tim penyidik KPK.

Kediaman Hanan di Perumahan Intercon, Taman Kebon Jeruk, Srengseng, Kembangan, Jakarta Barat, juga telah menjadi sasaran penggeledahan.

Dalam penggeledahan tersebut, KPK berhasil menyita berbagai barang bukti, termasuk catatan proyek di Kementan dan sejumlah uang tunai.

"Siapa itu Hanan Supangkat? Tolong itu juga menjadi perhatian bagi rekan-rekan (tim jaksa KPK)," ujar Koedoeboen. 

Baginya, ada kesetaraan di depan hukum sehingga jangan sampai terkesan seolah-olah tebang pilih dalam proses penegakan hukum.

"Kami mencurigai ada motif dendam yang terlibat dalam kasus ini," tambahnya.

Ia lantas berjanji bahwa mereka akan menjawab dalam pleidoi  sehingga semuanya jelas dan terang benderang di mata hukum. 

Respons KPK

Jaksa KPK Meyer Simanjuntak mengaku pihaknya sudah menerima informasi mengenai hal-hal yang disampaikan oleh tim penasihat hukum SYL. 

Dia menyarankan agar masalah tersebut dilaporkan secara resmi kepada penegak hukum untuk ditindaklanjuti.

"Jika pihak Pak SYL atau pengacaranya memiliki data atau informasi terkait aset di Kepulauan Seribu, rumah kaca, dan lain-lain, silahkan laporkan," kata jaksa.

Meyer menyebut, negara memiliki beberapa lembaga penegak hukum yang bisa memproses hal tersebut. 

"Itu bisa dilaporkan kepada kami di KPK, ke Kejaksaan Agung, atau ke Mabes Polri," lanjutnya.

Pernyataan tersebut disampaikan agar tidak menimbulkan asumsi yang liar. Baginya, jika ada dugaan lain, maka perlu dibuktikan dan dilaporkan agar tidak menjadi bola panas atau bola liar.

Sebagai informasi, SYL dituntut pidana 12 tahun penjara dan denda sebesar Rp500 juta subsider enam bulan kurungan. 

Ia dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf e jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

SYL diduga terlibat dalam kasus pemerasan di lingkungan Kementan dengan nilai mencapai Rp44.269.777.204 dan US$30 ribu.

Selain pidana penjara, jaksa juga menuntut SYL untuk membayar uang pengganti sebesar nilai tersebut.

Sementara itu, Direktur Alat dan Mesin Pertanian Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Kementan nonaktif, Muhammad Hatta, serta Sekretaris Jenderal Kementan nonaktif, Kasdi Subagyono, dituntut pidana 6 tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider tiga bulan kurungan.

Kronologi Korupsi SYL

Kasus dugaan korupsi yang melibatkan SYL bermula pada Januari 2023 ketika KPK mulai menyelidiki dugaan korupsi di Kementan setelah menerima laporan masyarakat pada pertengahan 2020. 

Kasus ini mulai mencuat pada Juni 2023 setelah pimpinan KPK menyetujui peningkatan penanganan kasus ke tahap penyidikan. 

Pada 13 Juni 2023, KPK menggelar perkara dan mengidentifikasi tiga calon tersangka, yakni SYL, Kasdi Subagyono, dan Muhammad Hatta. 

Penanganan kasus tersebut telah menemukan bukti yang cukup lengkap sejak tahap penyelidikan.

SYL memenuhi panggilan KPK pada 19 Juni 2023 untuk memberikan keterangan, di mana ia menyatakan siap untuk bersikap kooperatif.

Pada 28 September 2023, KPK menggeledah rumah dinas SYL, yang mengungkap dugaan pemalsuan surat perintah perjalanan dinas (SPPD) dan pemangkasan belanja perjalanan dinas untuk mengumpulkan uang.

Pada 4 Oktober 2023, SYL kembali ke Indonesia setelah sempat hilang kontak. Ia berangkat dari Eropa menggunakan pesawat Singapore Airlines. 

KPK kemudian menjadwalkan ulang pemanggilan SYL pada 11 Oktober 2023, namun SYL kembali mangkir dengan alasan menjenguk ibunya. 

Akhirnya, pada 12 Oktober 2023, KPK menciduk SYL di sebuah apartemen di Jakarta Selatan setelah dia kembali dari Makassar. Surat penangkapan ditandatangani oleh Ketua KPK, Firli Bahuri.

Penangkapan SYL menimbulkan kontroversi dan kritik dari berbagai pihak, yang menilai tindakan ini sarat dengan konflik kepentingan. 

Sebab utamanya adalah pada saat yang sama Firli sedang diselidiki Polda Metro Jaya atas dugaan pemerasan terhadap SYL. 

ICW dan eks penyidik KPK, Novel Baswedan, menilai surat penangkapan menyalahi aturan, karena pimpinan KPK tidak lagi memiliki posisi sebagai penyidik sesuai UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.

Pihak SYL juga mempertanyakan keabsahan surat penangkapan, terutama karena dikeluarkan bersamaan dengan surat panggilan kedua. 

Namun, langkah KPK merupakan bagian dari upaya penegakan hukum terhadap dugaan korupsi yang melibatkan pejabat tinggi di Kementan. 

Kasus tersebut menambah daftar panjang dugaan korupsi di lingkungan Kementan dengan tiga tersangka utama yang sudah ditahan.

Editor: Defri Ngo
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS