Pengamat: Kenaikan UMP Bisa Menjadi Bumerang

Demo buruh pada Jumat (06/11/2022) di depan gedung DPR. (Foto: Parboaboa/Andre)

PARBOABOA, Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) telah mengeluarkan kebijakan baru soal penetapan upah minimum 2023. Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Menaker Nomor 18 Tahun 2022 tentang Penetapan upah minimum Tahun 2023, ditandatangani oleh Menaker Ida Fauziyah pada Rabu (16/11/2022).

Pengamat ekonomi, Rosdian Sijabat, memberikan keterangan mengenai kenaikan upah minimum provinsi (UMP) sebesar sepuluh persen. Rosdian menilai, kenaikan UMP bisa berpotensi menjadi bumerang.

“Upah minimum apabila pada tingkat tertentu itu bisa menjadi pisau sendiri terhadap kaum buruh karena kita tau kalau misalkan kenaikannya itu terlalu tinggi diatas kemampuan kapasitas sektor dunia usaha kita, itu akan menjadi bumerang. Itu akan menjadi pisau yang membunuh gitu,” terang Rosidan saat dihubungi Parboaboa, Jumat (25/11/2022).

Di sisi lain, lanjut Rosdian, kenaikan upah itu bisa menjaga daya beli buruh. Namun, ada hal yang harus diperhatikan ketika upah minimum meningkat terlalu tinggi.

“Dengan menjaga daya beli buruh itu kita ingin sektor reel kita bisa jalan tapi jangan sampai kenaikan upah itu terlalu tinggi yaitu menjadi beban pada dunia usaha kita,” kata Rosdian.

“Kecenderungan naik biaya produksi kemudian menjadi beban biaya produksi. Kemudian permintaan barang dan jasa hasil mereka (bakal) stagnan. Nah, ini sama-sama menjadi pukulan bagi dunia usaha,” lanjutnya.

Selain itu, kata dia, kenaikan upah juga bisa menjadi ancaman di beberapa sektor industri yang berhubungan dengan UMP karena dipengaruhi oleh naiknya harga barang dan jasa.

"Sektor padat karya kita terutama produk yang kita ekspor itu permintaannya mengalami penurunan, jadi kalau sudah seperti ini mau tidak mau yang dilakukan oleh dunia usaha adalah pengurangan kapasitas produksi mengurangi karyawan,” tutur Rosdian.

“Kalau kenaikan salah satu komponen produksi, untuk produk apapun maka nanti dampaknya pada kita. Setiap barang dan jasa yang kita beli dari sektor-sektor yang berkaitan dengan UMP pasti akan berdampak pada kenaikan harga produk, maka kita semua akan terdampak secara tidak langsung,” pungkas Rosdian.

Sebelumnya, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) bersama Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia bersikeras mengajukan uji materiil atas Permenaker tersebut ke Mahkamah Agung (MA).

Apindo melakukan hal tersebut karena menilai ketetapan kenaikan upah 10 persen bertabrakan dengan PP Nomor 36 tahun 2021 tentang Pengupahan yang merupakan turunan dari Undang-undang Cipta Kerja.

“Untuk memastikan agar kebijakan tersebut tidak kontraproduktif, maka KADIN bersama dengan Asosiasi Pengusaha dan Seluruh Perusahaan Anggota KADIN terpaksa akan melakukan uji materiil terhadap Permenaker No.18 Tahun 2022,” kata Ketua Umum KADIN Indonesia Arsjad Rasjid dalam keterangan tertulis, Kamis (24/11/2022).

Di sisi lain, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Said Iqbal mengklaim, tindakan Apindo tersebut tidak memiliki tujuan yang jelas, lantaran Permenaker nomor 18 yang diterbitkan pemerintah tidak menganulir Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2021.

Tindakan yang dilakukan oleh Apindo itu kemudian dikecam oleh Partai Buruh dan berencana akan melakukan unjuk rasa ke setiap kantor Apindo di Indonesia.

"Jika tetap melanjutkan judicial review, saya pastikan semua kantor Apindo di tiap-tiap daerah akan kami demo,” ucap Said Iqbal pada konferensi pers yang digelar virtual, Jumat (25/11/2022).

Editor: -
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS