KCIF 2024 dan Penguatan Aktivisme Feminisme di Indonesia

Ilustrasi perjuangan kaum feminisme. (Foto: PARBOABOA/Rian)

PARBOABOA, Jakarta - 2nd Annual Kartini Conference on Indonesian Feminisms (2024) atau disingkat KCIF sedang berlangsung, dimulai pada tanggal 24 Juni dan berakhir pada 30 Juni mendatang.

Konferensi selama 6 hari ini mengangkat tema yang cukup menarik, yaitu 'Menguatkan Sinergi Kajian dan Aktivisme Feminisme Indonesia di Tengah Politik Oligarki Nasional dan Fasisme Global.'

Conference Chair KCIF 2024, Farid Muttaqin menerangkan, penekanan pada tema feminisme tersebut di atas mempertimbangkan situasi sosial-politik, baik lokal, nasional, hingga global yang tidak selalu mendukung tapi malah bertentangan dengan agenda-agenda feminism.

Ia menyebut beberapa contoh kasus, seperti Krisis kemanusiaan di Palestina, Ukraina, Rohingya, Uighur, Afghanistan, dengan korban terbanyak kelompok yang direntankan, seperti perempuan, anak dan people with disability (warga disabilitas).

Korban lain adalah minoritas gender dan seksual serta kelas sosial-ekonomi bawah. Ia menegaskan, fakta-fakta ini menunjukkan agenda feminisme untuk keadilan dan HAM yang tak pernah usai.

Di sisi lain, tegas dia, 'politik feminisme' kontemporer menyebabkan gerakan feminisme bukan saja semakin memiliki banyak rupa, tapi juga memunculkan kontestasi dan konflik atas nama ideologi, sejarah, dan kepentingan politik, di kalangan feminisme sendiri. 

Implikasinya, untuk tragedi kemanusiaan paling tragis seperti Palestina - feminisme belum menampakkan satu visi dan misi yang solid, untuk melawan kolonialisme, rasisme, dan genosida.

"Kita menyaksikan dan mengalami menguatnya oligarki nasional dan fasisme global yang menjadi ancaman kontemporer bagi kemanusiaan, keadilan, dan kebebasan," kata Farid dalam keterangan tertulis yang diterima Parboaboa, Senin (24/3/2024).

Perkembangan politik tersebut, lanjutnya, tidak mengarah pada tercapai atau menguatnya tujuan yang diinginkan gerakan feminisme.

"Baik keadilan gender, kebebasan mengekspresikan identitas gender dan mengartikulasikan seksualitas, dan memperjuangkan ide-ide feminisme," ungkapnya.

Konservatisme agama dan budaya, depolitisasi digital politics hingga ekstremisme politik menjadi sumber-sumber baru fenomena sosial-politik yang kontraproduktif dengan agenda feminisme. 

Sementara itu, dalam politik global, atas nama gerakan anti-Woke, kelompok politik ekstrem Sayap Kanan (Right-Wing) dan Kanan Jauh (Far-Right) melakukan propaganda anti-transgender dan bahkan anti-gender.

Di Indonesia, terang Farid, pada Pemilu 2024 lalu, agenda HAM, keadilan gender, keadilan reproduksi, keadilan iklim, dan agenda feminis lainnya sama sekali tidak menjadi faktor krusial dan determinan untuk mempengaruhi proses pemilu.

Sebaliknya, HAM dan agenda-agenda feminisme tersebut justru menjadi faktor marginal bahkan menyusutkan elektabilitas. 

"Kami berkeinginan mengajak kita berkontribusi membangun dunia yang lebih waras, yang menekankan pada empati dan solidaritas," tegasnya.

Dilaksanakan di tengah kontradiksi

Pemimpin Redaksi Konde.co, Luviana Ariyanti menyatakan, KCIF 2024 dilaksanakan di tengah banyaknya kontradiksi, baik di Indonesia maupun di dunia internasional. 

Di Indonesia, terang dia, Pemilu 2024 penuh nepotisme dan implementasi UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dan aturan turunannya yang jalan di tempat.

Selain itu, RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) tak segera disahkan. Di dunia internasional, Israel menjarah tanah-tanah di Palestina.

"Apakah kita akan kalah? Berhenti di tengah, atau menyerah?" tanya Luviana Ariyanti.

Diketahui, kurang lebih 1500 orang akan mengikuti KCIF 2024, tidak hanya berasal dari Indonesia, tapi juga dari beberapa negara lain, seperti Australia, Amerika, Inggris, Jerman, Bahrain, Belanda, Malaysia, Singapura, Korea Selatan dan lain-lain. 

Diah Irawaty, Pendiri dan Koordinator LETSS Talk sekaligus Koordinator Program KCIF2024 berharap KCIF akan menginspirasi konektivitas lebih kuat antara kajian, penelitian, advokasi, dan pemberdayaan sebagai agenda feminisme Indonesia yang integratif. 

“Kami berharap, beragam pengetahuan yang disirkulasi dan hasil-hasil penelitian dan kajian feminisme yang dipresentasikan dalam KCIF mendorong upaya-upaya advokasi dan pemberdayaan dalam masyarakat, termasuk di level lokal," katanya.

Sebaliknya, KCIF tegas dia, juga mendorong produksi pengetahuan berbasis advokasi dan pemberdayaan, yang banyak dilakukan organisasi-organisasi feminis di Indonesia.

KCIF 2024 merupakan penyelenggaraan konferensi feminis Indonesia yang kedua setelah KCIF pertama pada tahun 2023. KCIF diadakan secara online dan gratis atas dasar kerja sukarela.

KCIF adalah ruang pertemuan pemikiran tentang feminisme yang diadakan setiap tahunnya untuk bertukar pengetahuan hasil riset dan kajian berbagai tema feminisme dan berbagi pengalaman advokasi serta refleksi personal. 

KCIF 2024 dilaksanakan secara virtual melalui Zoom oleh A Consortium for Plural and Inclusive Indonesian Feminisms yang terdiri dari dua lembaga, yaitu LETSS Talk (Let’s Talk about SEX n SEXUALITIES) dan Konde.co.

Editor: Gregorius Agung
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS