Penjahit Manual Tetap Eksis di Tengah Kemodrenan

Seorang Penjahit Asal Pematang Siantar (Parboaboa/Halima)

PARBOABOA, Pematang Siantar - Mesin jahit terdengar berisik, saat sepasang kaki menggerakkan pedal. Di situ duduk seorang pria berusia setengah abad yang sudah menjadi penjahit sejak berumur 16 tahun. Saat itu dia masih di bangku sekolah menengah pertama (SMP) dan sudah menghasilkan uang sendiri.

Dia adalah Sujito, pria kelahiran Pematang Siantar pada 1966 silam. Dari tangannya, sudah banyak karya telah dihasilkannya dari mesin jahit tua yang dimilikinya.

Lebih jauh Sujito bercerita, seperti apa dia saat mulai menjadi penjahit. Di usianya yang masih remaja, pria ramah ini memilih untuk membantu keuangan keluarga dengan bekerja dibanding bermain dengan teman-temannya.

“Saat masih SMP, saya memutuskan untuk bekerja menjahit,” kenang Sujito bercerita saat ditemui Parboaboa, Sabtu (10/12/2022) di rumah tinggal sekaligus tempat bisnisnya di Jalan Singosari Pematang Siantar.

Sujito yang kala itu masih muda, akhirnya harus menghadapi kenyataan untuk berhenti sekolah karena tidak memiliki biaya saat akan masuk ke jenjang pendidikan sekolah menengah atas (SMA).

“Saya pernah bekerja di tempat jahit yang masih sedikit permintaan menjahitnya, tempat itupun gulung tikar,” katanya.

Di mulai dari tempat bekerjanya gulung tikar itulah, Sujito putar otak dengan memberanikan diri untuk membuka bisnis, karena itu sebuah mimpi besar yang ingin diwjudkannya, tanpa bergantung gaji bulanan sebagai karyawan.

“Saya ingin naik level. Pada 1999, saya membuka usaha jahit di Pasar Horas dengan nama Arif Taylor Siantar. Dulu saya menjahit segala jenis bentuk pakaian, tapi sejak tahun 2000-an saya sudah mulai mengabil jenis jas saja,” ucapnya.

Pada saat itu, dibelinya tiga mesin dari uang tabungannya sebesar Rp6 juta, Sujito pun merintis bisnis saat usianya 23 tahun.

“Saat itu saya melihat menjahit akan berkembang karena prospek usahanya bagus dan bisa berkembang pada masanya,” ungkap Sujito.

Perjalanan kehidupan tak selamanya mulus. Sujito beberapa kali pernah mengalami pasang surut usaha jahitnya. Kiosnya di Pasar Horas harus ditutup karena tidak membayar uang pembangunan. Tapi dia tidak menyerah. Ditabungnya hasil menjahitnya saat itu hingga akhirnya bisa membangun toko permanen.

Toko itu kini dilanjutkan oleh anak sulungnya bernama Arif karena usia Sujito yang tidak lagi muda. “Tidak mampu lagi bergerak cepat seperti waktu umur masih muda. Jadi sekarang menjahit di rumah saja,” ungkapnya.

Tetap Bertahan di Tengah Kemodrenan

(Sumber: Halima/Parboaboa)

Sujito sadar saat ini perkembangan zaman bergerak sangat cepat, termasuk trend. Di tengah kondisi itu, dia berusaha bertahan. Mesin jahit manual yang dimilikinya masih menemani hari-harinya menjahit.

Proses panjang yang sudah dilaluinya selama puluhan tahun, membuatnya tetap bertahan, karena jumlah pelanggan tetapnya banyak. “Biasanya ramai saat musim orang nikah, dan juga tahun baru,” ucapnya.

Untuk saat ini semua produksi dan pemasaran dilakukan sendiri oleh Sujito, bahkan dia memanfaatkan media sosial sebagai wadah promosi, agar jangkauan pemasaran lebih luas, tidak hanya di Pematang Siantar dan Simalungun saja.

Sehari, kata Sujito, dia bisa menyelesaikan tiga sampai empat jahitan jas pesanan. “Tapi itu tidak setiap hari, karena tidak setiap hari juga kan orang membuat jas. Ramai ketika musim nikah ajalah, sama mau Tahun Baru,” ucapnya.

Sujito memiliki harapan besar dari usaha jasa jahitnya agar tetap eksis di tengah perkembangan zamn yang semakin modern. Mesin jahit yang dimilikinya bertambah dan membuka banyak lapangan usaha. Agar ada regenerasi penjahit baru. Pemerintah juga diinginkan bisa memberikan akses kemudahan bagi pelaku UMKM dalam hal bantuan dana dan akses.

Editor: -
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS