PARBOABOA, Jakarta - Pengamat kesehatan dari Universitas Indonesia, Hasbullah Thabrany menilai perlunya penguatan untuk memenuhi kebutuhan gizi sejak hamil sebagai bagian intervensi komprehensif mengoptimalkan penanganan stunting atau gagal tumbuh kembang seimbang pada balita.
Intervensi ini berlaku untuk seluruh daerah di Indonesia, termasuk Ibu Kota DKI Jakarta.
"Lembaga kesehatan Millenium Challenge Account Indonesia menyarankan agar ibu yang sedang mengandung selalu mengonsumsi makanan sehat dan bergizi maupun suplemen atas anjuran dokter. Selain itu, perempuan yang sedang menjalani proses kehamilan juga sebaiknya rutin memeriksakan kesehatannya ke dokter atau bidan," katanya kepada PARBOABOA, Selasa (01/08/2023) siang
Akademisi di Fakultas Kedokteran UI ini mengatakan, penyakit infeksi seperti diare dan saluran pernafasan juga dapat menyebabkan berat badan menurun yang lama kelamaan bisa menjadi stunting pada balita.
"Seperti yang diketahui, anak-anak sangat rentan akan serangan penyakit, terutama kalau lingkungan sekitar mereka kotor. Faktor ini pula yang secara tak langsung meningkatkan peluang stunting. Studi yang dilakukan di Harvard Chan School menyebutkan diare adalah faktor ketiga yang menyebabkan gangguan kesehatan tersebut. Sementara salah satu pemicu diare datang dari paparan kotoran yang masuk ke dalam tubuh manusia," jelas Hasbullah.
Ia juga mengingatkan ibu untuk memberi air susu ibu (ASI) eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan.
Hasbullah juga mengingatkan bidan-bidan di Jakarta untuk membantu penanganan stunting.
"Sebab, ASI berpotensi mengurangi peluang stunting pada anak berkat kandungan gizi mikro dan makro. Ketika bayi sudah menginjak usia 6 bulan ke atas, maka ibu sudah bisa memberikan makanan pendamping atau MPASI yang sehat. Kemudian, bidan-bidan di Jakarta harus turun ke lapangan kan banyak," ungkapnya.
Selain itu, Hasbullah mengingatkan agar makanan yang dipilih untuk balita bisa memenuhi gizi mikro dan makro yang sebelumnya selalu berasal dari ASI untuk mencegah stunting.
"WHO (organisasi kesehatan dunia, red) pun merekomendasikan fortifikasi atau penambahan nutrisi ke dalam makanan. Di sisi lain, sebaiknya ibu berhati-hati saat akan menentukan produk tambahan tersebut. Konsultasikan dulu dengan dokter," katanya.
Hasbullah Thabrany meminta orang tua turut memantau tumbuh kembang anak. Apalagi, lanjutnya, tidak sulit mengenali anak yang mengalami stunting. Ia mencontohkan dari segi fisik, mereka biasanya mempunyai postur tubuh lebih pendek dibandingkan anak-anak seusianya.
“Jadi, penting bagi ibu untuk terus memantau tumbuh kembang anak mereka, terutama dari tinggi dan berat badan anak. Bawa si kecil secara berkala ke posyandu maupun klinik khusus anak. Dengan begitu, akan lebih mudah bagi ibu untuk mengetahui gejala awal gangguan dan penanganannya," pungkasnya.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut sekira 798.107 balita di DKI Jakarta tergolong rawan gizi. Tidak hanya itu, hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan juga menyebut, prevalensi stunting anak usia di bawah 5 tahun di DKI Jakarta mencapai 14,8 persen pada 2022. Artinya, sekitar 14 dari 100 balita di Ibu Kota memiliki tinggi badan di bawah rata-rata anak seusianya.
Di 2022, prevalensi stunting terbesar di DKI Jakarta terjadi di Kabupaten Kepulauan Seribu dan terendah Jakarta Selatan.
Jika dirinci prevalensi Kabupaten Kepulauan Seribu mencapai 20,50 persen; Kota Jakarta Utara 18,50 persen; Kota Jakarta Barat 15,20 persen; Kota Jakarta Timur 14,40 persen; Kota Jakarta Pusat 14,00 persen dan Kota Jakarta Selatan 11,90 persen.