PLTU Ancam Kesehatan Warga, Aktivis Medan Tuntut Penggunaan Energi Terbarukan

Aktivis lingkungan di Medan, Sumatra Utara menggelar aksi Global Climate Strike menyoroti kebijakan pemerintah yang masih menggunakan batu bara sebagai bahan bakar PLTU, di titik nol Kota Medan, Jalan Masjid Raya, Senin (18/9/2023). (Foto: PARBOABOA/Sondang)

PARBOABOA, Medan - Aktivis lingkungan di Medan, Sumatra Utara menyoroti kebijakan pemerintah yang masih menggunakan batu bara sebagai bahan bakar pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).

Menurut salah seorang aktivis lingkungan, Nikita Mas Berlian Situmeang, penggunaan batu bara merugikan masyarakat, terutama yang mereka yang tinggal di sekitar pembangkit listrik.

"Bahkan anak-anak di sana berhenti sekolah karena penyakit mereka," kesalnya ditemui PARBOABOA saat aksi Global Climate Strike yang berlangsung di titik 0 Kota Medan, di Jalan Masjid Raya, Senin (18/9/2023).

Nikita mengakui, hingga saat ini belum ada kebijakan dari pemerintah yang pro terhadap iklim dan lingkungan.

"Kawan-kawan, sebentar lagi mungkin tidak akan bisa lagi menghirup udara bersih karena pembangunan-pembangunan yang dicanangkan oleh pemerintah bukanlah pembangunan berkeadilan. Kebijakan-kebijakannya juga hanya menguntungkan segelintir orang," ucapnya.

Nikita dalam orasinya menegaskan, masyarakat khususnya Sumatra Utara memerlukan energi bersih.

"Kita harus berhenti menggunakan bahan bakar yang menyebabkan munculnya limbah ekstraktif. Kita harus segera beralih kondisi iklim kita sudah sangat-sangat buruk," ujarnya.

Sementara itu, koordinator aksi Global Climate Strike, Aji Surya Abdi mengakui banyak warga yang tinggal di sekitar pembangkit listrik terkena penyakit infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) karena pencemaran udara yang diakibatkan pembakaran batu bara.

"Selain ISPA, air warga di sana juga tercemar sehingga banyak yang terkena penyakit kulit," katanya.

Aji yang juga Staf Publikasi dan Kampanye Yayasan Srikandi Lestari ini juga mengakui sering terjadi hujan asam di sekitar pembangkit listrik.

"Hujannya di sana sudah korosif bukan seperti hujan biasa lagi. Kami menduga itu juga akibat pembakaran batu bara," katanya.

Yayasan Srikandi Lestari, lanjut Aji, menuntut pemerintah segera menggunakan energi terbarukan.

"Sudah waktunya kita beralih. Masih banyak energi alternatif lain yang tidak merusak lingkungan. Kalau untuk listrik masih ada panel surya dan pembangkit listrik tenaga air. Waktunya berhenti menggunakan bahan yang tidak ramah lingkungan seperti batu bara," imbuhnya.

PLTU dan Emisi Kendaraan Penyumbang Pencemaran Utara

Pakar Klimatologi dan Perubahan Iklim di Pusat Riset Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Erma Yulihastin mengatakan, penyumbang pencemaran udara tertinggi ada pada kendaraan bermotor dan aktivitas mesin uap yang bekerja secara masif.

"Ada dua aktivitas utama yang menyebabkan tingginya konsentrasi CO2 (karbon dioksida) yakni kendaraan bermotor dan aktivitas mesin uap yang kerja secara masif. Ini sudah menjadi pengetahuan umum di dunia," katanya.

"Konsentrasi gas CO2 itulah yang menyebabkan terjadinya perubahan iklim dan ini sudah dideteksi sejak 1980 dimana terjadi peningkatan temperatur udara pada permukaan atmosfer," imbuh Erma.

Editor: Kurniati
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS