Profil Munarman, Eks Jubir FPI yang Bebas Murni Usai Terjerat Kasus Terorisme

Munarman, eks Jubir FPI resmi bebas usai terjerat kasus terorisme. (Foto: Humas Polri)

PARBOABOA, Jakarta - Munarman akhirnya resmi menghirup udara bebas setelah mendekam di Lapas Kelas IIA Salemba, Jakarta Pusat, Senin, (30/10/2023).

Munarman merupakan mantan juru bicara (jubir) Front Pembela Islam (FPI), organisasi yang dibubarkan dan dilarang pemerintah pada 30 Desember 2020 lalu.

Pria berdarah Palembang itu harus menjalani hukuman penjara selama tiga tahun setelah terseret kasus terorisme.

Ia dibekuk Tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri pada Selasa (27/4/2021) di Perumahan Modern Hills, Cinangka, Pamulang, Tangerang Selatan. 

Munarman, berdasarkan keterangan polisi saat itu, diduga menggerakkan orang lain untuk melakukan tindak pidana terorisme, bermufakat jahat untuk melakukan tindak pidana terorisme, dan menyembunyikan informasi terkait tindak pidana terorisme.

Setidaknya, ada tiga kasus yang menjerat Munarman, yakni  kasus baiat di UIN Jakarta, kasus baiat di Makassar, dan mengikuti baiat di Medan.

Jauh sebelum dibekuk aparat, mantan aktivis HAM ini memang sudah beberapa kali dikaitkan dengan penangkapan sejumlah teroris di Tanah Air. Namun, Munarman membantah tuduhan tersebut dan mengaku tidak mempunyai kaitan dengan aktivitas terorisme. 

Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada Senin (14/3/2022), Jaksa Penuntut Umum menuntut Munarman dengan hukuman penjara selama 8 tahun. 

Dalam tuntutannya, Jaksa menyatakan bahwa Munarman terbukti melanggar Pasal 15 juncto Pasal 7 Undang-undang Nomor 5 Tahun 2018, yang merupakan perubahan atas Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Munarman disebut terlibat dalam tindak terorisme karena menghadiri sejumlah agenda pembaiatan anggota ISIS di Makassar dan Kabupaten Deli Serdang pada 24-25 Januari dan 5 April 2015.

Ketika Jaksa mengumumkan tuntutan hukuman, Munarman meresponsnya dengan tawa getir. Sebab, dia mengira bahwa Jaksa akan menuntutnya dengan hukuman mati. 

Aziz Yanuar, pengacara Munarman saat itu menganggap tuntutan Jaksa terkesan kurang serius, "kami tidak merasa terdorong, kami pikir tuntutannya adalah hukuman mati, jadi kami merasa sepele." 

Tak butuh waktu lama, Majelis Hakim Pengadilan Jakarta Timur menjatuhkan hukuman ke Munarman. 

Pada persidangan yang berlangsung pada Rabu (6/42022), Munarman dijatuhi vonis penjara selama tiga tahun. 

Hakim dengan yakin menyatakan Munarman telah secara sah terbukti bersalah dalam tindak pidana terorisme dan melanggar Pasal 13 huruf c Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. 

Ini adalah vonis yang jauh lebih ringan daripada tuntutan yang diajukan oleh jaksa penuntut umum, yang meminta agar Munarman dihukum delapan tahun penjara.

Tak terima dengan vonis tersebut, Munarman mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Namun, keputusannya tak seperti yang diharapkan. Bandingnya ditolak, bahkan hukumannya diperberat menjadi empat tahun.

Menurut hakim, vonis tiga tahun yang sebelumnya diterima Munarman terlalu ringan dan tidak setara dengan kesalahan yang dilakukannya dalam kasus ini. Pengadilan tingkat banding saat itu memiliki pandangan yang berbeda tentang durasi hukuman yang dikenakan pada terdakwa.

Adapun perkara ini diputus oleh Majelis Hakim yang dipimpin Tony Pribadi sebagai Hakim Ketua dan Yahya Syam serta Sugeng Hiyanto sebagai Hakim Anggota. 

Dalam putusannya, Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta dengan tegas memutuskan bahwa Munarman akan tetap berada di balik jeruji penjara. Mereka juga memberlakukan biaya perkara dalam tingkat banding sebesar Rp 10.000, mengakhiri perjuangan hukum yang panjang ini.

Profil Munarman

Pria kelahiran Palembang pada 16 September 1968 ini rupanya telah lama aktif dalam dunia aktivisme. Namun, namanya kerap disorot lantaran diduga terlibat dalam kasus terorisme.

Setelah menyelesaikan pendidikannya, Munarman bergabung dengan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) di Palembang pada tahun 1995. Ini merupakan awal dari kariernya sebagai seorang aktivis HAM. Ia bahkan sempat menjadi Ketua YLBHI dari tahun 2002 hingga 2006.

Kontroversi Munarman mencuat saat dirinya dituduh terlibat sebagai anggota Hizbut Tahir Indonesia pada tahun 2006 silam. Sikapnya yang menolak Pancasila, UUD 1945, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) membuatnya dipecat dari jabatannya sebagai Ketua YLBHI.

Setelah melepaskan jabatannya sebagai Ketua YLBHI, Munarman melanjutkan kariernya sebagai Ketua An Nashr Institut. Ia juga memprotes keberadaan Naval Medical Research Unit Two (NAMRU-2) di Indonesia yang dianggap merugikan negara.

NAMRU-2 merupakan laboratorium riset biomedis milik Angkatan Laut Amerika Serikat yang didirikan untuk mempelajari penyakit-penyakit menular yang memiliki potensi penting dari sudut pandang pertahanan di Asia.

Perjuangannya menentang NAMRU-2 akhirnya membuahkan hasil saat lembaga tersebut berhenti beroperasi pada tahun 2009.

Munarman bukanlah sosok tanpa kontroversi. Ia beberapa kali tersandung masalah hukum dan harus berurusan dengan pihak kepolisian.

Pada September 2007, Munarman ditahan oleh pihak Polsektro Limo, Depok, karena diduga merampas aset perusahaan Blue Bird setelah mengalami kecelakaan dengan mobil Blue Bird yang dikendarai oleh seorang sopir bernama Paniran. 

Munarman diduga merampas semua aset, termasuk kunci mobil, STNK, dan SIM milik Paniran karena menganggap Paniran bertanggung jawab atas kecelakaan tersebut.

Munarman juga terlibat dalam Insiden Monas tahun 2008 saat ia dan tokoh-tokoh FPI dan Laskar Islam melakukan demonstrasi besar untuk menuntut pembubaran organisasi Ahmadiyah di Indonesia. 

Saat itu, ia bertindak sebagai Panglima Laskar Islam, bahkan meminta agar anak buahnya tidak ditahan oleh pihak kepolisian dan siap untuk ditangkap sendiri. 

Namun, tindakan ini dianggap sebagai tipu daya yang membuatnya melarikan diri tanpa jejak. 

Setelah upaya koordinasi yang intensif, Munarman akhirnya dijatuhi hukuman penjara selama satu tahun enam bulan oleh pihak Polri.

Salah satu kasus terberat yang menjerat eks-juru bicara FPI ini adalah dugaan keterlibatannya dalam pembaiatan kelompok terduga teroris di Makassar pada tahun 2021. Kasus ini juga melibatkan peristiwa serupa di Jakarta dan Medan. 

Munarman disebut-sebut sebagai salah satu tokoh di balik pembaiatan ini, sehingga ia menjadi target pengawasan oleh Densus 88 akibat dugaan terorisme dan aktivitas radikal yang terkait dengan Munarman dan kelompoknya.

Meskipun sempat mengelak, Munarman akhirnya ditangkap oleh Tim Densus 88 pada tanggal 27 April 2021 di kediamannya di Perumahan Modern Hills, Cinangka, Pamulang, Tangerang Selatan. Sidang perdana untuk mengadili Munarman digelar pada tanggal 8 Desember 2021.

Munarman didakwa sengaja memboncengi pembaiatan dan menyebarkan ajaran radikal yang berpotensi mengarah ke tindakan terorisme.

Editor: Andy Tandang
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS