Revisi UU LLAJ Terhambat Kesepakatan Antarfraksi di Komisi V

Sejumlah pengemudi ojek online (Ojol) sedang menunggu pelanggan di kawasan Palmerah, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Pusat. (Foto: PARBOABOA/Hari Setiawan)

PARBOABOA, Jakarta - Komisi V DPR mengaku setuju untuk merevisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Namun, menurut Ketua Komisi V DPR, Lasarus, revisi terhambat karena ada beberapa fraksi yang tidak sepakat.

"Kalau kita Komisi V memandang perlu itu untuk diatur, sebab sudah berkali kali demo ke sini Komisi V yang jadi sasaran, akan tetapi kembali lagi, ini kan keputusan politik, jadi tidak bisa kami di Komisi V setuju, lalu bisa jalan. Ada mekanisme baleg, bamus, harus ke paripurna dulu, jadi itu yang kemarin tidak selesai," ungkap Lasarus kepada PARBOABOA, di Kompleks Parlemen, Senayan, Rabu (30/08/2023).

Lasarus mengatakan, sampai saat ini Pemerintah dengan DPR belum melakukan revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009.

"Jadi kalau saya lihat antara pemerintah dengan DPR sendiri belum ada titik temu untuk melakukan revisi Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan ini,  termasuk bagian yang ngatur angkutan online,” ungkap legislator PDI Perjuangan daerah pemilihan Kalimantan Barat ini. 

Sebelumnya, Koalisi Ojek Online Nasional (KON) mengggelar aksi unjuk rasa di Jalan Medan Merdeka Bundaran Patung Kuda Jakarta Pusat, Selasa (29/8/2023). 

KON menuntut pemerintah segera menertibkan aturan yang menjadi payung hukum untuk ojek online. Salah satunya revisi UU tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. 

Belum adanya payung hukum yang mengatur tentang transportasi online seringkali berdampak pada kenaikan harga dari ojek daring. Akhirnya merugikan konsumen sebagai pengguna ojek daring tersebut. 

Salah seorang pengguna ojek daring, Patrick mengeluhkan harga ojek daring yang seringkali tinggi tanpa pemberitahuan kepada konsumen sebagai pengguna. 

"Pasti merugikan semua pihak termasuk saya sebagai pelanggan. Saya harap bisa jadi evaluasi pemerintah ya. Bahkan kemarin dengar ada ojol pada demo di Gambir Ya intinya evaluasi dan memang belum ada payung hukum mengenai tarif ojol," kata Patrick menyampaikan kegelisahannya.

Sementara Gita, salah seorang karyawati perusahaan swasta di Palmerah menilai wajar jika tarif ojek daring naik.

"Menurut saya wajar sih, karena kebutuhan hidup jadi lebih mahal ya jadi dengan naiknya harga ojol itu lebih make sense buat pengendaranya juga buat pekerjanya juga. Jadi kita kayak sama-sama untung aja lah," ucap Gita kepada PARBOABOA. 

Ia menilai, pengemudi dan pengguna bisa tenang jika 

Pemerintah merevisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009.

"Demi membuat masyarakat tenang, saya harap pemerintah bisa merevisi undang-undang tersebut ya, agar Indonesia tidak rusuh, kita kan negara Demokrasi," kata Gita.

Editor: Kurniati
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS