PARBOABOA, Pematangsiantar - Rusia pada Jumat (20/5/2022) waktu setempat mengeklaim telah sepenuhnya menduduki Kota Mariupol, Ukraina.
Dilansir Associated Press, Sabtu (21/5/2022), ini merupakan kemenangan terbesar Kremlin setelah tiga bulan lamanya menggempur kota pelabuhan strategis yang sekarang hanya tinggal puing-puing dengan 20.000 warga sipil yang diperkirakan tewas.
Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu disebut telah menginformasikan kepada Presiden Vladimir Putin bahwa mereka telah "membebaskan secara penuh" pabrik baja Azovstal di Mariupol --kantung pertahanan terakhir pejuang Ukraina-- dan kota itu secara keseluruhan, kata juru bicara Kemenhan Rusia Igor Konashenkov, Jumat.
Namun, hingga berita ini diturunkan, belum ada konfirmasi dari pihak Ukraina. Kantor berita pemerintah Rusia, RIA Novosti, mengutip keterangan Kemenhan, menyebut total ada 2.439 pejuang Ukraina yang telah menyerah dari pabrik baja Azovstal sejak Senin.
Ribuan pejuang Ukraina itu dijadikan tawanan perang oleh Rusia dan diasingkan. Sementara sisanya dirawat di rumah sakit.
Pertahanan terakhir Ukraina di pabrik baja itu dipimpin oleh Resimen Azov yang berlatarbelakang sayap kanan jauh.
Mereka oleh Rusia dianggap menyebarkan paham Nazi di Ukraina. Memusnahkan paham Nazi dari Ukraina merupakan salah satu pembenaran Kremlin untuk menginvasi negara tersebut.
Rusia mengatakan telah mengamankan komandan Resimen Azov dan membawanya pergi dengan sebuah kendaraan lapis baja.
Otoritas Rusia juga mengancam akan melakukan penyelidikan terkait kejahatan perang yang dilakukan para pejuang Ukraina saat berada di pabrik baja dan membawa mereka ke pengadilan.
Rusia mencap mereka sebagai 'Nazi' dan 'kriminal', tuduhan yang membuat dunia internasional resah akan kelanjutan nasib mereka.
Kompleks pabrik baja Azovstal memiliki luas 11 kilometer persegi dan menjadi lokasi pertempuran tersengit selama berminggu-minggu.
Para pejuang Ukraina dengan segala keterbatasannya --kekurangan persenjataan, obat, dan makanan-- dengan gigih mempertahankan posisi mereka meski dibombardir serangan udara, artileri, dan meriam dari tank-tank Rusia hingga akhirnya diminta meninggalkan lokasi itu oleh pemerintah Ukraina agar nyawa mereka terselamatkan.
Pengambilalihan Mariupol memberikan Putin kemenangan yang sangat ia butuhkan sejak memerintahkan invasi pada 24 Februari lalu.
Sebuah usaha yang awalnya diperkirakan berlangsung secepat kilat, namun pada kenyataannya tidak.
Bahkan Rusia gagal merebut ibu kota Kyiv dan harus mundur serta menyusun strategi untuk mengalihkan serangan ke wilayah timur Ukraina.
Parahnya lagi, Kremlin juga harus kehilangan kapal perang utama mereka yang tenggelam dihantam rudal Ukraina di Laut Hitam.
Para pengamat militer berpendapat, pendudukan Mariupol saat ini hanya bersifat simbolis, mengingat kota itu secara efektif memang sejak awal sudah dikendalikan Moskow, dan sebagian besar tentara Rusia yang tertahan di sana telah pergi.
Di lain kesempatan, negara-negara Barat mendonasikan bantuan senilai miliaran dolar kepada Ukraina.
Sementara pertempuran masih terus berkobar di Donbas, wilayah pusat perindustrian di timur Ukraina yang ingin sekali ditundukkan Putin.
Pasukan Rusia terus menggempur sebuah kota kunci di wilayah Luhansk dengan sejumlah sasaran penting seperti jalan raya utama dan sebuah sekolah. Luhansk merupakan bagian dari Donbas.
Kremlin menduduki Mariupol guna menyempurnakan koridor darat yang menghubungkan Rusia dengan Semenanjung Crimea, yang mereka rebut pada 2014 dari Ukraina, dan juga membebaskan tentaranya untuk bertempur menduduki Donbas.
Lepasnya Mariupol membuat Ukraina kehilangan pelabuhan yang memegang peranan penting. Kota itu menjadi kota yang paling menderita dalam perang.
Diperkirakan lebih dari 100.000 orang masih bertahan di sana tanpa makanan, air minum, penghangat dan listrik.