PARBOABOA, Pematang Siantar - Warga Kota Pematang Siantar, Sumatra Utara menilai sosialisasi Surat Edaran Wali Kota Pematang Siantar Nomor 500.11.1/5302/VII/2023 tentang Imbauan Etika Penggunaan Klakson Kendaraan di Wilayah Kota Pematang Siantar masih belum efektif dan masif.
Pasalnya, meski telah diterapkan sepekan, masih banyak pengemudi yang membunyikan klaksonnya saat berkendara di jalanan.
"Walaupun sudah diterapkan, namun kami tidak dapat merasakan sosialisasi dari pihak Pemko Pematang Siantar. Soalnya masih banyak kok yang sembarangan membunyikan klaksonnya," kata seorang pengemudi ojek daring, Panderson Sipahutar (25), kepada PARBOABOA, Senin (7/8/2023).
Panderson lantas mengingatkan Pemko Pematang Siantar melakukan sosialisasi terkait Surat Edaran tersebut secara masif, agar pelaksanaannya di lapangan berjalan efektif.
"Sosialisasi seharusnya dilakukan secara makro, dari tingkat yang paling atas ke bawah. Termasuk merangkul komunitas seperti masyarakat di pasar, tempat ibadah, juga karyawan perkantoran, komunitas pengendara. Berangkat dari situ saja, perubahan perilaku di kalangan masyarakat akan menjadi baik nantinya," ungkapnya.
Hal senada disampaikan T. Simanjuntak (38), warga kelurahan Marihat Jaya, Kecamatan Siantar Marimbun yang menilai masih banyak pengemudi membunyikan klaksonnya sembarangan, meski ada SE Wali Kota tentang Imbauan Etika Penggunaan Klakson Kendaraan di Wilayah Kota Pematang Siantar.
"Hampir setiap saat di jalan saya juga masih dengar masyarakat membunyikan klakson sembarangan, walaupun sudah ada imbauan yang langsung dari pemerintah (Pematang Siantar) sendiri," kesalnya.
Simanjuntak yang juga ibu rumah tangga itu menilai penerapan Surat Edaran Wali Kota masih kurang tepat, karena bisa memunculkan kegaduhan antar pengendara di jalan.
"Kalau memang penerapan atas SE tersebut sudah berjalan, coba dikaji ulang, sebelum akhirnya bisa menyebabkan kegaduhan antarmasyarakat sendiri sebagai pengguna jalan, karena kurang tepat kepada siapa penerapan," katanya.
Respons Pengamat
Sementara itu, Pengamat Kebijakan Publik Pematang Siantar, Kristian Silitonga menilai, peningkatan kualitas pelayanan publik dan pengendara harus disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat.
"Kualitas pelayanan publik tidak bisa ditingkatkan hanya dengan inisiatif dari pimpinan kepala daerah atau kepala dinas semata, harus berorientasi dengan kebutuhan masyarakatnya," ujarnya kepada PARBOABOA, Senin (7/8/2023).
Kristian mengingatkan, keluhan nyata dari masyarakat adalah komplain dan pengaduan. Kemudian, lanjutnya, apa upaya dari pemerintah menindaklanjuti pengaduan tersebut.
"Harusnya ada segmentasi dari penerapan kebijakan tersebut, jangan digeneralisasi. Berkaca dari SE tersebut, Pemko Pematang Siantar hanya memukul rata saja, tanpa kepada siapa ditujukan kebijakan tersebut. Jatuhnya kebijakan tersebut akan membuat kegaduhan saja," jelasnya.
Kristian meminta Pemko Pematang Siantar memperbaiki tingkat kebisingan yang ditimbulkan oleh klakson pengendara di Kota Pematang Siantar dari hulu. Seperti parkir liar hingga sempitnya ruas jalan.
"Perbaikannya dari hulu dulu, parkir liar yang tidak teratur, PKL (pedagang kaki lima) yang sembarangan di bahu jalan serta pelebaran jalan. Jangan semata-mata dikeluarkan imbauan. Yang lebih urgen malah tidak ditindak tegas," ungkapnya.
Dikonfirmasi terpisah, Pengamat Kesehatan Masyarakat, Heru Sentosa meminta agar suara bising seperti klakson harus diwaspadai karena bisa memacu detak jantung seseorang menjadi lebih cepat.
"Ketika kita sering dan setiap hari mendengarkan suara klakson, akan meningkatkan hormon stres, sehingga bukan hanya mengancam kesehatan pendengaran, tetapi mental dan psikologi seseorang," ujarnya kepada PARBOABOA.
Dosen di Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Sumatra Utara (USU) ini menjelaskan, kesehatan seseorang bisa terancam, jika terpapar kebisingan cukup tinggi atau di atas nilai ambang batas yang sesuai dengan Keputusan Menteri (Kepmen) Kementerian Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996 tentang baku tingkat kebisingan, yaitu 85 desibel.
"Dampak dari terpaparnya kebisingan di atas 85 desibel dapat menyebabkan kegelisahan, tidak enak badan, kejenuhan mendengar, sakit lambung dan masalah peredaran darah. Kebisingan yang berlebihan dan berkepanjangan terlihat dalam masalah-masalah kelainan seperti penyakit jantung, tekanan darah tinggi dan luka perut. Sehingga mempengaruhi efektivitas kerja seseorang jika berkepanjangan di lingkungan tersebut," jelasnya.
Hanya saja, lanjut Heru, Pemko Pematang Siantar juga harus memperhatikan tata ruang dan taman kota sebagai antisipasi mengurangi kebisingan di ruas jalan.
"Ketika kita mengacu pada baku tingkat kebisingan tersebut, jalan raya dan perkantoran masuk di zona C, yang tingkat kebisingan sekitar 55 hingga 65 disable, sehingga Pemko Pematang Siantar juga dapat menanam pohon kecil di antara pohon besar, dengan pola penanaman yang cukup rapat dan tinggi akan efektif untuk mengurangi kebisingan. Pola pencegahan seperti ini cukup efektif untuk meredam kebisingan di jalanan," pungkasnya.
Editor: Kurniati