PARBOABOA, Kupang - Kebijakan masuk sekolah pukul 05.30 Wita di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), resmi dicabut Pj Gubernur NTT, Ayodhia Kalake.
Hal itu disampaikan Ayodhia dalam rapat paripurna ke-3 masa persidangan 1 tahun sidang 2023-2024 yang digelar pada Kamis (21/9/2023) lalu.
Sebelumnya, Ayodhia sudah melakukan kunjungan ke sejumlah Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kota Kupang yang menerapkan kebijakan tersebut.
Dalam kunjungan itu, Ayodhia mendengar langsung cerita para siswa selama kebijakan ini diterapkan.
"Ada yang berjalan kaki selama 20 menit dari rumahnya ke sekolah, termasuk siswa perempuan" kata Ayodhia dikutip pada Senin (24/9/2023).
Hal ini, kata dia, akan menimbulkan kekhawatiran bagi para orang tua siswa.
Ayodhia juga telah berdialog dengan sejumlah pihak, termasuk para akademisi dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI.
Dialog tersebut, kata Ayodhia, untuk memastikan dasar ilmiah kebijakan yang diterapkan bekas Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat itu.
Hasil diskusi dengan sejumlah komponen mengarah pada satu kesimpulan, bahwa kebijakan masuk sekolah pukul 05.30 Wita tidak memiliki dasar ilmiah.
Ia kemudian mengambil keputusan untuk mengembalikan jam masuk sekolah sesuai aturan yang sebelumnya, yakni pukul 07.00 Wita.
Menurut Ayodhia, Pemprov NTT saat ini sedang mempelajari sistem pendidikan sekolah menengah atas di sejumlah negara sebagai komparasi untuk bisa diterapkan di NTT.
Ada tiga negara yang saat ini sedang dipelajari, yaitu Finlandia, Jepang, dan Jerman yang memiliki sistem pendidikan terbaik di dunia.
Menanggapi hal itu, Pengamat Pendidikan, Donie Koesuma, menilai langkah yang diambil Ayodhia sudah tepat.
Menurutnya, kebijakan sekolah masuk sekolah pukul 5.30 Wita berdampak negatif pada fisik, emosi, maupun kognisi yang akan mengganggu pertumbuhan dan perkembangan para siswa.
"Saya rasa sudah tepat kebijakan itu dicabut karena sekolah terlalu pagi kurang mendukung tumbuh kembang anak," kata Donie saat dihubungi PARBOABOA, Minggu (24/9/2023).
Di sisi lain, kata Donie, belum ada studi yang menjelaskan korelasi yang signifikan antara masuk sekolah lebih pagi dengan etos belajar, kedisiplinan, dan prestasi siswa.
Kilas Balik
Kebijakan masuk sekolah Pukul 05.00 Wita yang diterapkan Viktor sempat memantik perdebatan pada akhir Februari lalu.
Meski hanya berlaku untuk beberapa sekolah SMA/SMK unggulan di Kota Kupang, kebijakan ini dinilai tanpa melalui proses kajian yang komprehensif.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT, Linus Lusi, saat itu berdalih, kebijakan masuk sekolah lebih awal mampu memulihkan dan meningkatkan mutu pendidikan di NTT.
Di sisi lain, Viktor beralasan, kebijakannya itu untuk melatih kedisiplinan dan etos kerja. Para siswa, kata dia, harus dibiasakan bangun lebih awal di pagi hari.
Hal ini menjadi langkah awal bagi mereka untuk bisa berkompetisi di sejumlah universitas bergengsi.
Meski awalnya terasa berat, kata Viktor, para siswa akan dengan sendirinya terbiasa jika dilakukan dengan rutin.
Masifnya kritikan publik, baik dari para akademisi, pegiat pendidikan dan juga para orang tua siswa, tak membuat politisi Partai NasDem itu menyerah.
Ia tetap ngotot menerapkan kebijakannya dan hanya menggeser jam masuk sekolah menjadi pukul 05.30 Wita.
Viktor memang kerap mengeluarkan sejumlah kebijakan yang cenderung gegabah, tanpa melalui kajian komprehensif. Alhasil, banyak dari kebijakannya yang mandek tanpa output yang jelas.
Kebijakan soal hari Bahasa Inggris di NTT, misalnya. Kebijakan yang dituangkan melalui Peraturan Gubernur, Nomor 56 Tahun 2018 Tentang Hari Berbahasa Inggris ini, juga pernah mendapat kritikan dari sejumlah legislator.
Mereka menilai, dasar hukum Pergub tentang Hari Bahasa Inggris ini lemah dan berpotensi menabrak peraturan yang lebih tinggi, yakni UU.
Mereka juga mempertanyakan urgensi dari aturan tersebut, yang dinilai tidak masuk akal jika dikaitkan dengan konteks pariwisata di NTT.
Namun, lagi-lagi Viktor tetap kekeh menerapkan kebijakan tersebut. Ia ingin menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas di NTT, yang nantinya bisa bersaing di kancah global.
Selain itu, dengan potensi pariwisata sebagai sektor kunci di NTT, mantan anggota DPR RI itu menginginkan masyarakat NTT juga bisa terlibat, salah satunya dengan menguasai bahasa internasional.
Kebijakan ini pun hanya hangat di awal, lalu perlahan redup. Bahkan, pantauan sejumlah media saat itu, sejak Hari Bahasa Inggris mulai berlaku pada 30 Januari 2019, para ASN di Kantor Gubernur tidak menggunakan bahasa Inggris.
Ada yang masih menggunakan bahasa Indonesia, dan yang lainnya menggunakan bahasa Kupang.
Jauh sebelumnya, dalam sebuah kampanye politik, Viktor juga pernah berjanji mengirimkan 2000 pemuda NTT setiap tahun untuk belajar ke luar negeri.
Viktor mengklaim hal ini menjadi skala prioritas dalam memperkuat SDM orang-orang muda di NTT. Sayangnya, hingga akhir masa jabatan, janji Viktor tidak pernah terealisasi.
Tentu, masih banyak program-program spekatakuler Viktor di sejumlah aspek, seperti pertanian yang ingin bersaing dengan Australia, yang hingga hari ini tak pernah terwujud.