Setelah Penantian 6 Tahun, Akhirnya Menkominfo Sahkan RUU PDP

Menkominfo, Johnny G. Plate

PARBOABOA - Rancangan Undang-Undang atau RUU Perlindungan Data Pribadi disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam Rapat Paripurna ke-5 yang digelar hari ini, Selasa, 20 September 2022.

Menteri Komunikasi dan Informatika atau Menkominfo, Johnny G. Plate, menyatakan disahkannya RUU PDP menandai era baru dalam tata kelola data pribadi masyarakat, khususnya di ranah digital.

Menurut Johnny, UU PDP menjadi determinasi Indonesia untuk memperkuat data pribadi. Aturan yang terdiri dari 16 bab dan 76 pasal ini, kata dia, merupakan langkah awal untuk menegakkan dan mengawasi seluruh elemen yang bergerak di bidang pemrosesan data pribadi.

Indonesia telah menantikan UU PDP ini selama enam tahun lamanya. Dalam proses perancangan dan pembahasannya, UU PDP terbilang panjang dan penuh dengan lika-liku.

Tak heran bila, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate yang turut hadir di rapat paripurna, menyebutkan bahwa pengesahan UU PDP ini menjadi momentum bersejarah bagi Indonesia.

"Indonesia juga menjadi negara kelima di ASEAN yang memiliki payung hukum perlindungan data pribadi yang komprehensif," kata Johnny.

Senada dengan Johnny, sebelumnya, Ketua DPR RI Puan Maharani menyebut pengesahan UU PDP ini menjadi tonggak sejarah bagi Indonesia dalam perlindungan data pribadi warga negara Indonesia dari segala bentuk kejahatan di era digital.

Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi atau RUU PDP telah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dalam Rapat Paripurna, pada Selasa (20/9/20122).

Dalam rapat yang digelar di kompleks parlementer, Senayan, Jakarta, para anggota DPR RI menyetujui RUU PDP disahkan menjadi UU PDP.

Johnny menyebutkan, salah satu yang menjadi kewajiban dari PSE lingkup pemerintah (publik) maupun swasta (privat) yakni memastikan di dalam sistemnya data pribadi dilindungi.

“Ini kewajiban data pribadi. Apa yang dilihat di situ? Apabila terjadi insiden data pribadi atau kebocoran data pribadi (breach), maka yang akan dilakukan pemeriksaan terhadap penyelenggara data pribadi, apakah mereka telah melaksanakan compliance sesuai UU PDP,” ungkapnya.

Jika tidak, maka mereka (PSE) diberikan berbagai jenis sanksi sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang PDP berupa sanksi administratif maupun sanksi pidana, kurungan, dan denda.

“Untuk besaran sanksinya bervariasi dari tingkat kesalahan. Mulai dari hukuman badan 4 tahun sampai 6 tahun pidana, maupun hukuman denda sebesar Rp4 milliar hingga Rp6 milliar setiap kejadian. Apabila terjadi kesalahan, maka dikenakan sanksi sebesar 2% dari total pendapatan tahunan,” terang Menkominfo.

Namun demikian, apabila ada orang-orang dan korporasi yang menggunakan data pribadi secara illegal, maka sanksinya jauh lebih berat berupa perampasan seluruh kegiatan yang terkait dengan manfaat ekonomi atas data pribadi tersebut.

Namun, RUU PDP masih belum final dan disahkan. DPR pun kembali memperpanjang waktu pembahasan RUU PDP.

RUU PDP diketahui sudah dibahas sejak awal 2020 dan melewati enam kali perpanjangan masa sidang di DPR RI, termasuk beberapa kali rapat pembahasan.

Salah satu poin yang sempat menghambat pembahasan RUU PDP adalah terkait status kelembagaan otoritas pengawas data pribadi.

Di satu sisi, Komisi I DPR ingin perlindungan data pribadi diawasi oleh badan yang dibentuk atau ditunjuk oleh presiden agar kedudukannya kuat.

Alasannya adalah karena lembaga tersebut nantinya tidak hanya mengawasi praktik potensi kebocoran data di lingkup swasta saja, melainkan juga pengelola data dari pemerintah.

Sementara itu, Menkominfo Johnny G Plate, selaku perwakilan pemerintah, justru ingin lembaga pengawas itu berada langsung di bawah Kemenkominfo.

Setelah pembahasan lebih lanjut, pemerintah dan DPR akhirnya resmi menyepakati bahwa lembaga pengawas perlindungan data pribadi nantinya bersifat independen dan pembentukannya akan diserahkan kepada Presiden.

Setelah tertunda beberapa kali, naskah final RUU PDP akhirnya disetujui oleh DPR RI dan pemerintah pada 7 September 2022.

Naskah final RUU PDP inilah yang akhirnya disahkan menjadi UU PDP pada hari ini, Selasa 20 September 2022 atau enam tahun setelah perancangan awal.

Naskah RUU PDP yang disahkan menjadi UU PDP hari ini terdiri dari 371 Daftar Inventarisasi masalah (DIM) dan menghasilkan 16 bab serta 76 pasal.

Jumlah pasal di RUU PDP tersebut bertambah 4 pasal dari usulan pemerintah pada akhir 2019, yang semula berjumlah 15 bab serta 72 pasal.

Menkominfo merinci, UU PDP ini mengatur sejumlah hal, mulai dari hak-hak pemilik data pribadi (Bab IV), kewajiban pengendali data pribadi dan prosesor data pribadi dalam pemprosesan data pribadi (Bab VI), hingga sanksi-sanksi bagi penyelenggara sistem elektronik (PSE) yang melanggar (Bab VIII dan Bab XIV).

Pelanggar UU PDP bakal dikenai sanksi yang beragam, seperti denda mulai Rp 4 miliar hingga kurungan penjara.

"Semoga UU PDP dapat menjadi payung hukum sektor digital yang memadai bagi kemajuan nusa dan bangsa," pungkas Johnny.

Editor: -
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS