Siantar Biank Club: Anjing jadi Teman, Bukan Makanan!

Anggota Siantar Biank Club (SBC) di Lapangan Adam Malik, Pematangsiantar. (Foto: PARBOABOA/Ronald Sibuea)

PARBOABOA, Pematangsiantar – Hari sudah sore dan hujan baru saja reda. Lapangan Adam Malik yang tadi sepi, kembali ramai.

Di Sabtu sore jam enam, orang-orang mulai berdatangan. Ada pedagang yang mulai buka lapak, ada yang joging, dan beberapa lagi asyik duduk-duduk sambil menikmati angin senja.

Sekelompok orang dengan anjing-anjingnya cukup menarik perhatian. Ada yang anjingnya diikat tali, ada juga yang digendong. Suara tawa dari obrolan mereka bikin suasana lebih ramai.

“Setiap hari Minggu jam 5 sore, inilah aktivitas kami,” ujar Herman Manurung, salah satu dari mereka.

Kebiasaan ini mulai dari masa pandemi COVID-19, tepatnya pertengahan 2020. Dia dan istrinya, Tevin, sering berkeliling Lapangan Adam Malik membawa anjing setiap sore.

Lama-lama, jadi banyak yang ikutan, sampai terbentuklah Siantar Biank Club (SBC), klub pecinta anjing.

“Semua mengalir begitu saja. Sama-sama bawa doggy jalan, ngumpul, sampai akhirnya komunitas ini terbentuk di 2021.”

Biank diambil dari kata ‘biang’ dalam bahasa Batak Toba yang memiliki arti ‘anjing’. Hingga kini, SBC sudah menghimpun sekitar 50-an pecinta anjing. Anggota-anggota ini punya ratusan anjing, dari pitbull sampai Siberian husky.

“Kita kekeluargaan aja, nggak ada ketua. Semua bergerak dari hati saja,” tutur Herman sembari bermain dengan French bulldog miliknya.

Langit makin gelap dan lampu di lapangan mulai nyala satu-satu. Suasana jadi ramai dengan gonggongan pitbull yang bersahutan.

“Kalau orang dengar, pasti mikirnya ini lagi berantam. Padahal pitbull memang begini. Mereka sedang berkomunikasi melalui gonggongannya,” ujar Tevin yang ikut berdiskusi.

Herman kembali bercerita, menjelaskan bahwa sejak SBC berdiri, dia berharap komunitas tersebut tidak hanya diisi oleh pecinta anjing ras saja, melainkan juga pemilik anjing kampung, agar bisa mengedukasi masyarakat.

Soalnya, hingga kini, masih banyak masyarakat yang memberikan stigma buruk terhadap anjing. Hewan yang satu ini dianggap jahat dan galak. Padahal, anjing bisa lebih dari sekadar peliharaan, yaitu teman baik.

“Kalau bawa anjing jalan-jalan, kami selalu pakai dog leash supaya masih bisa kami kontrol, untuk kotorannya pun kami tanggung jawab. Jadi kadang ada saja orang-orang yang berpikir buruk,” sahut Anton Siahaan, salah satu anggota SBC.

Stigma ini sudah berusaha dipatahkan. Namun, pandangan sinis dari pengunjung Lapangan Adam Malik kepada para SBC, tetap tidak bisa dihindari. Rasa jijik sampai takut terpancar dari wajah mereka.

“Tadi baru saja ada yang ngomel-ngomel. Tapi justru pengunjung lain yang menjelaskan bahwa anjing ini nggak berbahaya dan tidak mengganggu,” timpal Herman.

Pematangsiantar Butuh Shelter

Tidak hanya itu, banyaknya anjing terlantar dan dibuang, turut menjadi tantangan serius. Keterbatasan jumlah shelter membuat tidak semua anjing dapat ditampung.

“Membuat shelter itu butuh lahan yang luas dan biaya yang besar. Kalau dari anggota mungkin belum bisa, karena kita juga masing-masing punya anjing sendiri. Ada yang 2, 3 sampai lime ekor,” jelas Tevin.

Saat ini, salah satu cara menyelamatkan anjing-anjing itu adalah dengan tuan baru untuk setiap laporan dari masyarakat melalui Instagram @siantarbiankclubofficial.

“Kita nggak bisa menampung semua yang terlantar, jadi lewat akun Instagram kami membantu kalau ada yang menemukan anjing yang terlantar. Biasanya lapor ke kita dan kita bantu mencari orang yang bersedia mengadopsinya.”

Setiap laporan yang masuk akan langsung dibagikan ke grup SBC untuk memperlebar jangkauan sehingga para anjing lebih cepat menemukan tuannya.

“Bulan lalu aku juga baru mengadopsi jenis husky. Pemilik sebelumnya mencari orang yang mau merawat anjingnya. Jadi kita terima saja,” sahut Anto.

Oleh karena itu, SBC berharap Pemerintah Kota (Pemko) Pematangsiantar berkenan membuatkan shelter untuk anjing-anjing yang terlantar dan dibuang.

“Kalau mereka (Pemko) butuh bantuan, kita siap membantu. Tapi dari kita sendiri belum sanggup untuk membuatnya,” ucap Herman.

Tolak Konsumsi Anjing

Persoalan SBC ternyata bukan hanya soal stigma negatif dan anjing yang terlantar, tetapi juga kebiasaan penduduk.

Di Pematangsiantar, anjing menjadi salah satu bahan makanan yang umum dikonsumsi. Makanan ini dianggap lumrah oleh sebagian masyarakat setempat dan telah menjadi tradisi turun temurun.

Bahkan, daging anjing diyakini bisa menjadi salah satu obat bagi penderita demam, demam berdarah, tifus dan lain-lain.

“Masih banyak yang bisa dikonsumsi untuk menjadi obat. Kenapa harus anjing?” ketus Tevin.

Menurutnya, selain melihat anjing sebagai teman, mengonsumsi daging anjing justru dapat menambah masalah baru bagi kesehatan manusia.

“Banyak bakteri dalam daging anjing. Apalagi kita tidak tahu bagaimana pengolahannya. Bagaimana kondisi anjing sebelum disembelih dan penyakit apa yang dibawanya.”

Editor: Yohana
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS