PARBOABOA - "Saya bingung kalau ngomong masalah Kurikulum Merdeka, belum ada gambaran," kata Ahyani, akhir Maret lalu.
Kepala sekolah MTs Al-Makmur Parung Panjang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, ini cuma bisa pasrah. Semula ia sudah bersiap menyongsong tahun ajaran 2024/2025.
Pembelajaran di sekolah yang dipimpinnya mengacu pada Kurikulum 2013 (K-13/Kurtilas). Persiapan workshop kurikulum dengan dewan guru sudah direncanakan.
Begitu juga dengan berkas perencanaan belajar setahun ke depan. Mendadak semua rencana buyar.
Gara-garanya pengumuman Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Mendikbud Ristekdikti), Nadiem Anwar Makarim. Pada 27 Maret lalu—tepat sehari sebelum wawancara Parboaboa dengan Ahyani—Nadiem memaklumatkan penerapan Kurikulum Merdeka sebagai kurikulum nasional.
Hal tersebut tertuang dalam Permendikbud Ristekdikti Nomor 12 Tahun 2024 tentang Kurikulum untuk Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah. Beleid yang diteken 25 Maret 2024 itu menabuh gong dimulainya penerapan Kurikulum Merdeka di seluruh Indonesia.
Kemendikbud Ristekdikti memberi waktu paling lambat hingga 2026 bagi sekolah untuk mengadopsi Kurikulum Merdeka. Khusus untuk daerah tertinggal, terdepan dan terluar (3T), diberi dispensasi waktu hingga 2027.
Mendapat kabar itu, Ahyani yang juga menjabat ketua Kelompok Kepala Madrasah (KKM) Kecamatan Parung Panjang-Tenjolaya, Kabupaten Bogor, kelimpungan. Ia bolak-balik berkomunikasi dengan dewan guru dan kepala madrasah lain.
Ia langsung mengagendakan sosialisasi Kurikulum Merdeka antara bulan April atau Mei 2024. Bagi Ahyani, perubahan kurikulum tak semudah membalikkan telapak tangan. Apalagi pemerintah kerap gonta-ganti kurikulum.
"Guru-guru baru katam KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006), datang Kurikulum 2013, sudah nyaman dengan Kurikulum 2013 akhirnya datang lagi Kurikulum Merdeka," keluhnya.
Sebagai kepala sekolah, Ahyani paham bagaimana tantangannya di lapangan. Ia butuh waktu, juga dana yang tidak sedikit untuk mensosialisasikan kurikulum ke jajaran guru.
Terlebih, pendekatan Kurikulum Merdeka berbeda dengan kurikulum lain sebelumnya. Kurikulum 2013, misalnya, disosialisasikan secara berjenjang; dari pusat ke provinsi, lalu ke kota/kabupaten, hingga ke tingkat sekolah.
Pola sosialisasi pada Kurikulum Merdeka kali ini jauh berbeda. Kepala sekolah dan guru dituntut mandiri.
Mereka harus aktif mencari tahu sendiri mengenai Kurikulum Merdeka. Sumber informasi kurikulum ini bertumpu pada Platform Merdeka Mengajar (PMM) besutan Kemendikbud Ristekdikti.
Di lapangan, pendekatan tersebut menimbulkan masalah. Tidak semua guru punya kemampuan adaptasi teknologi yang sama.
Hal itu dialami Sarinem (54). Guru kelas 4 SDN Curug 02, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor itu mengaku masih meraba-raba Kurikulum Merdeka.
Usia yang tidak lagi muda membuatnya tercecer dalam memanfaatkan PMM. Baru sekali ia menggunakan aplikasi tersebut pada September 2023.
Di sekolah tempatnya mengajar, guru-guru butuh bimbingan langsung kepala sekolah untuk memanfaatkan PMM. Mereka biasanya mengambil waktu selepas jam pulang sekolah.
"Karena kalo nggak tau kan takut salah nge-klik," ujar perempuan yang sudah mengajar 19 tahun ini.
Kondisinya diperparah dengan keterbatasan infrastruktur di tempatnya mengajar. Sinyal internet di Kabupaten Bogor, yang hanya beberapa puluh kilometer dari Jakarta, sering pasang surut.
Situasi yang sama kemungkinan juga dihadapi guru di tempat lain. Bila mengutip laporan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), tingkat penetrasi internet di kawasan perkotaan pada 2023 mencapai 87,55 persen. Sementara di pedesaan lebih rendah, yakni 79,79 persen.
Sarinem sendiri punya keluhan lain, "Di sini masih suka mati lampu. Hampir setiap hari." Hal itu menjadi kendala implementasi Kurikulum Merdeka.
Kemendikbud Ristekdikti sebenarnya menyediakan strategi lain untuk menyosialisasikan Kurikulum Merdeka. Hal itu meliputi webinar, komunitas belajar bagi guru, penyediaan narasumber yang sudah direkomendasikan, dan fasilitas layanan bantuan (Helpdesk).
Selain itu, guru dan kepala sekolah juga bisa bekerja sama dengan mitra pembangunan untuk implementasi Kurikulum Merdeka. Namun, saluran-saluran tadi belum sepenuhnya diketahui dan dimanfaatkan oleh guru-guru.
PMM juga dikeluhkan banyak guru dari aspek lain. Yuli Oktavia, Guru SDN Cilangkap, Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor, mengaku banyak waktunya yang tersedot untuk mengisi aplikasi.
Guru, kata dia, punya dua tugas yang harus disetor ke aplikasi PMM: pelatihan mandiri mengenai Kurikulum Merdeka dan pengelolaan kinerja. Penugasannya, masih menurut Yuli, seabrek.
"Di sini banyak sekali tugas. Gimana kita (guru) nggak gila," ujarnya.
Ia mencontohkan harus mengunggah materi sesuai tema berikut sasaran pendidikan ke PMM. Kemudian materi tersebut dipraktikkan di kelas dan dibuktikan dengan dokumentasi yang bisa berupa foto atau format lain.
"Kalau nggak sesuai tema gak bakal dapat sertifikat, ditolak!" katanya.
Tahapannya tidak berhenti di situ. Guru juga harus menyelesaikan soal pertanyaan seputar materi. Barulah kemudian guru akan mendapat sertifikat yang diperoleh per tema.
Sejauh ini, ia mengaku baru bisa merampungkan empat topik dari total 55 topik yang tersedia. Memang, kata Yuli, tidak ada konsekuensi bila guru tidak mengerjakannya.
Namun, pada kenyataannya, guru kerap diingatkan ketua gugus kecamatan untuk terus meningkatkan produktivitas di PMM.
"Ayo gurunya yang belum. Soalnya, Cigudeg masih merah, tingkat yang pengerjaan PMM, dan itu akan jadi teguran nanti," ia mencontohkan "tekanan" yang kerap diterima guru.
Merujuk naskah akademik yang dikeluarkan Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbud Ristekdikti, struktur Kurikulum Merdeka diatur secara umum dan abstrak. Sekolah memiliki keleluasaan untuk mengembangkannya sesuai dengan kebutuhan siswa.
Inilah yang membedakannya dengan Kurtilas, yang lebih menekankan pada standarisasi dari pemerintah pusat. Struktur Kurikulum Merdeka terdiri dari tiga bagian, yakni intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler.
Pada bagian intrakurikuler, kompetensi dirumuskan dalam bentuk capaian pembelajaran (CP), yang menetapkan kompetensi yang harus dicapai siswa dalam periode waktu tertentu. Sementara ekstrakurikuler merupakan kegiatan di luar jam pelajaran reguler, seperti Pramuka, dll.
Adapun kokurikuler dilaksanakan melalui proyek penguatan profil pelajar Pancasila (P5). Siswa membuat proyek dengan tema tertentu yang berorientasi pada penguatan profil pelajar Pancasila.
Di samping itu, ada dua hal lain yang membedakan Kurikulum Merdeka dengan kurikulum lain sebelumnya. Pertama, rentang beban belajar tidak lagi diformulasi dalam satu tahun ajaran melainkan dalam alokasi waktu per fase.
Kurikulum merdeka membagi pembelajaran dalam fase tertentu: ada fase A untuk kelas 1-3 SD; fase B kelas 4-6 SD; fase C kelas 7-9 SMP; dan fase D kelas 10-12 SMA.
Selain itu, Kurikulum Merdeka lebih berorientasi pada murid. Berbeda dengan kurikulum lama yang orientasinya pada guru berdasarkan arahan dari Kementerian.
Kurikulum Merdeka meyakini bahwa setiap murid unik dan tidak bisa disamaratakan. Itu sebabnya pada praktik pengajaran bisa berbeda-beda di setiap sekolah.
Di sini peran guru memainkan peran sentral untuk memberikan materi sesuai hasil refleksi terhadap pemahaman murid.
Iman Zanatul Haeri, Kepala Bidang Advokasi Guru–Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), termasuk pengkritik keras Kurikulum Merdeka. Baginya, perubahan kurikulum merupakan keniscayaan. "Jadi kalau berubah, it's okay, itu biasa," katanya.
Persoalannya, menurut dia, Kurikulum Merdeka diformulasikan dengan kaidah yang tidak lazim. Ibarat bayi, ia terlahir sungsang.
Ia dicoba dulu di beberapa sekolah yang disebut sebagai sekolah penggerak yang berjumlah 2.500 pada 2021. Saat itu, kurikulumnya belum menggunakan istilah Kurikulum Merdeka, melainkan Kurikulum Prototipe.
Implementasinya merujuk pada Keputusan Mendikbud Ristek Nomor 162/M/2021 tentang Sekolah Penggerak. Namun muatannya sudah mengarah ke prinsip-prinsip Kurikulum Merdeka.
“Kemudian baru disosialisasikan agar dipakai oleh sekolah-sekolah selain sekolah penggerak,” ujar Iman.
Pemerintah kala itu belum memiliki naskah akademik Kurikulum Merdeka. Naskah akademik Kurikulum Merdeka yang tercantum di situs Kemendikbud Ristekdikti sendiri baru bertarikh 1 Maret 2024, hanya berselang beberapa pekan sebelum kurikulum ini diberlakukan secara nasional.
Iman menuturkan, meski diklaim hanya diterapkan di sekolah penggerak, Kurikulum Prototipe yang menjadi cikal bakal Kurikulum Merdeka mulai dijejalkan ke semua guru. “Maka dibuatlah aplikasi yang di dalam aplikasi tersebut ada muatan pemahaman mengenai kurikulum,” ungkapnya.
Mulai muncul anjuran agar guru mengunduh aplikasi PMM. Jumlah pengunduh ini, menurut Iman, yang diklaim Nadiem Makarim sebagai guru yang menerapkan merdeka mengajar dalam rapat dengar pendapat umum di Komisi X DPR pada 2023.
Seolah-olah, kata dia, 2 juta guru itu sudah memahami Kurikulum Prototipe yang menjadi cikal bakal Kurikulum Merdeka. “Cuma kan itu nggak membuktikan guru baca dan paham kan, kira-kira gitu,” imbuhnya.
Iman berpendapat, kondisi Indonesia belum ideal untuk menyerahkan pembelajaran kurikulum ke masing-masing guru. Pasalnya, banyak kondisi yang tidak merata di seluruh Indonesia.
Terlebih, guru masih dibayangi isu kesejahteraan dan fasilitas yang tidak memadai.
Pada prinsipnya, ia menilai Kurikulum Merdeka dibuat dengan terburu-buru. Meski, secara jujur, ia mengakui ada beberapa hal positif yang ditawarkan Kurikulum Merdeka.
Tapi, Iman mencatat, setidaknya terjadi perubahan susunan materi dalam Kurikulum Merdeka sebanyak enam kali sejak program sekolah penggerak dimulai hingga 2023. Padahal, menurut Iman, perencanaan pembelajaran dirancang guru untuk satu tahun.
Mereka akan kesulitan ketika di tengah jalan capaian pendidikan berubah begitu saja. Ia menduga Kurikulum Merdeka dijalankan sembari ditambal bila ditemukan kekurangan di sana sini.
"Jadi ini yang saya pikir, cara berpikir startup itu berbahaya buat pendidikan," ia merujuk latar belakang Nadiem Makarim yang sebelumnya pendiri sebuah perusahaan teknologi rintisan raksasa di Indonesia.
Zulfikri Anas, Plt. Kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran, menegaskan Kurikulum Merdeka merupakan pengembangan lebih lanjut dari kurikulum sebelumnya. Hal-hal yang baik diperkuat sembari diperkaya dengan strategi baru.
Salah satu yang ia garis bawahi adalah pengembangan karakter peserta didik. Selain itu, Kurikulum Merdeka juga memfokuskan capaian ke materi esensial. Beban materi pengajaran pun disederhanakan.
"Dengan berfokus pada materi esensial, peserta didik dapat mempelajari suatu materi secara lebih mendalam," katanya kepada Parboaboa.
Ia juga menjawab kekhawatiran kurikulum baru ini akan diganti di kemudian hari. Pemerintah telah menyiapkan langkah antisipasi untuk menjaga keberlangsungan Kurikulum Merdeka.
Salah satu caranya, kata Zulfikri, dengan menyiapkan perangkat regulasi pendukung dan kajian ilmiah untuk menopangnya.
Reporter: Muazam
Editor: Andy Tandang