Mengenal Kehidupan Suku Baduy, Lengkap dengan Sejarah, Kebudayaan, dan Fakta Menariknya

Suku Baduy (Foto:Parboaboa/Ester)

PARBOABOA – Di tengah hiruk pikuk kecanggihan teknologi yang merajai hampir seluruh lapisan masyarakat, terdapat sebuah suku yang benar-benar menjauhkan diri dari keberadaan internet, yakni Suku Baduy atau Badui.

Suku Baduy adalah kelompok etnis yang tinggal di provinsi Banten, Indonesia, dan terkenal dengan kehidupan terpencil mereka, serta keteguhan tradisi nenek moyang, di mana teknologi modern dihindari sepenuhnya.

Kelompok ini bahkan umumnya memilih untuk hidup di dalam hutan belantara yang jauh dari keramaian kota.

Lantas, bagaimana sebenarnya kehidupan Suku Badui? Melalui artikel ini, Parboaboa akan mengajakmu untuk menjelajahi lebih dalam mengenai seperti apa suku yang ada di Banten ini, termasuk asal usul mereka, kebudayaan, dan beberapa fakta menarik yang mungkin belum kamu ketahui. Yuk, simak untuk mengetahuinya.

Sejarah Suku Baduy

Melansir dari buku "Keunikan Suku Baduy di Banten" karya Ivan Masdudin, Suku Baduy berasal dari Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak.

Perkampungan masyarakat suku ini umumnya masih berada di daerah aliran sungai Ciujung di Pegunungan Kendeng, Banten Selatan, sekitar 172 km sebelah barat Ibu Kota Negara, Jakarta.

Lebih tepatnya, perkampungan Suku Baduy berasal dari daerah lereng Gunung Halimun. Setiap rumah memiliki eumah Puun atau Kepala Adat, Bale, dan Lapangan.

Menurut kepercayaan mereka, orang Kanekes berasal dari keturunan Batara Cikal, salah satu dari tujuh dewa atau batara yang diutus ke Bumi.

Asal usul ini sering dihubungkan dengan Nabi Adam sebagai nenek moyang pertama.

Adam dan keturunannya, termasuk warga Kanekes, memiliki tugas bertapa atau asketik untuk menjaga harmoni dunia.

Namun, pendapat ini bertentangan dengan pandangan ahli sejarah, yang memiliki bukti sejarah berupa prasasti, catatan perjalanan pelaut Portugis dan Tiongkok, serta cerita rakyat tentang "Tawtar Sunda" yang minim keberadaannya.

Dalam konteks sejarah, orang Baduy dikaitkan dengan Kerajaan Sunda yang, sebelum keruntuhannya pada abad ke-16, berpusat di Pakuan Pajajaran (sekitar Bogor sekarang).

Sebelum berdirinya Kesultanan Banten, wilayah ujung barat Pulau Jawa ini merupakan bagian penting dari kerajaan Sunda.

Oleh karena itu, penguasa wilayah ini, yang disebut sebagai Pangeran Pucuk Umun, menganggap kelestarian sungai perlu dipertahankan.

Pasukan tentara kerajaan yang sangat terlatih dianggap sebagai cikal bakal masyarakat Kanekes, di mana sampai sekarang masih mendiami wilayah hulu Sungai Ciujung di Gunung Kendeng.

Perbedaan pandangan ini menimbulkan dugaan bahwa pada masa lalu, identitas dan sejarah mereka sengaja ditutup, yang diprediksi untuk melindungi komunitas Kanekes dari serangan musuh-musuh Pajajaran.

Sementara itu, Van Tricht, seorang dokter yang melakukan riset kesehatan pada tahun 1928, membantah teori ini.

Menurutnya, orang Kanekes adalah penduduk asli daerah tersebut yang memiliki ketahanan tinggi terhadap pengaruh luar.

Orang Kanekes sendiri menolak klaim bahwa mereka berasal dari orang-orang pelarian dari Pajajaran, ibu kota Kerajaan Sunda.

Di sisi lain, menurut Danasasmita dan Djatisunda, Suku Baduy adalah penduduk setempat yang dijadikan mandala (kawasan suci) secara resmi oleh raja.

Mereka memiliki kewajiban memelihara kabuyutan (tempat pemujaan leluhur atau nenek moyang), bukan agama Hindu atau Budha.

Kebuyutan di daerah ini dikenal dengan nama Kabuyutan Jati Sunda atau 'Sunda Asli' atau Sunda Wiwitan. Oleh karena itu, agama asli mereka diberi nama Sunda Wiwitan.

Jenis Suku Baduy

Melansir dari jurnal yang diterbitkan oleh Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, berjudul "Suku Baduy", orang Baduy terbagi dalam 3 jenis, yaitu Baduy Dalam (Tangtu), Baduy Luar (Panamping), dan Baduy Dangka.

Ketiga kelompok ini tinggal di sekitar Desa Kanekes dan juga di luar wilayah Desa Kanekes.

Setiap kelompok memiliki ciri khasnya sendiri. Berikut adalah penjelasan lebih lanjut mengenai ketiga jenis orang Baduy:

1. Tangtu

Tangtu dikenal sebagai Suku Baduy Dalam asli, yang dikenal sangat ketat mematuhi adat istiadat. Mereka tinggal di tiga kampung, yaitu Cibeo, Cikartawana, dan Cikeusik.

Kelompok Baduy Dalam memiliki ciri khas memakai pakaian berwarna putih alami dan biru tua, serta mengenakan ikat kepala putih.

Mereka menolak kemajuan teknologi modern dalam kehidupan sehari-hari mereka, sangat memegang teguh tradisi, dan patuh pada peraturan adat.

2. Panamping

Panamping dikenal sebagai Baduy Luar. Mereka tinggal di berbagai kampung yang tersebar di sekitar wilayah Baduy Dalam, seperti Cikadu, Kaduketug, Kadu Kolot, Gajeboh, Cisagu, dan lain-lain.

Kelompok ini identik dengan pakaian dan ikat kepala berwarna hitam. Meskipun mereka sudah terpengaruh oleh budaya luar dan kemajuan teknologi dalam kehidupan sehari-hari, mereka masih patuh pada adat istiadat meski tidak seketat Baduy Dalam.

3. Dangka

Baduy Dangka adalah kelompok yang tinggal di luar wilayah Kanekes, berbeda dengan Baduy Dalam dan Baduy Luar.

Mereka tinggal di dua kampung, yaitu Padawaras (Cibengkung) dan Sirahdayeuh (Cihandam). Kampung Dangka berfungsi sebagai zona perlindungan dari pengaruh luar.

Agama Suku Baduy

Agama Suku Baduy, yang sering disebut sebagai Sunda Wiwitan (Garna, dalam Astari, 1993:6), merupakan kepercayaan yang didasarkan pada pemujaan terhadap nenek moyang (animisme).

Namun, seiring perkembangan zaman, kepercayaan ini mulai berkembang dan dipengaruhi oleh berbagai agama di Indonesia, seperti Islam, Budha, hingga Hindu.

Meskipun demikian, kepercayaan dari suku ini tetap diatur oleh ketentuan adat dan ditunjukkan dengan konsep "pikukuh" (kepatuhan), yang mengedepankan prinsip tidak ada perubahan sesedikit mungkin atau tanpa perubahan tertentu.

Menurut Jurnal "Kondisi Objektif Masyarakat Baduy" yang diterbitkan oleh UIN Banten, penamaan agama Baduy sebagai Sunda Wiwitan berasal dari ritual pemujian mereka yang disimbolkan dengan Arca Domas, melambangkan leluhur mereka.

Dalam ajaran Sunda Wiwitan, masyarakat Baduy memiliki kepercayaan yang bersifat monoteis, dengan menghormati roh nenek moyang dan keyakinan kepada satu kekuasaan, yaitu Sanghyang Keresa (Yang Maha Kuasa) yang juga dikenal sebagai Batara Tunggal (Yang Maha Esa), Batara Jagat (Penguasa Alam), dan Batara Seda Niskala (Yang Maha Gaib) yang bersemayam di Buana Nyungcung (Buana Atas).

Orientasi, konsep, dan pengamalan keagamaan mereka ditunjukkan melalui prinsip pikukuh untuk meningkatkan kesejahteraan di dunia ini.

Dalam pelaksanaan ajaran mereka, tradisi orang Baduy diwujudkan melalui berbagai upacara yang memiliki empat tujuan utama.

Tujuan yang dimaksud antara lain adalah, menghormati para Karuhun atau nenek moyang, menyucikan Pancar Bumi atau isi jagat dan dunia pada umumnya, menghormati serta menumbuhkan Dewi Padi, dan melaksanakan pikukuh Baduy (hukum dan ketentuan yang berlaku di Baduy) untuk meningkatkan kesejahteraan inti jagat.

Dengan demikian, mantra-mantra yang diucapkan sebelum dan selama upacara mengandung permohonan izin dan keselamatan, upaya menghindari marabahaya, serta permohonan perlindungan untuk mencapai kesejahteraan dalam kehidupan yang damai dan sejahtera.

Kebudayaan Suku Baduy

Tak hanya memiliki kepercayaan yang unik, kebudayaan orang Baduy juga sangat beragam dan menarik untuk diketahui. Beberapa aspek kebudayaan tersebut antara lain:

1. Rumah Adat Suku Baduy

Mengutip dari Buku "Mengenal Rumah Adat Nusantara" oleh Mia Siti Aminah, Rumah adat suku Baduy adalah rumah panggung dengan atap jerami.

Bangunan ini memiliki struktur sederhana dengan dinding terbuat dari bambu dan lantai kayu.

Biasanya, rumah Baduy dibangun di sekitar area persawahan dan kebun, menciptakan harmoni dengan alam sekitar.

2. Makanan khas Suku Baduy

Makanan khas orang Baduy didasarkan pada hasil pertanian dan kehidupan mereka yang sederhana.

Mereka mengonsumsi nasi sebagai makanan pokok, disertai dengan sayuran, ikan hasil tangkapan, dan hasil pertanian seperti singkong, ketela, dan umbi-umbian lainnya. Mereka juga membuat berbagai olahan dari hasil pertanian dan buah-buahan lokal.

3. Bahasa Suku Baduy

Sebagai kelompok yang menganut kepercayaan Sunda Wiwitan, Bahasa yang digunakan oleh Suku Badui adalah bahasa Sunda. Ini merupakan bahasa daerah di wilayah mereka.

Mereka menggunakan bahasa Sunda dalam komunikasi sehari-hari antar sesama anggota Baduy dan dengan masyarakat di sekitarnya.

4. Pakaian Adat Suku Baduy

Pakaian adat dari Suku Badui terdiri dari kain putih alami yang disebut "serat baduy". Anggota masyarakat memakai pakaian ini dengan cara yang sangat khas, termasuk penutup kepala berupa ikat kepala putih.

Pakaian mereka mencerminkan kekentalan tradisi dan budaya mereka yang sangat memegang teguh nilai-nilai adat.

Di samping itu, Suku Badui dikenal dengan gaya hidupnya yang sangat tradisional dan menjaga keberlangsungan tradisi nenek moyang mereka.

Kehidupan mereka yang sederhana, rumah adat, makanan, dan bahasa yang mereka gunakan adalah bagian integral dari identitas budaya suku ini.

Fakta Menarik Suku Baduy

Melihat dari seperti apa kebudayaan yang diterapkan oleh orang Baduy, terdapat sejumlah fakta unik dari kelompok ini, yang membuatnya sering kali menjadi daya tarik banyak orang untuk mempelajarinya. Beberapa fakta unik itu antara lain adalah:

1. Hidup Tanpa Listrik dan Teknologi Modern

Kelompok Badui hidup tanpa listrik dan teknologi modern. Mereka mempertahankan cara hidup tradisional dengan mengandalkan sumber daya alam dan kearifan lokal dalam kehidupan sehari-hari mereka.

2. Terlarang bagi Orang Asing

Wilayah suku ini, terutama Baduy Dalam, dianggap sebagai wilayah terlarang bagi orang asing.

Mereka mempertahankan keberadaan mereka dengan menjaga isolasi dari pengaruh luar dan membatasi akses orang asing ke wilayah mereka.

3. Tiga Kelompok Baduy

Suku Badui terbagi menjadi tiga kelompok, yakni Baduy Dalam (Tangtu), Baduy Luar (Panamping), dan Baduy Dangka. Setiap kelompok memiliki aturan dan kebiasaan sosial serta agama yang berbeda.

4. Pakaian Tradisional yang Khas

Pakaian tradisional dari suku ini terdiri dari serat baduy, kain putih alami, yang dihasilkan secara tradisional.

Mereka memakai pakaian ini dengan sangat khas, mencerminkan kekentalan tradisi dan identitas budaya mereka.

5. Pemeliharaan Lingkungan

Suku Badui dikenal sebagai pemelihara alam yang baik. Mereka menjaga kelestarian alam sekitar mereka dan mengikuti prinsip-prinsip keberlanjutan dalam kehidupan sehari-hari mereka.

6. Agama Sunda Wiwitan

Agama tradisional orang Baduy disebut sebagai Sunda Wiwitan. Mereka mempercayai keberadaan Sanghyang Keresa, kekuatan tertinggi dalam keyakinan mereka, dan menjalankan tradisi-tradisi keagamaan yang khas.

7. Pentingnya Upacara Adat

Suku ini juga memiliki berbagai upacara adat yang penting dalam kehidupan mereka, seperti upacara untuk menghormati nenek moyang, menyucikan tanah, dan menghormati dewi padi.

Upacara-upacara ini mencerminkan kekayaan budaya dan spiritualitas dari Suku Badui.

8. Peran Perempuan yang Kuat

Dalam masyarakat Baduy, perempuan memegang peranan yang penting dalam mempertahankan dan melanjutkan tradisi serta keberlanjutan budaya Suku Badui.

Fakta-fakta ini mencerminkan keunikkan dan keberlanjutan budaya yang dimiliki oleh masyarakat Baduy, membuat mereka menarik untuk dipelajari dan dihormati.

Itulah penjelasan mengenai seperti apa kehidupan dari Suku Baduy dan sejumlah fakta menariknya yang mungkin belum kamu ketahui. Semoga ulasan kali ini semakin menambah wawasanmu seputar suku yang ada di Indonesia!

Editor: Ester
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS