Tantangan Dunia Pendidikan Pematang Siantar: Disiplinkan Siswa Tanpa Kekerasan Fisik

Aturan yang melarang guru menerapkan kekerasan fisik kepada siswa sebagai bentu kedisiplinan masih menjadi perdebatan. (Foto: Pexels/@max fischer)

PARBOABOA, Pematang Siantar - Aturan yang melarang guru menerapkan kekerasan fisik kepada siswa sebagai bentuk kedisiplinan masih menjadi perdebatan bahkan di kalangan pendidik. 

Sejumlah kalangan setuju diterapkannya kekerasan fisik sebagai cara mendisiplinkan siswa, sementara yang lain menilai hal itu tidak seharusnya dilakukan. 

Menurut Kepala Sekolah SMP Taman Siswa Pematang Siantar, Juli Wardani, tidak bisa dipungkiri jika larangan penggunaan kekerasan fisik telah membatasi ruang gerak guru dalam mendisiplinkan anak didik.

"Kalau saya pribadi memang tidak pernah menggunakan kekerasan fisik dalam mendidik anak-anak. Saya lebih suka menggunakan pendekatan emosional," katanya saat diwawancarai PARBOABOA, Jumat (3/11/2023).

Juli juga menilai, metode pengajaran lama dengan sanksi fisik untuk mendisiplinkan peserta didik, tidak lagi cocok dengan kurikulum Merdeka saat ini.

Tapi di sisi lain, dia juga khawatir jika tidak diterapkannya kekerasan fisik justru dapat menurunkan karakter anak. 

Tidak adanya kekerasan fisik justru membuat peserta didi tidak segan kepada guru atau orang yang lebih tua.

Sementara bagi seorang guru, Nurul Hafizah, peraturan yang melarang melakukan kekerasan terhadap siswa cukup membatasi pihaknya dalam melatih kedisiplinan siswa.

Meski demikian, dia juga tidak membenarkan kekerasan fisik berat seperti memukul. 

Tapi jika kekerasan halus seperti mencubit, dia rasa hal itu seharusnya tidak masalah.

"Cara pengajaran dengan peraturan ini (tanpa kekerasan fisik) bisa membuat mental siswa jadi lemah, dimarahin sedikit gak terima, langsung merasa mentalnya rusak," ungkapnya.

Ketidaksetujuan penerapan kekerasan fisik juga mendapat dukungan dari salah satu orang tua siswa, Farida Sinaga. 

Ia mengakui jika zaman dulu, guru memiliki kebebasan untuk menggunakan kekerasan fisik. 

Namun menurutnya, hal tersebut tidak perlu lagi di masa kini.

Baginya, masih banyak cara lain untuk menghukum anak seperti membersihkan sampah atau menyalin buku.

"Kalau memang sudah tidak bisa ditolerir, silahkan panggil orang tua si anak. Biar mereka yang mendisiplinkan anaknya," katanya. 

Menanggapi polemik ini, pengamat pendidikan, Ari S Widodo menjelaskan, hukum yang berlaku di Indonesia sudah jelas dalam perlindungan anak dan perempuan.

"Banyak studi telah menunjukkan penggunaan kekerasan dalam segala bentuk, termasuk psikis, itu tidak membentuk individu secara positif," ungkapnya.

Maka, tantangan bagi pendidik adalah menemukan cara baru dalam proses pendidikan tanpa kekerasan fisik atau psikis. 

"Meski proses ini merupakan sebuah perubahan dalam sejarah pendidikan Indonesia, hukum yang berlaku bersifat mutlak," tutupnya.

Editor: Umaya khusniah
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS