PARBOABOA, Jakarta - Koordinator Pelaksana IM57+ Institute, M Praswad Nugraha mengaku heran dengan apa yang dilakukan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri yang memilih lagu buatan istrinya, Ardina Safitri sebagai himne KPK.
Praswad menilai,dugaan konflik kepentingan sangat kental apalagi lagu tersebut dibuat oleh istri Firli. Penyerahan hak cipta lagu itu melibatkan langsung Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna H. Laoly.
"KPK bukan perusahaan keluarga dan pemberantasan korupsi tidak perlu hymne, sangat ironis sekali. Andai kita mau mendengar sedikit lebih jernih menggunakan hati nurani, tidak perlu sulit-sulit menciptakan lagu," ucap Praswad, Kamis (17/2).
Mantan penyidik KPK yang menangani kasus korupsi bantuan sosial (bansos) Covid-19 itu menilai kerja-kerja pemberantasan korupsi tidak memerlukan sebuah lagu ataupun hymne.
"Karena hymne pemberantasan korupsi yang sejati ada di dalam jerit tangis derita rakyat korban bansos yang sampai saat ini tidak dituntaskan oleh KPK, tangis ribuan mahasiswa yang menjadi korban aksi Reformasi Dikorupsi 2019, tangisan warga Desa Wadas, tangisan para korban PHK akibat krisis pandemi yang tidak bisa mencairkan JHT [Jaminan Hari Tua]-nya sampai dengan umur 56 tahun nanti," lanjut dia.
Mantan Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang juga menilai pembuatan lagu tersebut tidak termasuk agenda seremonial. Ia menganggap hal itu tidak ada gunanya.
"Kalau ada gunanya sih silakan aja, tapi kalau saya lihat itu useless. Bukan itu esensinya. Memang di setiap organisasi ada untuk membangkitkan semangat dari dalam, tapi biasanya mars-mars dalam pengalaman menunjukkan menjadi seremoni biasa saja," kata Saut kepada melalui sambungan telepon, Kamis (17/2).
Menurutnya, KPK tidak butuh seremoni. Ia meminta agar pimpinan KPK jilid V terutama Firli untuk bisa menjaga nilai-nilai yang sudah menjadi budaya KPK, di antaranya terkait integritas dan sederhana.
"Yang penting itu kecepatan dan ketepatan dalam rangka proses hukum karena korupsi ampun-ampunan ini enggak ada yang berubah, kemudian KPK hanya leha-leha mengarang lagu, itu enggak pada tempatnya," tutur Saut.
Sementara itu, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengatakan bahwa lagu Mars dan himne KPK agar menjadi inspirasi seluruh lembaga dalam bekerja memberantas korupsi.
“Kebanggaan bagi seorang warga negara adalah bisa turut berbakti dan berkontribusi, sekecil apapun, sesederhana apapun.”
“Demi ikut memajukan dan menyejahterakan bangsanya, salah satunya melalui pemberantasan korupsi,” kata Ardina di Gedung Juang KPK, Jakarta, Kamis (17/2).
Menurutnya, Mars dan hymne itu dibuat untuk mengajak anggota KPK terus berbakti dan mengabdi kepada negeri.
Telah Dirilis, Himne KPK Buatan Istri Firli Bahuri Tuai Kecaman
PARBOABOA, Jakarta - Koordinator Pelaksana IM57+ Institute, M Praswad Nugraha mengaku heran dengan apa yang dilakukan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri yang memilih lagu buatan istrinya, Ardina Safitri sebagai himne KPK.
Praswad menilai,dugaan konflik kepentingan sangat kental apalagi lagu tersebut dibuat oleh istri Firli. Penyerahan hak cipta lagu itu melibatkan langsung Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna H. Laoly.
"KPK bukan perusahaan keluarga dan pemberantasan korupsi tidak perlu hymne, sangat ironis sekali. Andai kita mau mendengar sedikit lebih jernih menggunakan hati nurani, tidak perlu sulit-sulit menciptakan lagu," ucap Praswad, Kamis (17/2).
Mantan penyidik KPK yang menangani kasus korupsi bantuan sosial (bansos) Covid-19 itu menilai kerja-kerja pemberantasan korupsi tidak memerlukan sebuah lagu ataupun hymne.
"Karena hymne pemberantasan korupsi yang sejati ada di dalam jerit tangis derita rakyat korban bansos yang sampai saat ini tidak dituntaskan oleh KPK, tangis ribuan mahasiswa yang menjadi korban aksi Reformasi Dikorupsi 2019, tangisan warga Desa Wadas, tangisan para korban PHK akibat krisis pandemi yang tidak bisa mencairkan JHT [Jaminan Hari Tua]-nya sampai dengan umur 56 tahun nanti," lanjut dia.
Mantan Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang juga menilai pembuatan lagu tersebut tidak termasuk agenda seremonial. Ia menganggap hal itu tidak ada gunanya.
"Kalau ada gunanya sih silakan aja, tapi kalau saya lihat itu useless. Bukan itu esensinya. Memang di setiap organisasi ada untuk membangkitkan semangat dari dalam, tapi biasanya mars-mars dalam pengalaman menunjukkan menjadi seremoni biasa saja," kata Saut kepada melalui sambungan telepon, Kamis (17/2).
Menurutnya, KPK tidak butuh seremoni. Ia meminta agar pimpinan KPK jilid V terutama Firli untuk bisa menjaga nilai-nilai yang sudah menjadi budaya KPK, di antaranya terkait integritas dan sederhana.
"Yang penting itu kecepatan dan ketepatan dalam rangka proses hukum karena korupsi ampun-ampunan ini enggak ada yang berubah, kemudian KPK hanya leha-leha mengarang lagu, itu enggak pada tempatnya," tutur Saut.
Sementara itu, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengatakan bahwa lagu Mars dan himne KPK agar menjadi inspirasi seluruh lembaga dalam bekerja memberantas korupsi.
“Kebanggaan bagi seorang warga negara adalah bisa turut berbakti dan berkontribusi, sekecil apapun, sesederhana apapun.”
“Demi ikut memajukan dan menyejahterakan bangsanya, salah satunya melalui pemberantasan korupsi,” kata Ardina di Gedung Juang KPK, Jakarta, Kamis (17/2).
Menurutnya, Mars dan hymne itu dibuat untuk mengajak anggota KPK terus berbakti dan mengabdi kepada negeri.